7. Caraku

129 30 42
                                    

Setiap orang punya cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaannya dan aku harap ini bisa jadi caraku

~Author

Malam ini Fiki dan Zweitson akan pergi ke rumah Fajri. Katanya ingin mengerjakan tugas bersama meskipun nyatanya niat mereka justru bermain PS. Belajar bersama adalah alasan klasik para remaja sekolah untuk sekedar diizinkan keluar rumah, termasuk Fiki dan Zweitson. Sebelum ke rumah Fajri, mereka sudah membuat janji untuk bertemu di supermarket sekalian belanja cemilan pendamping main nanti. Fajri yang kebetulan dimintai tolong uminya untuk membeli barang akhirnya ikut bergabung dengan dua sahabatnya itu.

Ketiganya sampai di halaman supermarket secara bersamaan. Langsung saja mereka melepas helm dan turun dari motor. Tanpa aba-aba mereka dengan kompaknya melangkah bersama menuju ke dalam supermarket. Awalnya mereka asyik memilih Snack apa saja yang akan mereka beli begitupun dengan barang titipan umi Aji. Hingga ketika mereka ingin membayar belanjaannya, mereka baru sadar jika kasir yang melayani mereka tak lain dan tak bukan adalah temannya sendiri, Fenly. Ya mereka bertiga memang belanja di supermarket tempat Fenly bekerja.

"Fenly! Ini Fenly? Serius Fenly? Lo kerja di sini?" Fiki yang pertama menyadari keberadaan Fenly pun bertanya dengan hebohnya hingga kedua temannya yang lain tersadar dan ikut menatap ke depan.

"Loh iya, ini Lo Fen?" Belum juga Fenly menjawab pertanyaan dari Fiki, tapi pertanyaan menyusul dari Zweitson sudah terdengar dari telinganya.

"Iya ini gue. Fenly, temen kalian dan bener gue kerja di sini." Jawab Fenly sambil scan barang belanjaan teman-temannya. Bagaimanapun ini jam kerja dan dia harus tetap profesional.

"Kog gue baru tau ya.. padahal rumah gue deket dari sini." Kata Fajri yang memang letak rumahnya tidak jauh dari supermarket tersebut.

"Percuma kalo rumah Lo deket tapi ngga pernah ke sini. Ya Lo ngga akan tau." Jawab Fenly seadanya.

"Bener juga sih." Fajri pun membenarkan ucapan Fenly sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Memang beberapa hari terakhir ia jarang sekali ke sini. Kalopun ke sini, mungkin memang belum jadwalnya Fenly bekerja sehingga ia tidak pernah menemukan sahabatnya itu.

"Bentar-bentar.. dalam otak gue masih ada banyak pertanyaan nih. Gimana ceritanya Lo bisa kerja di sini? Kog Lo ngga pernah bilang ke kita?" Fiki si manusia yang memang super heboh dan kepo itu pasti ingin mencari tahu lebih lagi. Pertanyaan itupun juga disetujui oleh Fajri dan juga Zweitson dengan anggukan yang terlihat dari kepala mereka.

"Totalnya 150 ribu. Gue lagi kerja, lain kali gue pasti bakal cerita ke kalian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di otak kalian itu." Jelas Fenly yang kini mulai memasukkan barang belanjaan ke dalam kantong kresek.

"Lo ngga ada jam istirahat gitu? Gue udah kepo level max nih.. ntar kalo gue ngga bisa tidur gimana?" Fajri dan Zwei pun hanya bisa menepuk jidat dan geleng-geleng kepala mendengar perkataan Fiki. Memang, pemuda bertubuh bongsor itu akan terus berusaha agar apa yang ia mau bisa didapatkan dengan cepat apapun caranya.

"Ada sih setengah jam lagi."

"Okey ini uangnya. Kita tunggu di depan. Kalo Lo udah istirahat, samperin kita ya." Mata Fiki begitu berbinar mendengar jawaban dari Fenly bahkan sangking senangnya ia segera menarik Fajri dan Zwei untuk menunggu di luar dan membiarkan Fenly bekerja terlebih dahulu.

Sesuai dengan apa yang Fiki minta, saat ini Fenly yang memasuki jam istirahat terlihat sudah duduk di kursi luar dan dikelilingi sahabatnya. Camilan yang tadi mereka beli sudah tersedia di atas meja. Sungguh mereka telah siap untuk mendengar cerita dari Fenly dan membayangkan semuanya layaknya menonton sebuah film. Padahal saat ini Fenly masih memakan rotinya, tapi tampaknya ketiga temannya itu begitu antusias menunggu Fenly sambil menopang dagunya.

Untitled || UN1TYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora