"Mas Ardan," sapa Kinara riang begitu membuka pintu rumah.
Ardan menunjukkan apa yang ia bawa untuk Kinara. Sebuah kotak berukuran sedang berwarna putih.
"Apa itu?" tanya Kinara yang nampak bingung.
"Kue," jawab Ardan. "Dari Mama saya sebagai rasa terima kasih karena kamu udah bantuin anaknya buat milih kado," lanjutnya menjelaskan.
Kinara langsung tersenyum. "Masuk dulu, Mas. Aku juga mau nunjukin lukisan kedua yang udah jadi."
"Udah jadi?" tanya Ardan semangat. Entah kenapa sekarang ia suka sekali melihat hasil lukisan Kinara. Lukisan pertama yang saat itu ia pesan, sudah ia pajang di ruang kerjanya. Disaat lelah dengan pekerjaannya, memandang lukisan Kinara memberi ketenangan tersendiri untuknya.
Kinara menyuruh Ardan untuk masuk dan duduk di sofa sembari menunggunya mengambil lukisan di kamar.
"Bagus banget," puji Ardan begitu Kinara menunjukkan hasil lukisannya.
"Kalo mau langsung dibawa nggak papa kok," ucap Kinara ikut duduk di sebelah Ardan. "Oh ya, aku boleh buka ini?" tanyanya sambil mengambil kotak yang diletakkan Ardan di atas meja.
"Buka aja. Semoga kamu suka."
"Wah macaron," ucap Kinara berbinar. "Bilangin makasih ya, Mas ke Mamanya. Aku suka banget sama macaron."
Ardan mengangguk. Ada satu hal yang masih membuatnya penasaran. Ia belum mau pergi dari rumah Kinara karrna ada satu hal yang masih menbuatnya penasaran. Dan ia bingung harus mulai bertanya darimana.
"Mas Ardan nggak kerja?" Kinara tanpa berniat mengusir Ardan. Tapi rasanya jarang sekali melihat Ardan berada di luar tempat wisata kalau bukan hari libur.
Ardan menggeleng. "Waktu itu kamu bilang mau ngasih tau saya alasan kamu pindah ke Malang."
Kinara mengulum senyumnya. "Aku kira Mas Ardan nggak bakal penasaran," ucapnya sembari meletakkan kembali kotak di atas meja. Kemudian ia menghadapkan tubuhnya ke Ardan. "Kalo aku kasih tau, aku mohon Mas Ardan janji nggak akan jauhin aku."
Mendengar permintaan Kinara seperti itu, membuat Ardan semakin penasaran.
"Janji ya, Mas?" desak Kinara.
Ardan menarik napas panjang kemudian kepalanya mengangguk samar.
"Aku di suruh Papaku ke Malang buat ngebujuk Mas Ardan biar mau ngelepas tempat wisata untuk dijual ke Papaku."
"Hah?"
"Kalo Mas Ardan ingat, dulu awal-awal kita ketemu aku pernah nanya soal tempat wisatanya dijual atau nggak. Tapi Mas Ardan dengan tegas nggak akan jual tempat wisata itu," ucap Kinara mulai menceritakan. "Saat tau kalo Mas Ardan nggak mau ngelepas tempat wisata itu, aku juga nggak akan maksa buat ngelepasin," lanjutnya.
"Jadi sejak awal kamu emang ngincar tempat wisataku?"
Kinara menggeleng. "Bukan aku yang mau. Tapi Papaku."
"Dan kenapa kamu ngelakuin?"
"Ada uang titipan Aki buat aku yang dipegang sama Papa. Papa janji akan kasih itu semuanya kalo aku berhasil ngeyakinin Mas Ardan buat jual tempat wisata itu. Karena selama ini Papa ngasihnya dicicil tiap bulan."
"Jadi, kamu ngelakuin ini semua karena uang?"
Lagi-lagi Kinara menggeleng. "Aku mau uang itu semua kembali ke aku tanpa harus dicicil tiap bulan. Aku males kalo harus berhubungan sama orang tuaku."
"Karena kamu gagal nurutin apa yang mereka mau, makanya kamu disuruh tinggal di sini seterusnya?"
Kinara mengangguk dan tersenyum. "Mama menganggap kalo hidup di sini biaya hidupnya lebih terjangkau. Untuk aku seorang pengangguran, aku nggak mungkin butuh biaya banyak untuk tinggal di sini. Mereka juga berhenti ngirim aku uang bulanan karena aku dianggap gagal. Dan tentu aja mereka nyuruh aku buat kerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Closer (Completed)
ChickLitKinara (24 tahun) lahir dari keluarga kaya raya. Ia tidak pernah sekalipun pusing memikirkan soal materi. Sekilas hidupnya benar-benar dambaan bagi setiap orang. Kinara juga bisa membeli apapun yang ia inginkan tanpa harus melihat label harga. Meski...