We must Get Them Together! SOON!

464 49 19
                                    

"Jadi ...." Ada jeda sebentar dari Gempa sebelum ia melanjutkan. "Kita lagi ngapain, sih?"

Ice mengetuk papan tulis yang ada di hadapan mereka. Kacamata hitamnya sempat merosot dari hidung tapi langsung di letakkan kembali ke tempatnya. Sekali dua kali tangan es nya memukul papan tulis dengan penggaris kayu. Rumor bilang ia melakukannya karena mau terlihat seperti sedang di tengah rapat para pejabat buaya.

Tak

Tak

Tak

"Wahai kalian para kaum rakyat jelata—" Tapi sebelum pidato sucinya di mulai, dia ditarik ke pojokan. Duduk di sana, dan menonton.

"Lu tunggu di situ aja. Takut bakal ada perang keempat," ucap Blaze lalu mengambil alih posisi di depan.

Tak

Tak

Tak

Suara papan tulis yang di pukul dengan penggaris kayu terdengar kembali.

"Jadi, gini, para rakyat-rakyat dan para babu-babu ku tersayang—" Suaranya agak lebih ngeselin dari Ice. Sok banget ditekankan, berakhir dengan perebutan lagi.

"Lu ngomong kek gitu lagi, muka lu yang gua makan!" Taufan menggertakkan giginya karena kesal. Mungkin kakak kedua itu sedang di landa mood yang tidak bagus. Dari halaman sebelumnya juga gitu.

"Oiya bang! Maap." Blaze segera bersujud. Kemudian berdiri lagi lalu berdeham, "Ekhem!" Dia berkeringat.

"Seperti yang sudah kita ketahui," katanya. "Dan seperti yang sudah dipertanyakan oleh korban kita (Gempa). Rapat kali ini akan di dasari unsur perdamaian untuk keberlangsungan hidup dan mati kita semua!!"

Brak! Suara meja yang di pukul memenuhi seisi ruangan. Suara sorak sorai bergelimpangan di tengah-tengah meja rapat.

"Kita harus buat mereka bersatu!" teriak Duri dari bangku sebelah kanan.

"Betul! Kita harus buat mereka segera bersatu! Demi keamanan kita semua!" Blaze kini ikut menyahut dari depan.

"Lebar kan bendera keamanan Pulau Rintis!"

"Kibarkan bendera kebebasan!"

"Persatuan!

"Merdeka!

"SEMANGAT JUANG!"

Meanwhile Gempa dengan kesadarannya yang mulai diragukan, berpikir;

'Apa mereka masih waras ya? Kayak nya sih gak.'

Porak poranda semakin liar selama semenit lalu segera berhenti saat suara pintu yang di tendang secara paksa mengejutkan penghuni satu ruangan—menampakkan salah satu sosok yang mereka bicarakan sedari tadi, kini menatap satu per satu makhluk di sana dengan muka temboknya.

"Euh.... Lar?" Taufan berucap, "U okay bud?" Diam-diam ia mulai mendekatkan diri ke arah Gempa diikuti dengan yang lain.

Solar saat ini terlihat seperti sampah! Wajahnya penuh kotoran dan debu, bajunya tidak rapih, dan rambutnya terlihat seperti akan meledak.

Dia menatap saudara-saudaranya sebelum berkata, "Kakak semua tuh berisik tau gak?"

Nada suaranya dingin, tapi tidak sedingin Halilintar.

"Solar lagi bikin eksperimen, tapi jadi meledak sekarang gara-gara kalian!"

Taufan yang sudah kepalang bad mood karena cobaan hidup, langsung terdiam dan mematung. Dia melirik saudara-saudaranya yang lain dan mereka saling bertukar pandang sebelum secara bersamaan menatap si bungsu yang juga ikut terdiam dan bingung.

Tiba-tiba, dalam sedetik, satu ruangan pecah dari keheningan akibat suara tawa mereka yang keras dan nyaring.

"AHAHAHA. Ya ampun Solar ...." Taufan mengusap air matanya yang bercucuran.

"Kamu benar-benar mirip kayak sampah!" Blaze terpingkal di lantai.

"Berisik!" Solar menggerutu.

Duri dan Ice masih tertawa di posisi mereka.

"Lar, mending kamu mandi, deh. Kasian itu rambut sama muka mu. Nanti jadi beneran kotor." Gempa terkekeh pelan.

'Pokoknya, habis ini, gak ada lagi deh rencana-rencana kayak tadi.'

Mereka menggangguk serempak.

Setelah Solar pergi dari sana, ruangan jadi hening.

Satu dari yang lain saling celingak celinguk. Memastikan kalau mereka benar-benar sendirian sekarang.

"Kayaknya aku tau kenapa kalian bawa aku ke sini." Akhirnya, Gempa yang sedari tadi diam karena tidak mengerti pun angkat suara. "Tapi, bukan gini caranya." Ia kemudian memijat kening karena frustasi.

"Terus kita harus gimana, Gem? Kalau dibiarin terus, kesehatan kita juga gak akan bagus, nanti." Taufan nyeletuk, diikuti anggukan dari yang lain.

Memang kalau di pikir-pikir, mereka itu masih termasuk kategori elemen, sebuah roh, atau unsur yang seharusnya tidak hidup tetapi hidup. Itu bukan salah mereka kalau para elemen hidup dalam bayang-bayang aura satu sama lain.

Secara gampangnya, alam bekerja dengan seimbang. Ketika satu elemen dalam kondisi yang tidak stabil, mereka akan hancur. Jika Halilintar dan Solar tidak saling terbuka, maka elemen lain akan ikut terkena dampaknya.

Gempa berpikir sejenak sebelum ia tersenyum lalu mengeluarkan ponselnya; mulai mengetik.

Tak

Tak

Tak

"Bagaimana kalau kita piknik ke bukit?" usulnya, tiba-tiba. "Aku bakal ngajak yang lain juga buat ikut, tapi kita tinggalin si bungsu dan si sulung berduaan di rumah. Gimana?"

T.B.C

Terima kasih banyak buat kalian yang masih menunggu cerita ini updated.

Akhir-akhir ini aku sibuk buat fokus ke ujianini terakhir sih, hehe. Dan mikirin kapan bakal pulkam :(

See u

HaliSol Fanfic : Golden LightningWhere stories live. Discover now