6. Jauh

114 30 50
                                    

Entah yang kulakukan ini benar atau salah
Karena yang ku tau, hanya ini yang bisa kulakukan

~Author

Bugh! Bugh! Bugh!

Pemuda berambut gondrong itu seperti kesetanan memukuli pemuda dengan rambut kribo yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Ia sungguh kecewa. Kecewa pada dirinya sendiri dan juga pada pemuda dihadapannya sampai ia tidak peduli jika pemuda yang ia pukuli itu bisa saja menghembuskan nafasnya.

"Shan.. stop Shan!" Teriak dua pemuda yang lari tergesa-gesa menuju rooftop tempat dimana Shandy membawa pergi Farhan dan memukulinya hingga hampir tak sadarkan diri. Tapi Shandy tetaplah Shandy, si kepala batu yang tidak akan mendengar orang lain. Bahkan saat ini dia masih memberontak dan berusaha melepaskan tangannya dari tangan Ricky. Meski ia tau bahwa sebenarnya ini percuma karena ia tak akan mampu melawan kekuatan otot Ricky apalagi setelah tenaganya habis terkuras untuk memukuli Farhan.

"Shan, dengerin gue! Tenangin diri Lo dulu baru kita selesaikan ini baik-baik. Lo masih tega buat mukul Farhan lagi setelah lihat keadaan dia yang begini? Mending Lo duduk dulu di sofa."

Ricky masih berusaha menenangkan Shandy dan perlahan menuntunnya menuju sofa yang memang sengaja terletak di sana. Sedangkan Gilang, pemuda manis itu sedari tadi berada di samping Farhan yang terlihat begitu lemah dengan luka yang sudah bertebaran di muka dan tubuhnya. Sesekali dia terbatuk dan meringis menahan perih akibat lukanya. Untung saja tadi Gilang sempat membawa minum yang kemudian diberikan kepada Farhan. Setelah meminumnya, Farhan tampak lebih bisa mengatur nafasnya.

Beralih pada Shandy yang juga sudah lebih tenang setelah duduk dan meminum minuman yang dibawa Ricky. Meski sebenarnya belum seratus persen tenang, tapi Ricky sudah bisa bernafas sedikit lega karena Shandy bisa mengontrol emosi. Sekarang tinggal memikirkan bagaimana caranya mendamaikan dua sahabatnya ini.
Shandy memang keras kepala dan suka berkelahi. Tapi ia selalu melarang temannya melakukan hal itu atau mereka akan berhadapan dengan Shandy. Entahlah, tapi kali ini Ricky merasa ada sesuatu yang lebih serius daripada hanya tentang Farhan yang berkelahi dengan Fajri. Karena jika dilihat, Shandy lebih emosi daripada biasanya. Hal ini membuat Ricky bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka berdua.

"Shan, udah lebih tenang?" Tanya Ricky memastikan keadaan sahabatnya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Shandy. "Kalo gitu kita obati Farhan dulu baru selesaikan semuanya baik-baik" Beginilah Ricky, ia akan selalu menjadi penengah di antara sahabatnya yang memang semuanya keras kepala. Entahlah bagaimana nasib persahabatan ini jika tidak ada Ricky di tengahnya.

Shandy segera menghampiri Farhan dan memapahnya menuju mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat karena di luar jam sekolah seperti ini, sudah tidak ada orang yang menjaga UKS. Lihatlah seberapa penyayang Shandy, di balik sifatnya yang keras kepala ia masih mau mengantar Farhan yang bahkan tadi sempat membuatnya emosi. Ini juga sebagai bentuk tanggung jawab Shandy yang sudah memukuli Farhan habis-habisan.

Beralih kepada Fajri yang saat ini berada di UKS dan mendapatkan penanganan dari Fenly. Meski Fenly tidak tahu-menahu tentang kesehatan dan juga bukan anggota PMR sekolah, tapi setidaknya jika hanya mengobati luka maka ia bisa melakukannya. Terbiasa hidup sendiri membuat ia bisa melakukan banyak hal hingga mengobati luka adalah hal yang menurutnya gampang.

"Aw aw aaaawww sakit Fen, pelan dong!" Terdengar Fajri sedikit menjerit merasa kesakitan saat Fenly mengobatinya.

"Tahan dong Ji. Tadi aja Lo gegayaan keliatan sok kuat banget gelut sama Farhan. Eh giliran diobati aja Lo jerit-jerit kaya tikus kejepit." Pemuda bertubuh bongsor itu angkat bicara karena sudah lelah mendengar jeritan Fajri.

"Ya kan sakit Pik, Lo mah ngga ngrasain"

"Lagian Lo juga ngapain mau ngeladeni tuh manusia kribo sih Ji?" Tanya pemuda berkacamata yang juga berada tak jauh dari Fajri.

Untitled || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang