9 | Setelah kegaduhan

88 23 0
                                    

“Apa yang terjadi padamu?”

Pertanyaan itu terlontar dari Jenderal Victor ketika melihat kedua sudut bibir Jeandra yang terluka begitu masuk ke dalam rumah.

“Bukan apa-apa.” Jawab Jeandra. Ia terlalu enggan untuk membahas permasalahannya. Ia juga tahu betul seberapa temperamental nya pria di hadapannya itu jika sampai mengetahui bahwa dirinya terluka karena Anggaralang. Si laki-laki pribumi yang telah menuduhnya sebagai salah satu pelaku yang terlibat dalam rencana pembunuhan yang menimpa Raharja beberapa waktu belakangan.

“Kau pikir aku bodoh?” Jenderal Victor menatapnya dengan tajam. “Aku tahu pasti jika kau telah berkelahi. Pipimu lebam, sudut bibirmu juga berdarah. Mau mengelak apa lagi sekarang?”

“Tidak usah diperpanjang. Aku juga tidak mungkin mati hanya karena luka kecil ini.”

Jenderal Victor mendengus kasar mendengar penuturan Jeandra barusan. “Tapi bukan berarti kau harus menyepelekan lukamu itu.”

“Lastri!” teriak Jenderal Victor sesaat kemudian.

“Cepat kemari!”

“Ada apa, Tuan?” perlu waktu beberapa detik sebelum seorang wanita pribumi berlari cepat dari arah ruang belakang, menghampiri Jenderal Victor dan juga Jeandra yang tengah berdiri saling berhadapan.

“Bawa beberapa obat herbal dan obati luka Jeandra.“ujar pria itu. “Meski lukanya kecil, tetap saja, aku tidak mau dia terkena infeksi jika lukanya tidak segera diobati.”

Pembantu pribumi bernama Lastri itu pun lantas menganggukkan kepalanya. Ia pun bergegas pergi ke arah sebuah ruangan untuk mengambil beberapa obat yang terbuat dari berbagai bahan-bahan herbal alami serta antiseptik. Juga tak lupa dengan mengambil sebuah lap kecil yang telah dibasuh air hangat.

Melihat itu, mau tak mau Jeandra pun hanya bisa menghela nafas. Sebagai bentuk dari menghargai, akhirnya ia memilih untuk mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi panjang, dan membiarkan Lastri mengobati luka di wajahnya.

・༓☾ ❊ ☽༓・

Hari demi hari terus berlalu. Dan sudah selama itu juga, ia dan laki-laki itu belum pernah bertemu kembali setelah perkelahiannya bersama Anggaralang beberapa waktu lalu.

Perempuan itu terdiam melamun, seraya mengaduk segelas teh hangat di tangannya. Aroma daun teh yang begitu menyegarkan setidaknya mampu menenangkan pikirannya yang sering kali dilanda kegelisahan beberapa waktu belakangan ini.

Ah, kurasa ucapanku saat itu memang benar.” gumamnya. “Aku benar-benar tak bisa lagi membuatkannya secangkir teh hangat buatanku.”

Ia menunduk pelan. Memandangi segelas teh hangat yang kini tengah ia aduk secara perlahan. “Ah, sial —”

“Apa aku merindukannya?” gumamnya tanpa sadar.

“Rinjani?”

Tubuhnya tersentak kecil ketika suara barusan menyapa indra pendengarannya. Tak lantas ia menolehkan pandangannya, mendapati seorang perempuan pribumi yang tengah berdiri di dekat pintu dapur.

“Ya, ada apa?”

Rahajeng di sana. Tersenyum tipis dengan sebuah benda di tangannya.

Bandung dan Kisahnya ; ( Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang