Mimpi Sang Gadis Buta

6 2 0
                                    

Bisik-bisik mengusik pendengaranku, aku tersenyum pahit mendengar pembicaraan orang-orang yang wujudnya bahkan tak mampu kulihat.

Mataku selalu menjadi pusat perhatian, topik pembicaraan, bahkan topik pembuka yang tak membosankan.

Jailene. Ya, Jailene si gadis buta. Itu ialah julukan yang diberikan oleh teman masa kecilku tujuh tahun yang lalu.

Yah.... Awalnya aku sangat tak senang dengan julukan aneh itu. Namun lambat laun, aku mulai menerimanya dengan senyuman, meski masih terasa sedikit sesak di ulu hatiku.

Namun... Bukankah memanggilku dengan julukan seperti itu jahat? Atau aku terlalu sensitif, ya?

Hm.... Mungkin aku memang terlalu sensitif. Ini memang sedikit memalukan, namun kadang sebelum tidur aku sering menangis tanpa suara, setiap mengingat orang-orang memanggilku "si gadis buta" ataupun saat orang-orang menertawakan kekuranganku, yaitu kebutaanku. Setiap aku menangis, aku selalu berharap tuhan mengembalikan penglihatanku kembali.

Ya, aku memang masih sulit menerima diriku. Belum lagi kedua orang tuaku yang sudah tiada karena kecelakaan yang juga menjadi penyebab kebutaanku.

Hm.... Namun tak mungkin aku selalu begini, kan?

Baiklah! Aku akan berusaha mencapai apa yang tidak dimiliki orang-orang normal seusiaku. Memiliki prestasi membanggakan dan lebih sukses dari manusia-manusia yang menertawakan kekuranganku.

Ya, itulah impianku 5 tahun yang lalu. Dan sekarang, aku telah mencapai impian itu. Aku menjadi lulusan termuda di universitas bergengsi dengan skor yang sempurna. Orang-orang yang menghinaku sudah tertinggal begitu jauh dariku. Sungguh kebanggaan mampu mencapai impian yang sulit seperti itu bagi aku yang tunanetra. Meski membutuhkan pengorbanan dan perjuangan yang tak main-main.

Dan kini, aku berada di museum internasional tempat impian para lulusan arkeolog muda sepertiku. Dan juga, ini sudah hampir seminggu sejak aku bekerja disini. Oh ya, sebelumnya aku lupa memberi tahu, bahwasanya.... Aku telah melakukan operasi implantasi mata! Dan aku sudah bisa melihat seperti orang-orang normal lainnya.

Rasanya hidupku begitu bahagia dan nyaman kini. Hingga suatu peristiwa terjadi.

Aku bertemu seorang pria, pria yang hampir dikatakan sempurna. Memiliki penampilan yang rupawan, pekerjaan yang mapan, dan kepribadian yang cerdas dan dewasa.

Kami menjalin hubungan dan segera ingin menikah. Namun, aku mengetahui suatu fakta mengejutkan! Pria yang akan segera menikah denganku ternyata adalah... Seorang transgender.

Seorang wanita yang melakukan sebuah operasi untuk mengubah penampilannya.

Seketika, aku merasa hancur! Rahasia yang disembunyikannya begitu rapat, tak disangka aku ketahui. Bagaimanapun aku tak bisa menerima fakta memalukan itu, meski aku mencintainya.

Dan selain itu, identitasnya sebelum menjadi pria adalah teman masa kecilku yang membuatku mendapatkan julukan jahat itu.

"Jailene, aku mohon jangan tinggalkan aku...." Mohonnya dengan suara rendah, memeluk erat kakiku yang ingin segera keluar dari rumahnya.

"Lepaskan aku! Jangan menyentuhku transgender gila!" Sentakku berhasil membuatnya tak bersuara dan mengalami perubahan ekspresi yang signifikan.

Ia melepaskan pelukannya pada kakiku dan mulai berdiri. Ia mendekat ke arahku dan sedikit membuatku ketakutan.

"Kau pikir, siapa yang membuatku mengubah penampilanku, hah?! Kau!! Kau adalah penyebabnya. Aku mencintaimu sejak kita pertama kali bertemu, aku mengejekmu agar kau selalu ingat denganku. Kau harus bertanggung jawab atas kesalahanmu yang membuatku begitu mencintaimu!" Jawabnya yang menyalahkanku atas kesalahan yang tak pernah kulakukan. Aku segera terdiam dan tertawa kecil.

"Aku? Kau yang tidak normal, kau salahkan aku! Dan kau mengejekku agar aku ingat selalu denganmu? DASAR GILA!!!" Kesalku tak terima dilimpahkan sebuah tanggung jawab tak mendasar.

"Ya! Aku memang gila! Saking gilanya, meski aku tak mendapatkanmu dalam keadaan hidup, dalam keadaan matipun, aku akan tetap menerimamu." Ucapnya membuatku baru menyadari betapa gilanya manusia di hadapanku ini.

Aku segera berlari menuju pintu utama rumahnya. Namun naas, pintunya terkunci, orang gila itu tampak berlarian menuju dapur.

Dalam keadaan sangat panik, aku berlarian di rumahnya tanpa arah, melihat toilet yang terbuka, aku segera memasukinya tanpa pikir panjang dan tanpa basa basi menguncinya dari dalam.

"Ding dong!" Suara manusia gila yang membuatku merinding dan ternyata sudah menungguku sedari tadi di toilet, juga berada tepat di belakangku. Ia menutup mulutku dengan tangannya dan menyentuh pipi kiriku dengan pisau daging yang seukuran kepalaku.

Dalam seketika.... Sebuah alarm tanda waktu sudah pagi berbunyi.

"Hosh hosh hosh!" Nafasku tersengal-sengal, seluruh tubuhku berkeringat dingin dan jantungku berdebar begitu dahsyat. Bagaimana tidak? Aku bermimpi sangat buruk. Bagaimana bisa kehidupanku yang nyaman setelah mendapatkan penglihatan dan pekerjaan impian, menjadi sebuah tragedi menakutkan?

Dewi Tak Abadi [HIATUS]Where stories live. Discover now