🍁 Delapan | Keras Kepala 🍁

78 12 247
                                    

Sebenernya ya gaes, hari ini aku tuh gak pengen up. Tapi alam bawah sadarku menuntut buat up hari ini. Jadi akhirnya up deh 🤣🤣🤣🤣🤣🤣

"Sulit?" Nara masih kurang bisa mencerna maksud Billy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sulit?" Nara masih kurang bisa mencerna maksud Billy. "Sulit gimana?"

"Maksud aku, sulit buat bisa dapetin maaf dari adik aku," ujar Billy. "Karena Marvin itu bukan tipe orang pemaaf yang akan dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain, meskipun cuma karena masalah kecil."

Untuk jawaban Billy yang satu ini, Nara masih bisa mengerti. Marvin bukan tipe orang yang pemaaf? Itu memang sudah terbukti saat Nara berkali-kali minta maaf tapi tidak direspon sama sekali. Memang kedengarannya sangat egois jika seseorang itu tidak pernah mau memberikan maafnya padahal orang yang bersangkutan sudah tulus meminta maaf.

"Tapi, apa emangnya Marvin nggak pernah berbuat salah sama orang? Sampai-sampai dia selalu bersikap kayak gitu?"

"Sering." Lagi-lagi Billy memberikan jawaban singkat di awal kalimatnya yang membuat orang bingung. "Tapi dia nggak pernah punya kesadaran diri untuk minta maaf atau berharap untuk dimaafkan. Makanya dia juga nggak pernah peduli dengan orang yang minta maaf sama dia."

"Gitu, ya?" Nara tampak lesu. Celah kecil yang tadi sempat dia pikirkan untuk bisa dimaafkan Marvin sekarang tertutup lagi. Sama sekali tidak ada harapan.

"Sepuluh tahun yang lalu, kedua orang tua Marvin meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil." Billy memulai cerita yang tadi sudah dijanjikannya saat di kantin. "Waktu itu Marvin masih kecil, masih berumur delapan tahun. Dan dia juga berada di dalam mobil saat kecelakaan terjadi."

Seluruh tubuh Nara seperti merinding seketika mendengar cerita Billy. Orang tua Marvin sudah meninggal? Nara baru mengetahui hal itu sekarang.

"Mobil yang mereka tumpangi masuk ke jurang. Om dan tante--maksud aku mama dan papanya Marvin meninggal seketika. Tapi untungnya Marvin selamat. Sejak peristiwa itu, Marvin tumbuh menjadi seorang anak yang keras kepala, pendiam, dan selalu menutup diri dari orang lain. Marvin itu sulit dipahami, nggak mudah diraih, susah dijangkau, dan sifatnya dingin. Ya, mirip-mirip sama bongkahan es di kutub utara lah," ujar Billy setengah terkekeh menceritakannya. "Bahkan selama hampir sepuluh tahun tinggal bersama sama dia, aku juga belum pernah melihat dia senyum atau tertawa."

Nara terhenyak mendengarkan cerita mengenai kehidupan Marvin yang selama ini tidak pernah dia tahu. Marvin selama ini dia kenal sebagai laki-laki yang galak dan kasar, ternyata semua itu juga ada sebabnya.

"Kamu tahu kan, kenapa susah banget buat dapet maaf dari seorang Marvin?" Billy berharap Nara akan menyerah untuk melanjutkan rencananya minta maaf, setelah dia menceritakan semuanya. "Marvin nggak akan mau maafin kamu semudah itu. Karena dia emang nggak pernah peduli sama orang lain."

Nara merasakan kepalanya berdenyut-denyut. Dia meraba-raba keningnya. Begitu sulitnya mendapatkan maaf seorang Daffi Marvin Pradana yang hatinya sudah sangat keras layaknya batu karang. Nara bisa memahami apa yang dirasakan Marvin yang harus kehilangan kedua otangtuanya di usia yang masih sangat kecil, tapi yang membuat dia tidak habis pikit adalah Marvin yang akhirnya tumbuh menjadi remaja yang bersifat sedingin itu. Mirip bongkahan es di kutub utara? Ya memang benar seperti itu yang selama ini bisa dilihat olehnya.

Marvin Untuk NaraWhere stories live. Discover now