18 | Strategi

42 13 3
                                    

Setelah beberapa hari tak kunjung menemui keberadaan Rinjani, pada akhirnya Anggaralang dan Rahajeng memutuskan untuk pergi ke Buitenzorg.

Mereka singgah di rumah salah seorang kaum pribumi Buitenzorg yang telah mengenal Anggaralang sejak lama. Namanya Daneswara. Salah seorang pasukan tentara Hindia Belanda yang beroperasi di bawah kepemimpinan para petinggi Belanda. Namun Daneswara bersedia membantu Anggaralang karena beberapa kebaikan yang pernah Anggaralang lakukan pada laki-laki itu.

Mereka bergegas pergi ke rumah Tuan Gibtson. Anggaralang mengenakan sebuah baju serba hitam dengan sebuah penutup kepala yang ia pakai sebagai alat penyamarannya. Sedangkan Rahajeng mengenakan sebuah kain jarik yang dipadu padankan dengan sebuah kebaya hitam yang ia pakai.

Daneswara bisa dengan mudah memasuki rumah itu, tanpa adanya larangan dari para centeng yang berjaga di sana. Ia datang dan lantas menghampiri Tuan Gibtson bersama Anggaralang dan Rahajeng yang mengikutinya dari belakang.

“Tuan, perkenalkan ini Banaspati dan Nirwasita yang aku ceritakan kemarin malam,” ujarnya. “Jadi, apakah Tuan bersedia menerima mereka untuk bekerja di rumah ini?”

Tuan Gibtson terus memandangi penampilan keduanya dengan saksama. Tak ada yang mencurigakan, terlebih gerak-gerik keduanya yang terlihat begitu meyakinkan.

“Baiklah aku menerimanya,” ujar Tuan Gibtson. “Tempatkan mereka untuk bekerja di bagian belakang rumah.”

Daneswara mengangguk patuh. Tak lantas melangkah mundur untuk meninggalkan ruangan itu.

“Terima kasih, Tuan.” Ucap Anggaralang dengan hormat. Ia dan Rahajeng lantas pergi untuk mengikuti Daneswara menuju bagian belakang rumah.

Nyatanya, bagian belakang rumah itu juga tak lepas dari penjagaan para tentara Hindia Belanda di setiap sudutnya. Daneswara melangkah lebih dulu. Di sepanjang langkahnya, Anggaralang bersama Rahajeng terus menunduk hormat setiap kali melewati para manusia berseragam tentara itu.

“Kalian bisa memulai pekerjaan kalian hari ini. Ada beberapa peralatan kebersihan yang bisa kalian pakai di sini. Jika ada hal yang tidak kalian mengerti, kalian bisa bertanya pada para pembantu pribumi yang bekerja di rumah ini.”

Anggaralang dan Rahajeng mengangguk paham. “Ya, kami mengerti. Terima kasih atas bantuanmu.”

Daneswara mengangguk. Sebelum meninggalkan tempat itu, ia menyempatkan diri untuk memberikan sebuah isyarat rahasia yang hanya diketahui oleh mereka bertiga. Anggaralang membalasnya dengan anggukan kecil. Setelahnya, Daneswara melangkah pergi meninggalkan keduanya.

・༓☾ ❊ ☽༓・

Rinjani tertunduk lesu diselimuti hawa dingin dalam sebuah ruangan yang minim pencahayaan itu. Sejak dikurungnya ia di sana, belum ada seorang pun yang mendatanginya hingga detik ini. Rumah besar ini terasa begitu sunyi. Terlebih, saat ini waktu telah menginjak pukul 01:00 dini hari. Hanya ada beberapa suara derap langkah kaki yang beberapa kali menyapa pendengarannya.

Rinjani terkesiap tatkala suara derit pintu yang dibuka dari arah luar berhasil membuatnya terkejut. Suara langkah kaki kian terdengar semakin dekat. Rinjani berangsur mundur ke belakang, menyudutkan dirinya pada dinding dalam ruangan ini.

“Rinjani? Apa kau di dalam?”

Suara itu terdengar. Rinjani mengenalnya. Itu adalah suara seseorang yang ia kenal. Ya, Jeandra.

Bandung dan Kisahnya ; ( Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang