The Hardest Feeling is Love

597 53 21
                                    

"Lar, kamu suka gender apa?"

Solar mendengus, tidak mengacuhkan Halilintar dan terus mengambil biskuit dari dalam toples.

"Solar!"

"Genre Thriller mungkin."

"Oh.... Oke." Halilintar mengangguk canggung—menyadari kesalahannya dalam penyebutan genre. "Selain thriller ada lagi gak? Misal genre action gitu?"

'Lo mau tau banget??'

"Ada. Satu jenis kayaknya. Misal Adventure, gore, riddle.... Yaah, semacam itu, lah."

"Oh.... Oke, oke." Halilintar kembali mengangguk. "Tapi, buku yang kamu baca gak keliatan kayak buku Adventure, tuh. Kok, cover depan nya bunga mawar?"

Solar memutar bola matanya.

'Ya mana gue tau. Lo pikir gue penulisnya?'

"Mau di kasih sampul pantat kuda juga kayak nya gak masalah." Solar terdiam sebentar sebelum ia menyadari kalimatnya.

Halilintar tertawa terbahak-bahak.

Setelah melalui percakapan yang-sama-sekali-tidak-bermanfaat, tidak ada diantara mereka yang berniat membuka percakapan lagi. Halilintar hanya diam, sibuk dengan pikirannya dan Solar tidak peduli; pemuda itu kembali asik dengan dunianya.

Hanya ada suara lembar kertas yang di gesek setiap kali Solar berhasil menyelesaikan bacaannya serta suara kunyahan yang ia lakukan dari biskuit yang mereka temukan di pinggir meja.

Yang terpenting adalah suara jam tik tok yang tidak jadi dihancurkan....

Tik

Tok


Tik

Tok ....

Faq!

Diam-diam Solar melirik Halilintar.

'Kenapa jadi sunyi beneran?'

'Apa jangan-jangan dia mati?'

Solar tidak menyukai Halilintar. Tapi masalah hidup dan mati, beda cerita.

Katakan lah dia tidak ingin mati muda karena ceramah Gempa. Jadi Solar harus memperjelas situasi mereka.

"Hoi! Kamu tidur... 'kan?" Solar mengintip dari balik tangan Halilintar. Pemuda itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan jadi dia harus mengintip susah payah demi memastikan si oknum tidak beneran mati.

'Bisa jadi tidur sih.' Solar mengangguk dengan pemikirannya.

'Tapi kalau di lihat-lihat... ganteng juga oknum satu ini. Pantes banyak yang suka. Lagi tidur aja vibes nya mirip pangeran tidur. Sayang hatinya sedingin es. Cih!'

Halilintar itu.... Tampan kalau kata Taufan. Anak elemen lain tidak ada yang membantah, kecuali Solar si elemen cahaya.

Solar tahu mereka hanya sebuah elemen. Hidup berdampingan dengan manusia itu mustahil. Tapi sekarang mereka di sini. Bisa makan, bisa mandi, bisa tidur.... Bahkan mereka bisa merasakan perasaan manusia itu sendiri.

Cemburu, gelisah, takut....

Satu hal yang mungkin masih dipertanyakan.

.

.

.... Cinta.

Solar tidak pernah memiliki waktu untuk merasakan semua itu; sebelum dia secara jelas menyadari Halilintar membuatnya merasakan kecemburuan, iri, kekesalan.... Tapi sampai saat ini, hanya cinta yang tidak pernah Solar rasakan.

Perasaan paling sulit itu cinta.

Solar sangat dongkol jika dihadapkan dengan Halilintar. Tidak ada kata damai dalam kamus mereka.

Jadi, bagaimana ia mencari rasa dari cinta?

Apa harus terjun dulu baru tahu?

'Aku mikirin apa sih?'

"Kenapa geleng-geleng kepala? Pusing?"

Halilintar segera meletakkan punggung tangannya di kening Solar—mengabaikan keterkejutan yang melayang di wajah si bungsu. Elemen petir bergumam sok paham—menatap lekat-lekat wajah Solar sebentar sebelum dengan gamblang menyatakan diagnosis nya secara dramatis.

"Ini sudah pasti kamu kena demam berdarah! Kening mu panas. Wajahmu juga merah. Fix, kena demam berdarah, nih."

Otak Solar terlalu pintar untuk mencerna kata-kata Halilintar yang.... Entahlah. Sudah ngaco, aneh pula. Dia menepis pelan tangan itu. Keningnya berkedut, tersenyum kecut atas perilaku yang makin kesini makin sama aneh nya dengan si oknum.

Selain selalu bikin kepala meledak, Halilintar itu....

Katakan lah sulit di tebak.

Solar bukan tipe yang akan melakukan apapun untuk mengerti orang lain. Mereka terlalu opposite dalam banyak aspek. Hanya saja, Solar tidak bisa mengabaikan Halilintar sepanjang waktu ketika elemen gemuruh itu selalu mengikutinya kemana pun dia pergi.

Makin dibicarakan, makin....

Sesaat, Solar melihat ada sparkle berwarna cerah muncul di sekitar Halilintar saat pemuda itu tersenyum ke arahnya.

'Menjengkelkan!'

T.B.C

Lanjut?

Aku gak tau ini bakal di bawa kemana, hehe....

Cuman, liat aja nanti

Btw, Aku kecepetan gak sih updated nya?

HaliSol Fanfic : Golden LightningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang