Bab 33: Pangeran Kecil

42 3 0
                                    

Lagi dan lagi!

Happy Reading!

Jangan lupa vote & koment ya!

__________________________

Selesai menjemput Alif, Mella dan yang lainnya langsung pulang setelah mengambil barang-barang mereka di penginapan. Sebelum tiba di rumah Nazira, Mella membawa Alif ke tukang cukur untuk merapikan kembali penampilan suaminya itu. Sepertinya sejak terdampar suaminya ini jarang mencukur. Penyebabnya karena alat cukur yang tidak memadai.

Setelah Alif masuk ke dalam ruangan cukur, Mella dan Rafanza menunggu di kursi tunggu. Sedangkan yang lain menunggu di mobil. Sekitar satu jam berlalu, Alif keluar dengan penampilan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan Rafanza reflek turun dari pangkuan Mella dan menghampiri Alif.

"Nah, ini balu Baba yang sama sepelti di foto," kata Rafanza sambil tersenyum.

Alif menyamakan tinggi Rafanza dengan jongkok. "Ini benar Baba Rafanza?"

Rafanza mengangguk. "Baba yang ini tampan kayak Lafanza," katanya dengan percaya diri.

"Pintar sekali anak Baba ini," kata Alif sambil mencubit pipi chubby milik putranya.

"Umma, Baba ngeselin," adu Rafanza pada Mella sambil memegang pipinya.

Alif dan Mella tertawa. "Kamu kok ngadu ke Umma sih? Ntar Baba dihukum gimana?"

"Memangnya hukuman Umma ada untuk Baba?" tanya Rafanza.

Alif mengangguk, lalu menatap Mella sambil mengedipkan sebelah matanya, "Kalau hukuman Umma dapat menunda kamu punya adek. Kamu mau adek gak?"

Perkataan Alif membuat Mella melotot. Bisa-bisanya Alif mengatakan hal itu kepada anak kecil. Ya walaupun dia tidak paham. Ia menghembuskan napasnya. Jika tidak ada Rafanza mungkin Alif sudah kena pukulan mautnya.

"Jangan, Baba. Lafanza mau adek yang imut dan cantik," sahut Rafanza dengan lugunya. Lalu ia menoleh ke Mella, "Umma, jangan hukum Baba ya."

Mella menatap Alif yang juga sedang menatapnya. Ia berusaha menahan senyumannya agar tidak terbit.

"Rafanza, pipi Umma merah. Sepertinya Umma sedang malu. Malu kenapa ya?" kata Alif pada Rafanza yang langsung melihat pipi Mella.

"Abang!" Geram Mella dan siap melayangkan cubitannya karena sudah tak tahan dengan godaan Alif. Pake bawa-bawa Rafanza lagi.

Alif yang melihat Mella hendak mencubitnya, langsung berlindung di balik tubuh mungil Rafanza. "Tolong Baba, Rafanza."

Rafanza malah tertawa melihat candaan orang tuanya itu. "Umma, nanti Lafanza gak cepat ada adek kalau Umma cubit Baba."

***

Semalam Alif dan kedua orang tuanya menginap di rumah Nazira, dan hari ini, Alif dan kedua orang tuanya akan kembali kota dengan membawa Mella dan Rafanza. Sedangkan Nura tetap tinggal untuk menemani Nazira.

Mella juga sudah menceritakan tentang rumah ayahnya yang sengaja dijual. Alif sangat memakluminya. Alif juga merasa bersalah karena tidak berada di sisi Sang Istri di saat cobaan-cobaan berat menghampirinya. Bahkan ia adalah salah satu dari cobaan itu. mulai sekarang ia berjanji pada dirinya sendiri untuk memberikan kebahagian penuh kepada Mella dan Rafanza, walaupun bahagia itu tidak bisa memperbaiki bentuk hati Mella yang telah retak.

Sekitar pukul 11 siang, Alif dan Mella telah tiba di rumah mereka. Rumah di mana awal kisah pernikahan mereka yang penuh kejutan di mulai. Pernikahan yang tidak pernah disangka ada cinta sebelumnya dan cinta itu semakin kuat dengan kehadiran Rafanza di antara mereka. Pangeran kecil yang akan menjadi penyejuk hati orang tuanya karena tingkah aktif dan lucu yang ia punya.

Alif membuka pintu utama rumah yang sudah empat tahun tak ditempati. Namun, rumah itu tetap bersih karena selalu dijaga oleh penjaga bayaran orang tuanya. Jadi, rumah ini masih sangat aman dihuni.

"Umma, lumah ini bagus, cantik, dan adem," kata Rafanza saat ia telah masuk ke dalam.

Mella tersenyum. Begitu juga dengan Alif yang langsung mengangkat Rafanza ke dalam gendongannya. "Rumah ini milik Rafanza. Jadi, Rafanza bebas mau ngapain aja di rumah ini," katanya lalu mencium pipi putranya itu.

"Alhamdulillah, makasih Baba. Sayang Baba!" Ucap Rafanza dan balas mencium pipi Alif.

Mella tersenyum melihat pemandangan yang bertahun-tahun ia nantikan dan momen itu ada di hadapannya sekarang. Cairan bening itu pun mengalir tanpa disadari. Namun, ia segera menghapusnya karena tidak ingin merusak suasana dengan air matanya. "Kok Baba doang yang dicium. Umma juga dong," katanya dengan pura-pura cemburu.

"Yah, Rafanza, Umma cemburu. Kita cium Umma bareng yuk. Kamu pipi sana, Baba pipi sini, ok?"

Rafanza menanggapi dengan mengacunkan jempolnya. Kemudian mereka sama-sama mencium pipi Mella dengan bagian yang berbeda. Kali ini Mella tidak bisa menyembunyikan air matanya lagi.

***

Angin sore berhembus pelan, membuat tenang siapa pun yang merasakannya. Ditambah lagi dengan pemandangan keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia sedang bersenda gurau di atas tikar yang sengaja dilentangkan untuk mereka.

Matahari sore semakin meredup hingga menimbulkan warna jingga mengintip di antara pohon-pohon taman. Bunga-bunga dengan bermacam warna ditemani kupu-kupu kecil nan indah bergoyang mengikuti helaan angin. Fenomena sore yang sangat nyaman untuk dinikmati.

Wanita beranak satu yang tak lain adalah Mella, menyandarkan kepalanya ke pundak sosok sandaran yang pernah hilang, dan kini dia telah kembali. Tangannya mengusap pipi anak kecil yang tak lain adalah Rafanza yang duduk di antara mereka. Mata mereka menatap lurus menikmati senja yang kian menghilang.

"Lafanza bahagia karena akhilnya Lafanza bisa melasakan punya Baba," ucap Rafanza sambil melirik Alif dan Mella bergantian.

Perkataan Rafanza menarik kedua pasang mata itu saling bertatapan sambil tersenyum. Alif mengusap puncak kepala Rafanza, "Baba juga bahagia karena akhirnya Baba bisa bertemu anak Baba," sahutnya.

"Umma lebih bahagia karena Umma punya dua pangeran dalam hidup Umma," timpal Mella sambil tersenyum.

Alif menatap lekat kedua mata Mella. Mella yang menyadari itu pun ikut menatap suaminya. Dengan gerakan perlahan Alif mendekat ke wajah Mella. Ketika semakin dekat dan nyaris membuat kening mereka berbenturan, Mella dengan cepat menutup bibirnya yang akan tersentuh bibir Alif dengan tangannya.

"Tempat umum, Bang. Ada Rafanza juga ih," kesal Mella sambil melayangkan pukulannya pada lengan Alif.

Alif terkekeh setelah merasakan pukulan Mella. "Hampir kebablasan lagi."

"Baba sama Umma kenapa?" tanya Rafanza.

Bola mata Mella membesar, "Rafanza lihat apa?"

"Rafanza lihat Baba mau kejedot."

Jawaban polosnya membuat Alif dan Mella tertawa. Ralat, tepatnya hanya Alif yang tertawa. Sedangkan Mella bersusah payah menyembunyikan pipi meronanya.

"Rafanza pipi Umma kok merah lagi ya?" kata Alif.

______________________

Aku benar-benar bahagia sampe ga bisa berkata-kata.

 Akhirnya cerita pertama aku di wattpad benar-benar sudah berada di titik terakhirnya.

 Jujur, banyak banget pengalaman dan tantangan aku nyelesain ini. Ide yang hilang tiba-tiba. 

Buntu. 

Alhamdulillah, balik lagi. Wkwkwk

November, 2022

Jangan lupa tinggalkan jejak

Mushaf Rindu ✓[Lengkap]Where stories live. Discover now