🍁Dua Puluh Delapan | Jangan Membenci Aku 🍁

38 5 119
                                    

Seperti yang sudah direncanakan, hari ini aku kembali pas di hari menetas bebarengan sama 1 Suro🤣 sudahkah kalian siapkan kadonya?🤣

Seperti yang sudah direncanakan, hari ini aku kembali pas di hari menetas bebarengan sama 1 Suro🤣 sudahkah kalian siapkan kadonya?🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nara terpukul sekali dengan kebenaran apa yang dia dapat hari ini. Dia menangis di kamarnya mengingat tentang kecelakaan sepuluh tahun lalu yang menewaskan kedua orang tua Marvin dan juga calon adik laki-lakinya. Nara menyesali dirinya sendiri yang waktu itu tidak mendengarkan ucapan mama dan papanya untuk tidak mengejar penjual mainan itu. Kalau saja Nara menuruti kata-kata mamanya, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi. Marvin tidak akan kehilangan orangtuanya dan mama dan papa tidak akan kehilangan anak mereka. Ini semua salah Nara. Nara tidak sanggup lagi untuk menangis karena dia sudah terlalu lelah dengan semua kenyataan buruk ini. Dia sudah sangat salah. Salah dalam hal apapun.

"Gue nggak pernah mau memiliki sesuatu karena gue nggak mau kehilangan. Apapun itu. Gue nggak mau. Gue nggak mau semua orang ninggalin gue setelah gue milikin mereka. Karena itu gue nggak pernah memiliki siapapun kecuali kenangan tentang orang tua gue yang udah meninggal."

"Marvin, aku minta maaf," ujar Nara dengan kesedihan yang mendalam. "Aku minta maaf."

Ponsel Nara berbunyi dari atas meja. Dengan malas dia meraih benda pipih itu dan melihat nama 'Marvin' di layar ponsel. Marvin yang menelepon. Tangis Nara semakin pecah mengingat tentang Marvin.

Marvin ....

Kenapa Marvin harus menelepon di saat seperti ini? Nara tidak sanggup untuk menjawab telepon dari Marvin apalagi dalam kondisi seperti ini. Kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendengarkan suara Marvin, dan berbicara dengannya. Nara tidak sanggup.

Sementara itu Marvin resah mondar-mandir di kamarnya menunggu Nara menjawab teleponnya. Marvin sampai mencoba berkali-kali karena tidak sabar menunggu jawaban teleponnya.

"Nara ke mana, sih? Kok teleponnya nggak diangkat?" Marvin menatap ponselnya dengan bingung. "Nggak biasanya dia kayak gini?"

Nara masih terus menangis dengan membiarkan ponselnya terus berdering. Marvin masih berusaha untuk menelepon Nara.

"Ke mana sih, dia?" Marvin akhirnya menyerah dan melempar tubuhnya ke ranjangnya dengan posisi terlentang. Saat menoleh menengok jam dinding, jam menunjukkan pukul 19.15 WIB. "Baru juga jam segini masa sih, dia udah tidur?"

Nara bingung harus berbuat apa sekarang. Bagaimana kalau Marvin tahu yang sebenarnya bahwa dialah yang menyebabkan kecelakaan itu? Nara yakin tidak akan ada lagi pintu maaf untuknya. Karena itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Marvin akan benar-benar membencinya kali ini. Nara akan kehilangan Marvin. SELAMANYA?

Marvin Untuk NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang