10 || Apa mungkin?

14 10 2
                                    

Kali ini aku membawakan sebuah lagu berjudul, 'Apa Mungkin' milik Bernadya. Sebuah lagu yang sangat bagus menurutku dan cocok untuk suaraku, yang biasa-biasa saja.

Jujur saja aku sangat gugup, karena lomba pop song kali ini diadakan di lapangan terbuka. Dengan banyaknya siswa siswi yang akan menonton.

Sebuah tepukan dibahu mulai menyadarkan aku. Saat aku lihat ternyata itu adalah kak Zidan. Dia tersenyum sembari menatap hangat ke arahku.

"Minum dulu," ucapnya. Dia memberikan satu botol air mineral dan aku menerimanya dengan senang.

"Makasih kak," ucapku tulus.

Dia pun duduk di sebelahku. Menatap banyaknya orang yang berlalu lalang untuk melihat lomba pop song kali ini.

Aku melirik kak Zidan sekilas, satu hari tidak bertemu dengannya, rasanya dia semakin tampan saja. Apalagi dengan kumis dan jenggot tipisnya. Seakan mengalihkan duniaku.

"Lo pacaran sama Adit?"

Seketika aku tersedak minumanku, pertanyaan itu sungguh membuatkubsangat terkejut. Kemarin ayah, sekarang kak Zidan.

"Enggak," kilahku dengan cepat.

"Jangan bohong!"

"Beneran, enggak. Aku sama kak Adit cuma temenan biasa aja," ucapku. Tapi setelah dipikir-pikir kenapa juga aku repot-repot menjelaskan hal itu kepada kak Zidan?

"Gue kira kalian pacaran. Soalnya waktu tanding tenis lo nempel mulu sama dia."

Aku menatap kak Zidan yang tengah menatapku juga, jadilah kami bertatap-tatapan untuk beberapa detik sebelum dia memalingkan wajahnya terlebih dahulu.

"Enggak. Lagian itu karena Ibu pesen kue sama mamahnya kak Adit," ucapku pelan.

Kak Zidan hanya mengangguk sekilas, dia kembali fokus menatap ke arah panggung, mendengarkan mc yang tengah membacakan sistem perlombaan kali ini. Untungnya aku ada di urutan ke empat, bukan pertama. Kalau aku jadi yang pertama tidak tau nantinya akan seperti apa. Mungkin aku akan benar-benar gugup dan malu.

"Lo urutan ke berapa?" tanya kak Zidan.

"Urutan ke empat kak." Jawabku.

Kami berdua kembali diam dan berusaha untuk tetap fokus ke panggung.

"Masih lama, mau ke kantin dulu?"

Aku mengernyit heran, bisa-bisanya kak Zidan mengajak aku ke kantin disituasi genting seperti ini. "Takut ketinggalan kak, kakak aja," ucapku ramah.

Tanpa sepatah katapun dia bangkit dan berjalan meninggalkan lapangan. Aku hanya menatap punggungnya yang mulai menjauh.

***

Arungi malam
Terjaga kala semua t'lah terbenam
Berkaca, bertanya, apa ku buat salah?
Kalaupun iya, apa?

Apakah sebesar itu hingga
Kau pergi tanpa aba-aba
Bahkan tanpa alasan
Hingga ku harus menerka-nerka
Salahku di mana?

Apa mungkin caraku bicara?
Apa mungkin caraku tertawa?
Apa mungkin dengkurku saat tertidur lelap?
Apa mungkin kamu yang tak lagi cinta

Sampai sekarang
Dariku belum ada yang berubah
Ku bisa salah
Maka itu jelaskanlah
Di mana letak yang tak kau suka

Apa mungkin caraku bicara?
Apa mungkin caraku tertawa?
Apa mungkin dengkurku saat tertidur lelap?
Atau mungkin kamu yang tak lagi cinta

Dari dulu semua burukku
Kau terima katamu tiada yang mengganggu
Mengapa tiba-tiba jadi masalah?

Sejak kapan semuanya berubah?
Apa sejak kau lihat ku marah?
Apa kar'na leluconku itu itu saja?
Atau memang kamu yang tak lagi cinta

Apa mungkin caraku bicara?
Apa mungkin caraku tertawa?
Apa mungkin dengkurku saat tertidur lelap?
Atau mungkin kamu yang tak
(Kamu yang tak lagi cinta)
Atau mungkin kamu yang tak
Tak lagi cinta

Aku mengakhirinya dengan senyuman, banyak juga orang-orang yang memberikan tepuk tangannya. Termasuk satu manusia yang dari tadi tidak lelah mengangkat handphonenya untuk merekamku. Dia, kak Zidan.

Dia menyambutku dengan senang, jangan lupakan sebotol air minum dan juga coklat yang ia berikan kepadaku.  Baiklah, aku akui bahwa saat ini aku tengah merasa salting atas perilakunya.

"Kapan kakak beli coklat?" tanyaku heran. Pasalnya tadi dia hanya pamit ke kantin saja.

Dia tersenyum simpul. "Apakah itu penting?"

Aku hanya membalas senyumannya saja tanpa berniat mengeluarkan suara lagi. Cukup, untuk saat ini aku tidak ingin dibuat melting oleh kak Zidan.

"Jajan batagor, mau?" tawarnya tiba-tiba.

"Eh." Sial aku sangat malu sekarang.

Jujur ini pertama kalinya ada lelaki yang seperti kak Zidan. Dan anehnya dia sangat aneh.

"Jajan batagor," ucapnya lagi.

Sebenarnya aku sedang malas untuk kemanapun, kostumku hari ini sedikit merepotkan dan jangan lupakan riasan tipis yang menempel di wajahku, sangat tidak nyaman.

"Yaudah ayok." Putusku pada akhirnya. Aku tidak ingin melewatkan lagi yang ditawarkan oleh kak Zidan. Aku juga tidak mau kak Zidan merasa ilfeel kepadaku hanya gara-gara hal yang sangat sepele.

Kami berdua berjalan ke arah kantin yang lumayan sepi, walaupun ada beberapa siswa/i yang disana tapi itu tetaplah sedikit.

Kak Zidan mulai memesan batagor mang Ucup, batagor terenak sejauh ini. Sejak aku pindah ke Cibeber, batagor mang Ucup inilah yang paling enak diantara batagor lainnya.

"Lo ada pacar?"

Tiba-tiba aku tersedak minumanku sendiri.

"Kenapa nanya gitu?" tanyaku balik.

"Gak apa-apa." Jawabnya singkat.

Tidak ada pembicaraan lagi diantara kami berdua. Aku asik dengan pikiranku begitupun kak Zidan yang mungkin sedang asik dengan pikirannya. Dan jangan lupakan batagor yang sedang aku masukan ke dalam mulutku, rasanya sungguh enak.

TIRAMISU [✔️]Where stories live. Discover now