3. Boy Who Have Cursed

174 35 6
                                    

"Hah."

Helaan nafas sekali lagi terdengar dari dalam ruangan putra mahkota.

Steve sedari tadi tidak bisa mengerjakan perkerjaannya dengan baik. Ia selalu teringat akan apa yang ayahandanya katakan malam kemarin. Tentang pernikahannya.

Steve selalu tidak siap tentang hal ini.

"Hah, apa yang harus aku lakukan? Ayahanda sudah mulai sering membahas mengenai pernikahan itu."

Steve meletakkan pulpen ditangannya ke tempat yang terletak diujung mejanya. Sebaiknya ia tidak mengerjakan pekerjaan ini dulu. Steve lebih baik beristirahat untuk memikirkan apa yang ayahanda katakan mengenai pernikahan dan jalinan hubungan dengan kerajaan negeri tetangga.

"Lebih baik aku beristirahat."

Brak!

"Gawat! Kak Steve, Ben dia-"

Terry mendobrak pintu ruangan Steve dengan wajah paniknya. Nafasnya masih tersengal akibat berlari menuju ruangan kakaknya ini. Wajah khawatir bercampur paniknya membuat Steve yang tadinya hendak beristirahat di sofa lantas langsung menghampiri Terry yang terlihat sangat berantakan. Steve tau ada sesuatu yang buruk kalau Terry sampai seperti ini.

"Ada apa? Ada apa dengan Ben, Terry?"

"Dia- Ben dia ha- hah."

"H-hei tenanglah. Atur nafasmu."

Bukannya mengikuti apa yang Steve katakan, Terry malah menyeret Steve dengan cara menarik tangan kakaknya itu. Tidak ada waktu untuknya menjelaskan mengenai kondisi Ben kepada Steve. Lebih baik kakaknya itu sendiri yang melihat keadaan Ben secara langsung.

Steve hanya menurut saat diseret menuju kamar Ben oleh Terry.

Saat sampai, betapa terkejutnya Steve melihat keadaan Ben yang tengah mengerang kesakitan. Kasurnya juga berantakan yang pasti itu karena Ben untuk melampiaskan rasa sakitnya.

Ben mengerang sambil memegang tengkuk belakangnya dengan satu tangannya.

"S-sakit. Ugh- panas sekali!"

"Ben! Apa yang terjadi padamu?"

Steve segera menghampiri ben yang masih mengerang kesakitan.

"Terry segera panggilkan tabib. Segera!"

Terry menangguk cepat. "B-baik, kak."

"Hey Ben. Dengar kakak? Sebentar lagi tabib akan datang, sakitnya nanti akan hilang. Tenangkan dirimu, okey? Kamu bisa melukai dirimu sendiri kalau seperti ini."

Ben menoleh kearah Steve.

"K-kakak. Ugg kakak? Kakak s-sakit. Disini rasanya panas kak."

Ben menunjuk tengkuknya dimana ia nerasakan panas yang sangat menyiksa itu.

"Ssssh, biar kakak lihat."

Ben membuka tangannya, membiarkan Steve untuk melihat apa yang ada pada tengkuknya itu. Apa yang membuat tengkuknya terasa panas?

Saat Steve melihat kearah tengkuk Ben. Ia terkejut karena mendapati sebuah tanda yang tidak ia kenali. Tapi saat ini Steve tidak akan mengambil Lusia g hal itu dulu. Untuk sekarang ia akan fokus pada panas di tengkuk Ben dulu, ia akan menghilangkan panasnya agar tidak menyakiti adiknya.

Steve mengusap pelan tanda itu. Lalu jempolnya diam tempat pada bagian tengah tanda itu. Secara ajaib sakit dan panas yang Ben rasakan mulai menghilang.

"Kak, apa itu? Apa sudah sembuh?"

Steve mengangguk. Ia tersenyum kearah Ben. "Pasti akan sembuh."

Beberapa saat setelahnya Terry datang dengan seorang tabib kerajaan bersamanya.

Prince From NeverlandWhere stories live. Discover now