Special request # [Your name] : 誕生日の夜

49 4 6
                                    

Sinar mentari menerobos masuk melalui celah celah gorden yang tidak tertutup rapat, menusuk mata ku dan memaksaku untuk segera bangun dari tidur lelapku. Mengusap mataku sedikit, aku perlahan lahan membuka kelopak mata ku, dan mulai mengambil kesadaran penuh. Menoleh ke sebelah kanan, tak ada siapa siapa disana, padahal biasanya disini ada seseorang yang menemani ku tidur.

Aku duduk dan mengulet, merenggangkan otot-otot ku lalu terdiam sebentar. Aroma dari masakan yang sepertinya terasa lezat menyelinap masuk dari pintu kamar yang tidak ditutup rapat, memaksaku untuk segera beranjak dari kasur dan menyeret tubuhku untuk berjalan mencari dari mana sumber aroma itu.

"Nyaaaw~"

"Hmmh, ohayo Simba."

Baru sampai di ambang pintu, seekor kucing berwarna oranye menyambutku, memaksaku untuk segera menggendong tubuhnya yang tak terlalu besar. Kucing kesayanganku yang aku pelihara, dan aku rawat dengan baik.

Aku bawa serta dirinya menuju dapur, mengikuti kemana aroma lezat ini berasal. Sesampainya, aku dapat melihat seseorang yang begitu aku kenali, sedang berkutat dengan masakan di dapur. Ikat ponytail, telinga nya yang lebar, serta celemek kuning yang ia kenakan, tak pernah gagal membuatku terpesona dengan kecantikan yang dia pancarkan, walau hanya dengan menunjukkan punggungnya. Setiap pagi menyaksikan pemandangan seperti ini, awalnya aku pikir aku akan mati dibuatnya.

Namun nyatanya, tuhan sungguh baik, memberiku kesempatan untuk terus hidup agar aku bisa menikmati pemandangan seperti ini setiap pagi.

Tapi hati mungil ku beneran gabisa diginiin...

"Masak apa?" Aku langsung saja berjalan menghampirinya, dan menegurnya. Dia sedikit terkejut dan langsung menoleh ke arahku.

"Eh, udah bangun.. Aku bikin sup. Kan semalem kamu minta dibuatin ini. Jadi Micchan buatin deh," ucapnya menoleh ke arahku, dengan tangannya yang tak lepas dengan sendok sayur untuk mengaduk masakan di panci itu.

Betul. Ini kekasihku, Mitsuki. Micchan adalah panggilan sayang ku padanya. Aku suka memastikan agar tak ada orang yang juga memanggilnya dengan panggilan seperti itu. Karena cuma aku yang boleh!

Aku mengangguk mengerti, lalu duduk di kursi makan sambil bermain dengan Simba.

"Simba belum makan? Hmm? Mama udah kasih kamu makan belum?" Aku mengajak Simba berbicara sembari kubiarkan dirinya duduk di atas meja makan sambil menjilati tangannya.

"Udah aku kasih, tapi tadi Simba entah kenapa gamau makan dry-food nya," sahut Micchan.

"Eeee.. Mentang-mentang habis sakit, jadi keterusan minta wet-food nih pasti. Gaboleh begitu Simbaaa," ucapku menceramahi Simba. Sementara sang empunya nama tak menggubris ku dan asik menjilati tubuhnya.

"Nanti juga pasti dia makan kok, makanan nya aku biarin di tempat biasa, pasti dia makan kalo dia udah lapar," ucap dirimu yang seolah olah tau banyak tentang Simba, padahal ini kucing ku. Tapi.. Benar juga sih.

Aku lanjut bermain dengan Simba sambil menunggu dirimu selesai dengan urusan dapur.

Mitsuki sudah 4 bulan ini tinggal denganku di apartemen yang tidak terlalu kecil, namun tidak pula terlalu besar. Meski sebenarnya kami sudah lama menjalin hubungan, namun sempat terpisahkan oleh jarak, dan menyebabkan kami harus LDR selama kurang lebih setahun. Tapi sejak 3 bulan kemarin, Mitsuki yang ingin pindah ke kota karena mau melanjutkan pendidikannya, memberikan aku peluang untuk mengajaknya tinggal bersama, walau keluarga Mitsuki sempat ragu apakah mereka bisa tenang melepaskan anak bungsu mereka ke kota.

Sebenarnya win-win solution ga sih?! Kalau tinggal sama aku, Mitsuki ga perlu bayar sewa tambahan untuk tinggal, dan ada aku juga yang menjaga nya disini. Dengan negosiasi dan diskusi yang cukup panjang, akhirnya keluarga Mitsuki memperbolehkan Mitsuki untuk tinggal di tempatku. Mereka juga mulai mempercayai ku untuk menjaga Mitsuki, sebagai kekasihnya. Dan jadilah sekarang Mitsuki menetap di tempatku.

Hinatazaka Room Where stories live. Discover now