01.

103 19 1
                                    

Bagai di sambar petir, mereka semua diam membeku. Tak ada kata-kata yang keluar, bahkan Calvin yang tadi banyak omong, kini diam membisu. Semua orang terdiam, keringat dingin membasahi tubuh mereka semua.

"He-hey ini bo-bohong, 'kan?" Tanya Rafael membuka suara, suara pemuda itu terdengar gemetar bercampur panik, dia jatuh berlutut sambil meremas poninya.

“Lo bisa cek sendiri,” ucap Argha lalu memposisikan tubuh gadis mungil itu di atas pangkuannya.

Bukan Rafael yang maju, tapi Yahya. Dia berlutut lalu mengecek denyut nadi gadis itu, matanya membelak.

“T-terus kita harus gimana?” Tanya pemuda yang berdiri di samping Yoshua, dia nampak ketakutan.

“Ki-kita kubur aja dia disini,”

Bugh!

Tak disangka, Gilang memukul rahang Candra tepat setelah pemuda itu menyelesaikan kalimatnya. Nafasnya memburu, menahan emosi.

Matanya memancarkan kemarahan, jarang sekali seorang Gilang marah hingga memukul orang. Jika sudah begini, menandakan bahwa Gilang marah besar.

“Seenak itu lo bilang mau nguburin dia di sini?” Tanya Gilang dengan nada penuh penekanan, kedua tangannya mengepal.

Psst~!

Yoshua berhenti, dia merasakan seperti seseorang memanggil? Dan suara itu seperti seorang gadis (?) Mungkin. Ah, tidak mungkin. Semua orang di sini adalah laki-laki, tidak mungkin ada seorang gadis yang ikut.

Lebih baik kalian pergi dari sini.

Suara itu datang lagi, tapi kali tepat di telinga pemuda berdarah Jepang itu. Reflek Yoshua menoleh ke samping, dan dia tidak menemukan siapapun.

Calvin langsung menyadari tingkah laku Yoshua yang aneh, dia menyenggol lengan pemuda berdarah Jepang itu.

“Ah─ Sebagian langsung ke villa, Yahya, Calvin sama Gilang ikut gue nyari pemukiman warga yang terdekat, nanti kita makamin dia di sana.” Ucap Yoshua dengan nada yang serius, dia melepaskan jaket kulit nya dan menutupi tubuh dingin anak kecil tersebut.

Semua orang tersadar saat Yoshua membuka suara, tanpa protes mereka semua langsung masuk ke dalam mobil, Argha menggendong jasad anak kecil itu. Sedangkan Yahya, Calvin dan Gilang ikut dengan Yoshua.

Walaupun sedikit kesulitan untuk memutar mobil, akhirnya mobil yang di tumpangi oleh Yoshua berhasil keluar dan mulai mencari permukiman warga yang terdekat.

Sudah hampir tiga puluh menit mobil mereka melaju, tapi Yahya dan Yoshua langsung sadar jika mereka hanya melewati jalan yang sama selama tiga puluh menit.

“Kalau begini terus, bensinnya bisa habis.” Ujar Yoshua lalu menepikan mobilnya, dan melihat sekitar. Kanan kiri jalanan hanya ada hutan yang gelap gulita dan tidak ada satupun cahaya yang menerangi jalanan, kecuali cahaya bulan.

“Udah gak bener ini,” celetuk Calvin dengan nada datar. Sikap main-mainnya hilang sejak kejadian beberapa waktu lalu, dia nampak lebih pendiam.

Kalian di puterin tuh sama penghuni sini~”

Yoshua reflek menoleh ke samping, Yahya yang duduk di kursi depan di samping kursi kemudi langsung menaikkan alisnya, nampak bingung dengan sikap Yoshua.

LIE or DIE | 00 Line Where stories live. Discover now