🍁Berniat memberitahu Mas

27.7K 2.2K 22
                                    

Bagian tiga puluh empat
.
.
.

Tandai typo!

Apa kabarnya

Follow untuk dapatkan notifikasi RosianaSalma

Follow untuk dapatkan notifikasi RosianaSalma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Menghela napas, kini aku bangkit dan mendekati Rafli.

"Rafli, aku kan sudah bilang. Panggil saja aku senyamanmu. Kalau Rafli takut papa marah. Nanti aku bakalan marahin balik," jawabku tegas

"Emang berani?" Tanyanya. Iya juga, membayangkan aku memarahi mas Rafka. Hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi.

Satu, mas Rafka yang diam saja dengan wajah menyebalkannya atau dua, mas Rafka akan menyerangku balik.

Tentu saja yang kedua itu membuatku merinding.

"Ya, gimana situasinya nanti," jawabku kikuk.

"Gapapa lah bunda. Aku juga gak keberatan panggil kak May dengan sebutan bunda. Hitung-hitung latihan meski masih kaku," jawabnya.

Aku menghela napas lega. Ternyata Rafli masih dalam perjalanan meniranaku sebagai mamanya. Menyesal telah berpikir aneh-aneh kalau Rafli tidak menerimaku.

"Kak," panggil Apik. Dia ragu sekali memanggilku.

"Iya Apik. Gak usah ragu begitu. Panggil aja kaya biasanya," hiburku.

"Em, kak Rafli panggil kakak bunda. Apik panggil kakak aja ya? Soalnya mama Apik cuma satu, Papa sama Kakak marah gak?" Tanyanya pelan.

Ku tarik bibir ini. Jangan sampai membuat ekspresi yang bisa membuat Apik sedih, "gapapa. Apik jangan kaku lagi sama kakak ya? Papa gak bakalan marah."

Senyuman di wajah Apik kembali hadir. Wajah yang sempat murung itu kembali berbinar. Apik mengambil buku cerita di samping kasur dan memberikannya padaku.

"Apik mau dibacain cerita gak jadi main malam ini. Apik ngantuk. Kakak mau kan?"

Aku mengangguk. Menerima buku cerita anak dengan senyum mengembang, "mau. Ayok."

Cerita yang begitu mengalir sampai membawa Apik terbang ke alam mimpi. Aku menatap wajah Apik yang tertidur. Damai sekali.

Suara buku yang diletakan juga pensil-pensil yang bertubrukan mengalihkan ku dari wajah tenang Apik. Rupanya Rafli sudah selesai dengan pekerjaan rumahnya. Remaja itu bersiap-siap untuk tidur di kasurnya.

"Rafli ikut band sekolah?" Tanyaku tiba-tiba teringat perkataan Reno di ruang BK.

Rafli yang sudah terbaring miring, merubah posisinya menjadi terlentang. Dia menghela napas kasar.

Tiga Laki-laki Dalam Hidupku [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang