45. Rindu

4.3K 655 12
                                    

"Akhirnya, hari ini kita akan pulang ke rumah baru!" teriak Seri senang, setelah dia memastikan semua peralatan makan dan barang-barang dalam kedai ada di tempatnya semula dalam keadaan rapi. Grotto yang sedang melipat celemek menoleh ke arah Seri.

"Kalian sudah tidak tinggal di kastel Abbott lagi?" tanya pria tua tersebut.

Seri menggeleng seraya menyunggingkan senyum lebar. "Aku dan Fiona sudah pindah ke rumah di pinggir kota, dan akan tidur di sana mulai malam ini, benar kan, Fiona?"

"Ah? Umm, iya," sahut Fiona singkat. Ia tengah merapikan uang di kasir dengan tak bersemangat.

Melihat temannya tidak begitu antusias, Seri jadi khawatir. "Ada apa? Apa kau tidak senang, tinggal bersamaku?"

"Ah? Tidak!" sanggah Fiona cepat. "Tentu saja aku senang! Kenapa kau menanyakan hal itu?"

"Karena kulihat kau banyak melamun sejak kita beres-beres rumah baru dua hari lalu," simpul Seri. 

"Maaf. Aku hanya lelah saja." Fiona mengulas senyum agar Seri tak khawatir. 

"Baiklah. Katakan padaku kalau ada apa-apa, ya!' seru Seri. Fiona mengangguk. Ia tidak berbohong. Gadis itu memang kelelahan sejak firasat buruknya mengenai Lucas muncul.

Sejak memiliki firasat tak enak, gadis itu memang jadi sering melamun. Makan tak berselera, tidur pun tak nyenyak. Selama dua hari, ia memikirkan apa yang Lucas lakukan selama pergi ke kediaman si protagonis wanita, Renata Basset.

Kalau semua alurnya memang berubah sejak awal aku masuk ke dunia ini, maka besar kemungkinan kalau Renata yang menolak perjodohannya dengan Lucas juga berubah. Mungkinkah, Lucas akan pulang kemari dengan mengumumkan pertunangannya?

Terasa hawa panas muncul dari dalam dada Fiona. Entah kenapa, ia tak suka membayangkan Lucas bersanding dengan wanita lain.

Ada apa denganku? Lucas itu hanya tokoh fiktif dalam sebuah cerita, bukan? Kenapa aku jadi kesal? Aku bukan elemen dari dunia ini. Aku tidak berhak ikut campur terlalu jauh untuk mengubah alur cerita para karakter utamanya. 

Cukup nasib Nayesa si figuran saja yang perlu diubah, agar tidak mati di tengah cerita. Selebihnya, kalau para tokoh utama mengubah nasibnya sendiri mengikuti Nayesa, aku tidak boleh ikut campur, bukan?

Tapi ... kenapa rasanya sakit sekali ... .

Perlahan, bulir air mata menetes di kedua pipi Fiona. Seri yang kebetulan ada di dekat gadis itu begitu terkejut. "Fiona? Kenapa menangis?"

"Ah, ini ... ." Fiona buru-buru menyeka air matanya. "Aku hanya merasa lelah dan pusing."

"Hei, ayo jangan dipaksakan bekerja terlalu keras. Pulanglah kalian dan nikmati rumah barunya! Biar aku yang membereskan sisa pekerjaan yang ada." Grotto memberi penawaran. 

Wajah Seri langsung berbinar-binar. "Wah, terima kasih, Pak!" Seri berpaling pada Fiona. "Ayo, kita pulang. Kau bisa jalan sendiri sampai alun-alun?"

Fiona mengangguk. Angin semilir di malam hari berembus menerpa wajah. Para prajurit penjaga mulai banyak yang berpatroli di sekitar distrik perbelanjaan Grotto melambaikan tangan di depan pintu kedai, mengucap sampai jumpa. Sesampainya di alun-alun, Seri dan Fiona menaiki kereta kuda umum untuk sampai ke rumah.

***

 "Kau bisa naik tangga, Fiona?" Sesampainya di dalam rumah baru mereka, keadaan di dalam sudah gelap. Seri dengan sigap menyalakan lilin-lilin yang terpasang di tembok. Seri kembali menawarkan bantuan untuk memapah.

Fiona tersenyum. "Terima kasih, tapi tak usah. Pusingku sudah berangsur menghilang."

"Sungguh?" tanya Seri memastikan. Fiona mengangguk. "Aku bisa ke kamar sendiri."

Kedai Rawon di Isekai (TAMAT - Republish)Where stories live. Discover now