Suasana setelah konser berakhir dengan tangis pilu dan haru kesedihan yang menyelimuti member hinatazaka. Bagaimana tidak? Hari ini merupakan hari terakhir kak Manamo berdiri di atas panggung. Hari terakhir nya untuk menyapa para fans secara langsung, juga hari terakhirnya sebagai member Hinatazaka. Ya, setidaknya saat di panggung ini.
Semua satu persatu berfoto dengan kak Manamo, atau minimal memeluknya erat sambil mengucap selamat atas kelulusan nya. Begitu juga aku, dan tentu, Marii.
Marii tak henti hentinya menangis tersedu sedu, menghadapi kenyataan bahwa kakak yang ia amat sayangi harus pergi dari grup karena kondisi kesehatan nya yang tak cocok lagi dengan kegiatan idol. Kenyataan pahit itu tentu mengundang kesedihan bagi kami semua. Tapi memang tak ada yang bisa kita lakukan, selain merelakan nya untuk pergi dari grup.
Malam setelah konser akhirnya selesai, kami semua akhirnya satu persatu mulai menaiki mini bus untuk transit ke office dan pulang ke rumah. Keluar dari panggung tempat kami konser, aku mempersilahkan Marii untuk naik terlebih dahulu dan hanya mengikutinya. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk duduk di bangku tengah dekat jendela, yang akhirnya aku susul, juga Haruyo. Aku masih belum berani menegurnya karena matanya yang masih begitu sembab akibat menangis, dan wajahnya terlihat begitu lelah.
"Semua sudah masuk ya?"
Suara staff terdengar mengabsen nama kami, sampai memastikan semuanya sudah baik dan mini bus ini mulai berjalan. Suasana di dalam tak begitu berisik, tapi tak terlalu sepi juga karena beberapa diantara nya asik mengobrol dengan teman sebangku nya.
Kak Manamo?
Kak Manamo tidak naik ke mini bus ini, melainkan dia langsung diantar ke rumahnya dengan mobil khusus, karena kondisi nya juga yang belum terlalu membaik.
Perlahan namun pasti, tanganku mulai menyentuh punggung tangan dingin Marii yang kosong itu. Aku menggenggamnya pelan tanpa mendapatkan balasan darinya.
"Hei... Kamu ga capek nangis terus?"
Ucapku pelan padanya. Namun matanya hanya terus teralih keluar jendela sana, menatap mobil yang berlalu lalang di tengah padatnya jalan raya di malam hari.
"Aku nginap ya hari ini.."
Aku mendekat dan membisik di telinganya, namun masih tak ada respon sehingga aku anggap itu jawaban iya. Mencoba mendusel pada bahunya, barulah ia akhirnya menoleh padaku. Bisa ku lihat jelas matanya yang memerah dan poni nya yang tak beraturan. Tanganku bergerak untuk merapihkan poni nya itu.
"Kamu gaboleh sedih lagi setelah sampai di rumah nanti, ya? Nanti bisa bisa aku dimarahin sama mami kamu," ucapku sedikit bercanda. Namun dia lagi lagi tidak menggubris perkataan ku dan memilih untuk bersandar pada bahuku. Setidaknya ia meladeniku kali ini.
.
.
.
"Permisi Mami-san,"
"Takahashi,"
"Un?"
Begitu sampai di rumah Marii, aku langsung disambut oleh Mami nya Marii. Mengerti dengan Marii yang keadaan nya seperti itu, Mami langsung menyuruh aku mengantar Marii ke kamar. Selepasnya aku pergi sebentar ke dapur menyusul Mami yang sedari awal kami datang beliau menatap kami dengan tatapan penuh tanya, dan jadi lah aku menjelaskan semua nya. Di dapur sekarang, baru aku mau kembali ke kamar Marii dengan nampan berisi susu hangat dan biskuit coklat, Mami kembali memanggilku.
"Huft... Tolong ya.. Hibur Marii," pinta nya.
Aku tersenyum padanya. "Pasti Mami-san. Aku bakal hibur dia, dan ga akan aku biarkan dia sedih terus," ucapku yakin. Mami tersenyum percaya padaku lalu mengangguk dan membiarkan aku menyusul Marii.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hinatazaka Room
Short StoryHinatazaka room! Tempatnya chatroom anak anak Hinatazaka dan segudang oneshoot di dalam nya~ Truly yours, landak~