Lima

1.1K 103 3
                                    

Disepanjang siang itu, Karra sebisa mungkin bersikap profesional. Terus mengimbangi bagaimana cara Erik bersikap. Meski berkali-kali pria itu terlihat menghindar setiap kali Karra membahas pekerjaan. Tapi, ada waktu di mana dia akan meladeni Karra tentang apa pun yang wanita itu bahas. Karna ... Kadang kala-Karra akan diam setiap kali Erik terlihat tak tertarik membahas pekerjaan dengannya.

Hingga sore beranjak datang, Karra mulai merasa enggan. Karna Erik terlihat sedikit sulit untuk ditaklukkan. Dan dia mulai menyerah.

"Aku bisa mengantarmu pulang?" Tawar Erik ketika mereka melangkah beriringan menuju parkiran.

Karra melarikan lirikannya, lalu menjawab malas. "Terima kasih, tapi saya memiliki supir yang menunggu saya sedari tadi."

Erik hanya mengangguk mengerti, lalu diam hingga keadaan kembali hening.

Seharian ini, Karra hanya akan berbicara jika itu menyangkut tentang pekerjaan. Sisanya, dia akan diam. Membiarkan Erik yang memimpin obrolan atau suasana diantara mereka. Karna ada kalanya mereka akan berada di situasi canggung.

Walau Erik tahu maksud dari tuan Damla dan wanita di sampingnya. Yang mendekatinya karna masalah pekerjaan, namun entah mengapa dia malah menikmatinya. Seakan ingin melihat sejuah mana mereka akan berusaha untuk menarik perhatiannya. Hingga mau bekerja sama dengan perusahaan mereka.

Walau jujur, sebenarnya Erik tidak begitu tertarik. Karna dia jelas tahu bagaimana kinerja perusahaan Adreno selama ini. Mereka terkenal tidak memiliki hati, juga kadang bersikap di luar batas hingga mengakibatkan banyak masalah. Banyak perusahaan yang rugi, juga terancam bangkrut karena berurusan dengan mereka setelah mereka bekerja sama. Apalagi saat mereka rela melakukan hal kotor untuk menjatuhkan orang yang menolak kerja sama dengan mereka.

"Tuan Erik,"

Perhatian Erik kembali tertarik pada wanita di sampingnya. "Erik, Karra."

"Saya akan memanggil anda begitu ketika kita berada di dalam tadi. Tapi, saya rasa tidak untuk saat ini."

"Kenapa?"

"Anda jelas tahu kenapa saya mengatakan semua itu."

Erik diam, namun sorot matanya terlihat lebih serius. Begitu pun wajahnya. Dia menatap Karra dengan kedua mata yang lebih serius.

"Bagaimana jika aku menolaknya?"

Di luar dugaan, Karra hanya mengedikkan bahunya acuh menanggapi ucapan Erik. Membuat pria itu sedikit melipat keningnya.

"Itu keputusan anda, saya hanya memberikan penawaran. Tapi--" ada jeda yang Karra ambil, yang dijadikan Erik sebagai kesempatan untuk angkat bicara.

"Saya sudah membaca proposal yang kalian sodorkan. Dan saya rasa itu terlalu besar resiko yang akan diambil jika saya menerimanya. Jadi saya memilih menolaknya."

Erik mengamati lebih teliti wajah Karra, karna kini wanita itu menghentikan langkahnya. Namun hanya wajah datar tak berekspresi yang dia temukan. Membuatnya bertanya-tanya, apa yang saat ini wanita itu pikirkan tentang penolakannya.

Karna jelas, saat dia menolak penawaran tuan Damla Adreno, dia terlihat tersinggung. Juga tak terima dengan keputusan Erik, dia merasa Erik terlalu terburu-buru mengambil keputusan atas tawarannya.

"Saya sudah membahas ini dengan tuan Damla Adreno, namun beliau sepertinya belum menyerah untuk membujuk saya."

Itu adalah sindiran, jelas Karra tahu akan hal itu. Namun, meski begitu dia tidak peduli. Di sini dia hanya untuk menemani, juga sedikit memberikan penawaran. Di terima atau tidaknya itu, itu bukan urusannya lagi. Setidaknya dia sudah mencoba mengikuti keinginan pria tua itu.

Wanita Terakhir; Karra (SELESAI)Onde histórias criam vida. Descubra agora