PART 07 : Sifat yang mendewasakan

164 101 17
                                    

"Jadi gimana nih?" tanya Aura menatap mereka bertiga yang masih terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Saat ini mereka sedang berada di kantin kedua yang hanya berisi makanan ringan.

"Buat apa sih Ra, gak penting banget?" ucap Inka sedikit kesal.

"Kok kesal sih, kan gue cuman nanya aja," curiga Aura dengan muka di buat sedikit marah.

"Lo kalau nggak niat temenan sama kita mending nggak usah, Ra," ketus Bianca malas.

"Emang salah kalau gue nanyain itu? Kan gue juga udah jadi bagian kalian?"

"Ya tapi kenapa harus tau soal itu!" marah Bianca memukul meja. Banyak murid yang melihatnya tapi tidak ada y berani menegurnya.

"Yaudah kalau kalian nggak mau..."

"Gue ke kelas duluan," pamit Aura dengan sedihnya yang di buat-buat.

"Buku itu, ada di tas gue." Bianca berucap dengan pelan tanpa berbalik menatap Aura. Lagipula Bianca senang Aura menjadi bagian mereka, apalagi saat melihat gaya Naura yang sangat mencerminkan gadis yang sangat bad girl.

Aura tersenyum miring, rencananya berjalan dengan lancar dengan begitu dia akan lebih mudah menemukan orang yang sudah membully kakaknya.

"Ze, temenin Aura ke kelas ambil buku itu," titahnya.

Zea mengangguk lalu mereka berdua pun pergi ke kelas 11 lantai dua, di kelas Administrasi. Zea mengambil buku berukuran kecil itu dan memberikannya pada Aura. Aura menerima buku kecil itu dengan tersenyum senang.

"Makasih Ze, gue ke kelas dulu." ucap Aura dan berlalu pergi ke kelasnya. Zea mengangguk mengiyakan lalu kembali ke kantin.

Sampainya Aura di kelasnya, senyumnya memudar dan kembali mendatarkan mukanya karena mendengar teman sekelasnya menceritakannya dan menjelek-jelekkan namanya.

"Din, terus lo di apain sama Aura?"

"Gue cuman di ancam doang kok, katanya jangan deketan sama dia soalnya dia nggak suka ada yang deketin dia." ucap Dila tersenyum polos di mata mereka.

"Ck benar-benar dah sih Aura, gue tahu dia cantik banyak yang suka tapi kenapa dia sombong banget yah?"

"Iya, mending kita nggak usah bicarain dia, biarin dia ngemis-ngemis ngomong sama kita," ujar Rani di angguki yang lainnya.

"Kita cukup pura-pura baik aja sama dia."

"Hm, dari awal dia masuk di kelas kita, gue juga udah nggak suka sama dia karena dia dekat sama Daffa,"

"Nggak bisa di biarin tuh, Dil, semua orang kan juga tau kalau lo suka sama dia,"

"Kamu nggak boleh biarin Aura dekat sama Daffa." ujar Dila di angguki yang lainnya.

Aura yang hatinya sudah sangat mati rasa hanya bodo amat memangnya dia peduli? Tentu tidak, dia sama sekali tidak peduli dengan ucapan sampah mereka.

"Mereka bicara seakan tau segalanya." gumam Aura lalu masuk ke dalam kelas tiba-tiba membuat kelas itu seketika hening.

"Masih pagi gak usah ghibah." tegur Aura yang membuat mereka terkejut.

"Nggak ada yang ghibah kok Ra," ujar Rani.

"Pagi Ra." sapa Dina tersenyum manis. Aura menatap datar Dina dan lebih memilih duduk di bangkunya, dan membuka buku yang Zea berikan tadi.

Aura membaca dengan baik-baik nama yang sering mereka bullying mungkin sudah lebih dari 500 lebih nama yang tertulis di dalam buku itu dan lengkap dengan keterangannya. Lalu membaca nomor terakhir yang tertera nama Kinara Zakiyah dengan keterangan sering mendekati Aldino, pacar Inka.

"Kenapa nggak ada nama Luna?" herannya karena nama kakaknya tidak ada di list itu.

"Orang yang sering bully murid-murid di sekolah ini cuman mereka.....Tapi kenapa nama Luna nggak ada?"

"Atau......"

"Ada orang lain?"

"Tapi siapa?"

"HOLA AURA SAYANG." Adel memasuki kelas Aura, membuat murid-murid yang sibuk dengan urusan masing-masing kaget akan teriakan Adel, tapi tidak berani menegur Adel karena Adel kakak kelas mereka.

Aura berdecak kesal lalu segera menyimpan buku itu di dalam lacinya, menatap Adel tajam tapi yang di tatap tajam malah semakin tersenyum.

"Ngapain?"

"Gue cuman mau ke kelas lo aja sih, gabut soalnya." ucapnya dan duduk di samping Aura.

"Ra, lo kenapa diam aja sih!?" cemberut Adel.

"Gue nggak minat jadi teman lo." kata Aura tho the poin. Adel kaget lalu memegang dadanya dengan ekspresi tidak percaya.

"Hiks, Ra, gue itu udah percaya banget sama lo!"

"Dan, gue juga mau temenan sama lo karena lo itu dewasa, pokoknya kita tetap temenan!!"

"Gue suka cewek dewasa kayak lo, pikiran lo jangan kemana-mana tapi....Gue cuman suka dan kagum aja." jelas Adel menatap Aura sedih.

"Jangan percaya gue...Gue banyak lukanya,"

"Dan nggak ada yang benar-benar siap dewasa, kita cuman di paksa sama keadaan."








Girls Without Telling Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang