41.

833 79 23
                                    

Rasya sungguhan datang ke rumah si dokter muda. Bersama ibu dirinya masuk ke halamannya. Di halaman rumah yang lebih luas itu, Rasya menatap suasana keramaian dengan senyum yang terkembang.

Acara 7 bulanan ini meriah juga. Semua kawan Clara datang, juga kawan Saga dan istrinya yang sudah penuh menduduki kursi di halaman samping.

Seorang anak kecil yang mungkin masih berusia 2 tahun berlarian memutari halaman. Di belakangnya, seorang laki-laki muda nampak mengejar. Rasya yang semula melangkah berhenti begitu saja.

"Juan, Ayah capek ngejar kamu. Sini duduk, makan kuenya dulu."

Anak itu menurut, mungkin karena kelelahan juga akhirnya dia ikut duduk di samping sang ayah. Melihat itu, Rasya dengan iseng juga ikut duduk di samping si balita setelah menyuruh ibu untuk masuk lebih dulu.

"Enak ya Ju kuenya?" tanya Rasya, dan dengan polosnya diangguki oleh kedua orang itu.

"Enak, dong. Gratis," jawab ayah dari anak bernama Juan itu.

"Emang enggak berubah, ya? Dari jaman SMA sukanya yang gratisan, mana sekarang diturunin ke anaknya." Rasya membuang napas, lantas menggelengkan kepalanya dramatis.

"Waduh, anda ini siapa ya sok tau banget sama masa SMA saya?"

Lelaki itu mendongak, menatap kesal ke arah Rasya yang justru tengah tertawa nyaring di sampingnya. Sebuah tawa khas yang tentu sangat diketahui oleh orang itu meski tanpa mengarahkan netra.

Terkejut bukan main, laki-laki di samping balita itu hanya sanggup mengedipkan mata tak percaya. "Rasya? Kapan pulang, katanya masih sibuk ngurusin keripik bayam?"

"Apa kabar, CEO Kenzo?"

Melupakan keberadaan si balita sejenak, dua orang dewasa itu berpelukan tepat setelah Juan kembali berdiri dan bermain kembali. Tepukan pada punggung Rasya rasakan, Ken mendekapnya sangat erat sambil tertawa ala bapak-bapak.

"Lo yang apa kabar? Usaha keripik bayam lo gimana?" tanya Ken, yang salah mengetahui profesi Rasya.

Tapi, hal itu terjadi karena ulah Rasya yang membohongi dirinya dan Bima. Rasya bukannya mengaku menjadi seorang abdi negara, dia justru berkata bahwa di Bandung dirinya sedang mengelola usaha keripik bayam yang kurang diminati pelanggan.

"Aman," jawab Rasya lalu tertawa setelahnya.

"Ken, di cariin istri lo, tuh. Bisa-bisanya nongkrong di sini."

Itu suara Bima yang keluar dari dalam rumah. Lelaki berbaju koko itu menggendong seorang bocah, yang Rasya yakini bukanlah anaknya.

"Pinjem bentar, dia mau nostalgia dulu sama gue."

"Rasya? Katanya ribet ngurusin keripik bayam, kok bisa pulang?"

Lelaki itu menurunkan si bocah dari gendongan. Ia biarkan anak kecil itu berlarian bersama Juan. Langkahnya Bima bawa menemui Rasya, kemudian lelaki itu merengkuhnya erat.

"Apa kabar, nih?"

"Baik."

"Usaha keripik bayam lo?"

"Aman, tenang aja."

Ketiganya kembali duduk lesehan di teras, melupakan niat awal mereka datang kemari. Dua manusia di samping Rasya itu lebih banyak membuka obrolan. Mereka selalu bertanya perkara keripik bayam, sementara Rasya yang sebenarnya berbohong hanya terus tertawa sedari tadi.

"Terus kalau lo tinggal ke sini, tuh bayam siapa yang nepungin?"

"Bisa nepungin sendiri, tenang aja," jawab Rasya.

THEATER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang