O3. Kencan

1.3K 118 1
                                    

Mimpi buruk apalagi ini?!

Bahkan demi matahari yang menggelinding, Tatapan wajah seperti apa itu?

Phuwin sudah terduduk dengan tidak cantiknya pada sofa kosong. Bahkan demi katak yang melompat, Phuwin sudah tidak peduli lagi dengan kemeja dan jas yang melekat pada tubuhnya kali ini. "Aku membencimu."

"Aku juga." Pond membalas.

"Aku mau pulang." Phuwin merengek.

Pond berhenti memainkan handphonenya. Mengalihkan pandangan. Menatap ke arah Phuwin yang duduk melorot di sofa. "Kau mau apa?" Pond bertanya.

"Mau pulang." Phuwin menjawab. Mencebikkan bibir dengan tangan sibuk memainkan kancing jasnya.

Rengekan manis. Pond tersenyum sekilas. Ia kemudian memasukkan handphonenya ke dalam saku celana.

Aturan, melihat pasangan yang tengah bertengkar dan pihak lawan merengek, apa yang akan dilakukan selain membujuk pasangannya agar berhenti merengek dan mencari jalan keluar.

Big no, untuk Pond.

Jangankan mendapatkan perlakuan yang layak, ucapannya saja kadang kelewat pedas. Bahkan tak ada yang tahu pasti kenapa mereka terlihat begitu lengket walaupun keduanya selalu melemparkan kalimat yang benar-benar menggores gendang telinga.

"Baiklah, kita pulang." Pond memutuskan.

Phuwin mendengus kesal dan berjalan menuju ruang ganti. Tidak peduli dengan jas yang dengan sengaja dirinya seret di lantai, biarkan Pond membayarnya.

"Bawa dengan benar, aku tidak mau bertanggung jawab." Pond menghentikan langkah Phuwin. Bahkan sangat kasat mata sekali, sejak kapan Pond mengambil alih jas Phuwin?

"Aku tidak peduli, karena..."

Dan siapa yang pintar sekarang?

Pond segera meraba pantatnya. Sial!

"Ini." Phuwin tersenyum penuh kemenangan. Setidaknya jangan pernah lupakan, bagaimana tangan Phuwin yang selalu sembarang menyentuh tubuh Pond. Ya, walaupun tadi itu tidak bisa dimasukan dalam menyentuh.

Pond tengah terdiam. Bukan terdiam dalam arti marah untuk kali ini. Ia terdiam mencari cara agar ia bisa mendapatkan dompetnya kembali. Jadi jangan salah paham untuk itu.

Seperti yang sudah direncanakan beberapa detik yang lalu oleh pikiran Pond, Phuwin baru saja terjungkal ke belakang. Phuwin benar-benar lupa jika jasnya masih setia dipegangan Pond, dan bodohnya dia mencoba berjalan ketika keduanya sama-sama saling berpegangan pada kain yang sama, "Aku pikir-pikir, lebih baik kau menggunakan setelan yang pertama. Selain manis, kau tidak akan terlihat kekanakan, aku tidak mau dibilang menikahi anak kecil."

Manis bukan?

Bahkan Phuwin lupa jika ia sedang marahan dengan Pond yang justru tengah menggodanya dengan rangkulan di pinggangnya dan kalimat hangat. Astaga, ia bahkan lupa jika bumi tengah berputar.

Bukan Pond jika ia tidak bisa mendapatkan kembali dompetnya. Dengan kalimat manis saja, ia sudah mendapatkan dompetnya sekarang. Dan Phuwin? Terdiam membisu di tempat, "Jika kau masih terdiam seperti itu, aku tidak akan mengantarkanmu pulang."

Oke, Phuwin sadar sekarang. Ia kemudian melepas pegangan Pond. Buru-buru memasuki ruang ganti. Menampar pipinya mencoba menyadarkan dirinya.

Mungkin ia baru saja terjungkal dan jatuh pingsan lalu bermimpi, atau mungkin saja ia sedang tertidur. Ah, membingungkan.

Boom! - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang