Dua puluh dua

1.8K 158 8
                                    

Karra terbangun dengan keadaan ranjang kosong di sampingnya, tidak ada Erik di sana. Padahal dia ingat betul jika semalam-setelah makan malam pria itu berbaring di sampingya. Tidur sepanjang malam dengan kedua lengan memeluk erat tubuhnya.

Tapi pagi ini, begitu dia terbangun, dia tak mendapati siapa pun di sana. Bahkan tempat di sebelahnya sudah terasa dingin, yang artinya mungkin Erik sudah meninggalkan tempat tidurnya sudah lama.

Melirik jam dinding yang berada di kamarnya, Karra mengerjab saat melihat pukul berapa saat ini. Hampir pukul sepuluh pagi, pantas saja Erik sudah tidak berbaring di sampingnya.

Beranjak duduk, Karra baru akan bangkit, tapi pandangannya tidak sengaja jatuh pada sebuah kertas. Kertas kecil yang terdapat tulisan tangan di sana.

Maaf tidak membangunkanmu, aku ada beberapa hal yang harus ku urus di luar. Aku sudah menyiapkan segala kebutuhan mu di kamar mandi, dan sarapan mu di meja makam. Aku akan kembali sebelum jam makan siang.

Erik, calon suami mu.

Karra menggelengkan kepalanya membaca tulisan di kertas itu. Kembali meletakkan kertas di tanganya di tempat semula, Karra bangkit dan melangkah ke kamar mandi. Benar saja, semua yang dia butuhkan ada di sana, termasuk pakaian ganti dan dalamannya. Membuat Karra tidak perlu membuang-buang waktu untuk membersihkan diri.

Setelah selesai dengan semua urusannya membersihkan diri, Karra pun melangkah keluar kamar, berniat sarapan seperti yang telah Erik katakan, jika pria itu telah menyiapkan sarapannya.

Tapi baru saja Karra keluar kamar, menutup pintu kamar Erik, punggung wanita yang duduk membelakanginya menghentikan pergerakannya. Dia mengerjab berkali-kali, berusaha menyesuaikan penglihatannya. 

Begitu wanita itu menoleh, kedua mata mereka bertemu. Karra bisa melihat jika wanita itu tampak terkejut, begitupun Karra, dia sama terkejutnya seperti wanita itu, tapi secepat kilat Karra memasang wajah tenangnya.

Suasana berubah kikkuk saat tak ada satu orang pun yang membuka suara. Mereka hanya saling tatap dengan sorot berbeda-beda.

"Apa kamu kekasih Erik?''

Kekasih? Bisakah Karra menyebut dirinya begitu?

Disaat mereka bahkan belum memutuskan untuk memiliki hubungan yang jelas. Tapi bukankah Erik menyebut dirinya sebagai calon suaminya? Jadi-

"Mungkin." Jawab Karra pelan, membuat wanita di depannya menatap lurus Karra.

"Kenapa, apa kamu juga kekasih Erik?"

''Oh, bukan.'' Bisa Karra lihat jika wanita itu tampak salah tingkah atas apa yang dia tanyakan. "Aku sahabat Erik, Salsha." Jawab Salsha mengulurkan tanganya, yang Karra tatap lama sebelum dia maju dan menjabat tangan wanita itu.

"Karra,''

Salsha mengangguk, tersenyum manis ke arah Karra. "Maaf aku masuk tanpa ijin, aku kira Erik ada di rumah tadi.''

Karra hanya diam dan menatap Salsha lurus. ''Dia sedang keluar.''

"Yah, dia baru mengirimkan pesan padaku. Jika dia tidak ada di rumah.'' Tidak ada tanggapan dari Karra membuat Salsha meraih tasnya di atas meja, dan kembali menatap Karra. Dia tampak kikuk kali ini.

"Aku akan pergi sekarang."

Karra hanya mengangguk, membiarkan Salsha berlalu dari hadapanya. Tapi sebelum wanita itu membuka pintu dia kembali menoleh ke arah Karra. Menatap wanita itu lama.

"Sebelum ini, apa kita pernah bertemu?"

"Entahlah.''

Salsha diam, masih bertahan di tempatnya. Seakan tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh wanita itu.  Sampai Karra balas menatapnya lurus, barulah Salsha tersenyum kikkuk.

Wanita Terakhir; Karra (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora