Kilas Balik: Sandiwara Radio

481 34 0
                                    

Siapa yang menyangka, selesai isya, Permadi benar-benar datang ke posko mereka dengan mengendarai Honda tua peninggalan mendiang ayahnya. Mengenakan kaos biru navy dan celana jeans belel membuatnya terlihat sedikit urakan, macho dan juga tanpa kehilangan pesonanya sebagai pemuda kampung yang tampan.

Budi sampai terpana begitu juga teman-teman nya.

Permadi ternyata beralasan ingin mengembalikan kaos Budi yang dicucinya akibat insiden telur pecah kemarin hari.

"Oh ini toh teman akrab Budi yang baru?" Goda Jaya pada Budi sembari melirik pada Deo. Karena selama ini teman akrab Budi ya si Deo itu.

Deo cuma mencibir pada Jaya lalu pada Permadi dia coba tersenyum ramah.

"Ayo masuk!" Ajak Budi. Dengan kikuk Permadi masuk, sumpah bergabung apalagi duduk ditengah-tengah mahasiswa ini benar-benar pengalaman baru baginya. Seolah-olah dia tengah mengencani seorang gadis yang memiliki abang-abang tukang pukul. Tapi Budi itu kan laki-laki bukan perempuan? Tapi kenapa kesan horornya tetap sama.

"Ini mas Budi, aku mau mengembalikan baju mas" ucap Permadi sambil menyerahkan kresek hitam berisi kaos dan singlet Budi yang telah dicuci bahkan disetrikanya menggunakan pengharum.

"Oh jadi ini yang memperkosamu kemarin Bud?" Ledek Gian pula.

Karuan saja ruang itu riuh oleh suara tawa mereka.

Permadi wajahnya memerah malu, sedangkan Budi pasang wajah masam.

"Perkosa pantatmu itu!" Maki Budi pada Gian. Budi cepat meraih kresek yang diberikan Permadi lalu cepat-cepat dibawanya ke kamar dan menyimpannya ke dalam tas setelah terlebih dahulu memeriksa dan mencium bajunya. Harum dan wangi. Budi jadi senyum-senyum sendiri, entah mengapa dia jadi berbunga-bunga.

Kembali dia mendengar suara tawa riuh temannya diluar kamar yang ternyata kembali menggoda Permadi.

Budi cepat-cepat keluar menemui Permadi.

"Huss kalian jangan kelewatan kalau bercanda. Kasihan tuh Permadi" tukas Budi.

"Kelewatan gimana? Kan kami cuma bilang, mas Budi puas sama 'telur' Madi semalam. Enak dan bikin merem melek" ledek Abi, bahkan pria yang biasanya lebih kalem ini juga ikutan meledek semi jorok.

"Oh mulai pintar kau ya Abi" kesal Budi menahan malu.

"Tau tuh! Padahal dia yang paling banyak makan telur si Madi" Deo kali ini punya senjata, semalam dia telah kenyang diledeki teman-teman nya, sekarang gantian. Ucapan Deo itu langsung membuat Abi terdiam sedangkan yang lainnya ngakak, termasuk Permadi sendiri.

"Katanya telur si Madi bikin nagih" Deo langsung mencecar kembali.

Abi langsung melengos bahkan segera ditariknya Deo, sekejab saja kedua pemuda itu telah saling bergelut kecil.

"Udah Mad, jangan dipedulikan mereka, mulut mereka memang usil. Yok kita keluar saja" Budi menarik tangan Permadi, membawa pemuda itu keluar posko.

"Mau kemana Bud?" Tanya Fatir.

"Keluar jalan-jalan" sahut Budi menjawab.

"Jangan pulang lama-lama. Ingat besok pagi-pagi kita mau ke sekolah" ingat Fatir.

"Siap Ketua" lagi-lagi Budi menyahut, tak lama kemudian suara motor tua menyala. Lalu kendaraan roda dua itu membawa Budi dan Permadi menjauhi posko KKN.

"Malam-malam begini kita mau kemana Mad?" Tanya Budi di belakang sambil memperhatikan rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan yang kebanyakan masih berdinding papan bahkan anyaman bambu. Sederhana dan asri, tidak mungkin Budi menyebut mereka miskin, karena seperti itulah nuansa kehidupan di desa ini, bahagia dalam kesederhanaan. Karena sejatinya, kebahagiaan adalah kekayaan yang tak ternilai harganya.

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Where stories live. Discover now