Sang Hakim

9 2 0
                                    

10 bulan kemudian...

Sejak bukti yang dibawa Jae Min diserahkan kepada Raja, telah terjadi reformasi besar di Istana. Raja Yujong benar-benar menepati janjinya untuk bersih-bersih birokrasinya. Ada beberapa menteri yang dicopot dan digantikan yang baru.

Atas pergolakan yang besar ini, Demi menenangkan roh leluhur, Balai Samawi menyarankan kepada Baginda Raja untuk memerintahkan para bujangan diatas usia 20 tahun untuk menikah agar tidak terlanda bencana kekeringan karena sudah hampir 1 tahun berlalu hujan tak kunjung basahi bumi joseon.

***

Tak ubahnya pejabat lainnya yang berjasa, Jae Min pun mendapatkan promosi. Dia naik tingkat menjadi pejabat tingkat 4 Junior. Raja Yujong sudah memikirkan jabatan yang paling tepat untuk Jae Min.

Selepas raja Yujong mengumumkan perintah menikah, dia langsung memanggil Jae Min untuk menemuinya.

"Perintah menikah sudah diturunkan, usiamu sudah 23 tahun sekarang dan kamu masih membujang. Sejak banyak yang mengetahui bahwa kamu adalah orangku, aku jadi sedikit khawatir kamu akan dimanfaatkan. Untuk itu, ingin kamu menjadi sato (hakim) di Sangju. Menikahlah dengan seorang perempuan baik-baik dari keluarga baik-baik yang bisa mendukungmu disana. Akan ku hadiah tanah sebidang tanah untukmu. Kelak aku akan memanggilmu kembali." Ucap raja Yujong pada Jae Min diruang kerjanya, tempat Jae Min tengah dipanggil sekarang.

"Bolehkah saya menarik pejabat di gamyeong turut bersama saya?"

"Siapa?"

"Seorang sahabat di Sungkyunkwan."

"Baiklah."

***

Beberapa malam berikutnya Jae Min berkemas untuk mengikuti arahan dari Raja, sebenarnya dia juga merasa terbebani karena lagi-lagi harus meninggalkan adik kesayangannya Yoon Bo Rim.

"Kak, apakah saya boleh masuk ke dalam?" Terdengar suara lembut Bo Rim dari balik pintu.

Jae Min menghentikan aktivitasnya, "Masuklah."

Dari balik pintu wajah pucat Bo Rim muncul, dengan langkah anggun gadis kecil itu masuk ke kamar kakaknya dan membungkuk memberi hormat.

"Ah, karena kamu sudah sampai disini ada yang perlu kusampaikan dengarkanlah baik-baik."

Bo Rim mengangguk.

"5 hari lagi aku akan berangkat ke Sangju, baginda raja sudah memberikan titahnya. Untuk sementara ini kamu tinggalah di kediaman Paman Yoon Yak Yong."

"... " Bo Rim hanya terdiam menanggapi ucapan kakaknya.

"Apakah ada sesuatu? Kamu bisa mengutarakannya padaku."

Sejenak Bo Rim tampak ragu, tapi untunglah kini kakaknya sudah banyak berubah, "saya merasa tidak nyaman tinggal disana. Bolehkah saya tinggal dirumah saja?"

"Apa yang membuatmu tidak nyaman?"

"..." Kembali Bo Rim terdiam.

"Jika kamu bisa memberikan alasan yang tepat aku akan mengizinkanmu tetap dirumah."

Bo Rim menghela nafas dalam mengumpulkan keberanian, "Saat saya tinggal di sana, Bibi Moon berupaya menjodohkan saya dengan kerabat-kerabatnya. Beberapa kali Bibi Moon mengadakan jamuan minum teh dan mengundang teman serta kerabatnya. Beliau meminta saya menyajikan teh dan mereka melihat saya seolah memberi penilaian. Saya benar-benar tidak nyaman, saya mohon kakak jangan mengirim saya ke rumah itu lagi."

Jae Min jadi ingat, dulu sepulang dari Gyeongsan memang ada beberapa lamaran yang datang untuk meminang adik kecilnya itu. Rupanya itu adalah ulah bibinya.

"Baiklah, kamu bisa tetap dirumah, aku akan meminta izin Raja untuk mengetatkan keamanan rumah ini. Tetap patuhi pengasuh Kang ya."

"Khamsanida oraboni." Seulas senyum tipis terbit dari ujung bibir Bo Rim.

"Kak, kudengar kakak akan menikah dengan kak Moon Na Yeon. Benarkah?"

Moon Na Yeon adalah keponakan Bibi Moon, istri paman Yoon Yak Yong.

"Darimana kamu mendapatkan kabar itu? Aku bahkan belum memutuskan untuk menikah."

"Bibi Moon, dia mengatakan sendiri pada saya."

Jae Min mengetuk-ngetuk jemari di meja dihadapannya. "Memang, beberapa hari ini Bibi Moon sibuk memperkenalkan kerabatnya kepadaku agar bisa kupersunting. Tapi disekian banyak itu belum ada yang menarik perhatianku."

"Mungkinkah bibi Moon berpikir jika kak Na Yeon yang paling sesuai dengan kriteria kakak?"

"... "

Jae Min membuang pandangannya ke luar jendela, dimana bulan sabit tipis tengah mengelantung diufuk.

Sebenarnya tidak hanya baru-baru ini saja Bibi Moon mencoba memperkenalkan kerabatnya pada Jae Min, sejak kembali dari Gyeongsan perempuan paruh baya itu sudah sibuk. Dia ingin salah satu keponakannya bisa menjadi istri Jae Min karena meyakini ada masa depan cemerlang yang sudah menanti pemuda itu.

Sayangnya Jae Min kini tidak sesederhana dulu dalam menilai perempuan - cukup cari yang anggun dan pintar mengurus rumah. Kini pandangannya tentang perempuan juga mulai bergeser, calon istrinya kelak tidak seharusnya hanya terlihat cantik, anggun dan pandai mengurus rumah, tetapi dia juga harus pintar dan peduli.

Dari sekian banyak gadis yang ditawarkan untuknya, belum ada yang memenuhi kualifikasi tersebut. Setelah bertukar pendapat dengan para gadis tersebut kebanyakan dari mereka tidak bisa diajak berdiskusi dan tidak berinisiatif, karena mereka hanya mengerjakan apa yang biasa dikerjakan saja.

Entah mengapa demikian, mungkinkah karena hati Jae Min sudah tertawan oleh paras cantik Min Hwa, ataukah karena dia juga terlanjur terpesona dengan sikap dan pandangan Min Hwa dalam melihat dunia?

Jae Min tersenyum tipis, "Bagaimana bisa aku menikahi seseorang yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri? Kelak jika kakak akan menikah, kamulah orang pertama yang akan kuberitahu."

Manik mata Bo Rim tampak membulat, "Benarkah?"

Jae Min mengangguk, "Benar."

Senyum Bo Rim semakin melebar, baru kali ini dia benar-benar merasa dekat dengan kakaknya. Sejak pulang dari Gyeongsang beberapa bulan yang lalu kakaknya memang terlihat lebih maklum, wawasannya semakin terbuka dan tidak seketat dulu.

"Saya berharap semoga kakak segera menemukan jodoh yang sesuai." Doa tulus terlantun dari bibir tipis Bo Rim

***

Di Sangju, berita tentang adanya Sato baru sudah menyebar di seantero, terlebih kabar bahwa Sato tersebut merupakan jejaka berusia 23 tahun dan belum menikah. Ini adalah kali pertama ada seorang Sato semuda itu datang ke wilayah mereka. Semua penduduk antusias menantikan kedatangannya.

DestinyWhere stories live. Discover now