02. Martabak keju

1.4K 135 42
                                    

'Kamu adalah sumber luka bagiku, tapi bodohnya aku enggan melepaskan dan ingin terus bertahan walau menyakitkan'
__________________

[Heppy Reading🌻]
*
*
*

Suara deru motor Alvano terdengar membuat Sekara berlari menghampiri Alvano.

"Vano kamu habis darimana aja? Kamu gak liat sekarang jam berapa? Ini udah malam, Vano. Bisa-bisannya kamu pulang jam segini sedangkan aku daritadi nunggunin kam--"

"Lo bisa diem gak sih? Gue capek, jangan gangu!" Kesal Alvano. Mood-nya sangat tidak bagus hari ini akibat kalah dalam balapan.

Bayangkan saja, dirinya harus merelakan uang tiga juta hanya karna kalah dalam balapan. Sungguh rasanya ia ingin mengamuk dan melampiaskan emosinya kepada siapa saja.

"Vano! Kamu denger aku gak sih?!" Kesal Sekarq ketika Alvano melawatinya begitu saja.

Tidak ada jawaban dari pria itu. Sekara kesal, dirinya berjalan mendahului Alvano, kemudian membalikkan badannya menghadap Alvano. Menghalangi jalan pria itu.

"Minggir, Kara. Gue lagi emosi, jangan bikin gue kasar dan main fisik sama lo." Ujar Alvano berusaha sesabar mungkin.

"Gak mau!"

Alvano mengusap wajahnya kasar. "Mau lo apa sih?"

"Beliin aku martabak keju. Baby pengen banget bartabak keju dari papahnya." Jawab Sekara.

"Ogah." Tolak Alvano mentah-mentah, pria itu melangkahkan kakinya kembali namun lagi-lagi Sekara menghalangi jalannya.

"Baby mau martabak keju, Vano. Dan kamu harus beliin itu, ini kemauan anak kamu--"

"Gak usah ngelunjak bangsat! Gue lagi capek, bisa gak sih lo gak ganggu gue sehari aja? Dan tadi lo bilang apa? Anak gue? Perlu lo catat baik-baik, janin yang ada di rahim lo bukan anak gue, dia anak haram hasil perbuatan bejat lo sama Devan!" Bentak Alvano.

Manik mata Sekara berkaca-kaca. "Kamu bisa gak sih kalo ngomong gak usah nyakitin? Ucapan kamu udah keterlaluan, Vano."

"Kenapa? Lagipula yang gue omongin fakta. Lo tau? Lo itu lebih buruk dari seorang jalang, jalang aja sekali begituan dapet uang, sedangkan lo?" Alvano tersenyum miring. Sedetik kemudian pria itu menggelengkan kepalanya.

Alvano melanjutkan langkah kakinya, dengan sengaja pria itu menyenggol bahu Sekara hingga mundur beberapa langkah.

'Bener kata, Vano. Kamu bodoh Sekara, gara-gara cinta kamu rela melakukan apa aja, bahkan kamu rela ngasih kehormatan kamu untuk cowok brengsek seperti Devan. Seandainya kamu gak melakukan itu pasti Bunda masih ada sampai sekarang.'

Kini jam sudah menunjukkan lukul sebelas malam. Sekara membaca novel dengan sesekali melirik sang suami yang sedang mengutak-atik komputer.

"Ra, bikinin gue kopi!" Titah Alvano.

Sekara enggan menjawab.

"Ra, lo denger gue kan?" Tanya Alvano. Peia itu mengalihkan pandangannya kepada Sekara.

"Gak denger!" Ketus Sekara.

"Gak denger tapi bisa jawab, lawak. Bikinin gue kopi, Ra!"

"Bikin sendiri, aku bukan babu!"

"Lo kenapa sih? Aneh banget. Lo itu disini cuma numpang, gak usah belagu." Kesal Alvano.

"Iya aku cuma numpang disini, aku sadar diri kalau aku itu cuma beban kamu." Tagis Sekara kini pecah.

Gott des TodesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang