21. GILA

262 60 8
                                    

Kelima remaja duduk di rerumputan hijau yang jauh dari kawasan vila Abyan maupun kebun teh, pemukiman warga, terlebih puncak yang mungkin bisa dibilang angker sesuai ketakutan Divia karena mayat Nek Ijah yang dibuang ke jurang sana.

Raina, Alen, Divia, dan Dwinka saling pandang, menunggu sampai Irham siap menceritakan apa yang telah lelaki itu ketahui.

Dirasa mereka sudah lebih dari sepuluh menit hanya diam saja, akhirnya Alen berkata, “Lo jadi gak jelasin ke kita apa yang lo tau? Kalo gak, biarin kita cari tau sendiri. Lagian gue gak percaya kalo misalkan lo tau apa yang gak kita tau.”

Irham menatap Alen sedikit tajam, di mana Raina menyenggol sedikit lengan Alen supaya sahabatnya itu tidak menyinggung Irham. Bisa gawat kalau mereka sampai kehilangan informasi walau hanya sedikit.

Lelaki yang diketahui merupakan salah satu dari Geng Libra itu berdeham, lalu memulai ceritanya.

“Awalnya, gue laper. Terus--“

To the point,” pinta Alen. Dia tidak mau berlama-lama juga di luar.

Irham pun menghela napas. Walau sebenarnya ia malas untuk memberitahu karena mereka bermusuhan, tetapi entah mengapa hati nuraninya malah mengatakan hal yang berbeda.

Ya, seperti hatinya itu menyuruh Irham untuk mengatakan apa yang lelaki itu ketahui pada keempat gadis ini. Keempat gadis yang notabenenya adalah musuhnya. Musuh di sekolah karena Libra kalah saing dengan Geng A6 dan Gadis Kembang.

“Gue mau makan, tapi gak ada stok di vila. Niat gue mau ke vila kalian buat minta mi. Tapi pas baru aja mau nyampe, gue lihat bapak penjaga vila, terus cewek … gue gak tau namanya siapa, dan ada dua cowok pake serba hitam. Gue rasa itu dari Geng A6,” ucap Irham yang bercerita tentang apa yang sudah ia lihat.

“Terus, Ham?” tanya Divia yang menyimak.

Irham melipat kedua kakinya bersila terlebih dahulu, lalu menjawab, “Terus mereka ke rumah nenek yang kalian cari itu, di rumah yang persis kalian injak tadi. Gue gak tau apa yang mereka lakuin di dalam, tapi gue ngikutin mereka sampai puncak dan dibuang ke jurang mayat si neneknya. Soalnya pas keluar dari rumah si nenek itu, mereka bawa karung yang di dalamnya, tuh, si nenek. Bahkan ada darah bercucuran, tapi herannya tadi pagi gak ada jejak sama sekali.”

Keempat gadis yang sedari kemarin penasaran itu membelalak tidak percaya.

“Lo gak ngarang cerita, ‘kan, Ham?” tanya Dwinka. Dia menggenggam erat tangan Divia yang kebetulan duduk di sampingnya karena merinding.

Irham memutar bola mata malas. “Gue tau, di sekolah kita musuhan. Datangnya gue ke sini juga karena Leon yang ngajak buat hancurin liburan kalian. Tapi setelah ngelihat gimana seramnya semalam, gue yakin kalo Geng Libra gak bakal bisa ngerusak liburan kalian, karena di antara kalian udah punya rencana tersendiri buat ngerusaknya,” ujar Irham panjang lebar, mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.

Alen menghela napas kasar. Dia sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa karena ini sudah terlalu jauh. Kalau sampai Nek Ijah terbunuh, itu berarti Gea dan dua lelaki yang tidak Alen ketahui siapa sudah tahu kegiatan apa saja yang dilakukan Alen, Dwinka, Divia, dan Raina.

Gadis yang dikenal sebagai bucinan Arga itu pun bertanya, “Kenapa lo ngasih tau hal ini ke kita, Ham? Padahal lo bisa aja milih buat diam dan biarin Geng A6 sama GK mati. Dengan begitu, Geng Libra sama Chillie Queen jadi punya nama buat kepopuleritasannya.”

Alis Alen naik-turun, Irham jadi kicep ditanya begitu. Dia saja tidak mengerti mengapa dirinya bisa mau menceritakan apa yang ia lihat pada mereka.

Toh, Irham bisa saja memilih kabur dan pura-pura tidak tahu-menahu soal ini. Namun, ada ketakutan juga dalam diri Irham yang tidak bisa lelaki itu jelaskan.

13 ANAK REMAJAWhere stories live. Discover now