03.

49 13 0
                                    

Jauh di tengah hiruk-pikuk kota, seorang gadis berambut hitam panjang dengan turtleneck hitam yang membungkus lekuk tubuhnya, di padukan dengan jaket kulit dan celana hitam panjang serta sepatu boot setinggi betis.

Sebuah rokok dijepit menggunakan jari telunjuk dan jari tengah di tangan kirinya, sedangkan tangannya yang lain menenteng sebuah keranjang buah.

Tungkainya membawa gadis itu di depan sebuah rumah sakit jiwa di tengah kota, rokok dia jatuhkan lalu menginjaknya hingga mati. Ada sedikit keraguan dalam dirinya, ia ragu untuk masuk. Setelah bergulat cukup lama dengan dirinya, gadis itu masuk ke dalam rumah sakit jiwa tersebut.

Sedikit tersentak kala mendengar suara jeritan pilu orang-orang yang mengidap gangguan jiwa, tapi dia terus berjalan dan menenteng keranjang buah-buahan. Seorang perawat wanita di sana tersenyum ramah kala melihat sosok gadis tersebut, tanpa mengatakan apapun dia mengantar gadis tersebut ke sebuah ruangan.

“Tumben banget dateng tengah malem kayak gini,” celetuk si perawat guna memecah keheningan.

“Ah, maaf. Saya tadi ada urusan, jadi ya begitulah.” ucapnya dengan senyum canggung. Jelas apa yang baru saja dia katakan adalah kebohongan.

Tak lama mereka berdua sampai di sebuah ruangan, perawat itu membuka kunci pintu dan membiarkan gadis tersebut masuk. Ruangan tersebut remang-remang, sulit untuk melihat dengan jelas apa yang ada di dalamnya.

“Karin?”

Suara serak dan terdengar hampir habis itu membuat si pemilik nama menoleh, mendapati seorang laki-laki seumurannya tengah duduk di lantai. Raut wajahnya nampak lelah, terdapat cekungan di mata dan nampak memperhatikan.

Perawat tersebut pergi, dia berjaga di luar kalau laki-laki itu mengamuk seperti sore tadi. Saklar lampu dia hidupkan, dan membuat ruangan tersebut kembali terang.

“Lo bikin gue panik tau gak? Gue sampe bingung harus gimana tadi.” cibir sang gadis lalu mengulurkan tangannya untuk membantu laki-laki tersebut berdiri.

Tawa kecil lolos dari mulut laki-laki itu, dia bangkit di bantu oleh Karin. Mendudukkan diri di kursi, dia menatap sendu gadis yang selalu datang menemuinya.

“Lo ngerokok, lagi?” tanya laki-laki itu penuh selidik, dia mencium dengan jelas bau tembakau dari nafas dan pakaian yang melekat pada gadis itu.

“Ya gitu deh,” jawab Karin acuh tak acuh lalu meletakkan keranjang buah yang dia bawa di meja.

“Jadi, mereka bener-bener pergi liburan, ya?”

Gerakan Karin mengupas kulit apel terhenti, dia hanya diam di tempat. Lalu menghela nafas, dan kembali mengupas kulit apel.

“Rin,”

“Hmm?”

Gadis itu menoleh, dan masih mengupas kulit apel dan kembali fokus. Laki-laki tersebut meremas celana yang dia pakai, dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi jelas dia ragu.

“Mending lo simpen semua kata-kata lo.”

Karin langsung memotong saat laki-laki itu hendak berbicara seolah tau apa yang akan di katakan oleh laki-laki itu.

“Tapi─

“Udah, Rel! Cukup!”

Bentakan itu membuat laki-laki tersebut terdiam di tempat, dia tidak menyangka bahwa sahabatnya itu akan membentak seperti ini.

LIE or DIE | 00 Line Where stories live. Discover now