Bahagia? Ke-1

2.1K 129 0
                                    

Karina membanting ponsel dalam genggamannya ke lantai. Sudah dua minggu Hendrick tidak bisa dia hubungi. Entah apa yang sudah wanita bernama Yasmine itu lakukan pada kekasihnya, hingga Hendrick mengabaikannya selama ini.

Karina tidak suka diabaikan. Apalagi oleh pria yang dia cintai sejak lama. Namun lihatlah dia saat ini. Sudah dua minggu waktu berlalu, tapi dia masih berusaha hingga ratusan kali menghubungi nomor ponsel kekasihnya, walau hanya suara operator yang menjawabnya.

"Hendrick, kamu di mana?" Gumam Karina frustasi. Wanita itu mengacak rambutnya yang sebelumnya sudah kusut hingga semakin berantakan.

"Kamu tidak boleh mengabaikan aku seperti ini," erang Karina frustasi. Karina takut Hendrick berbalik meninggalkannya. Bagaimana jika Hendrick tidak lagi peduli padanya? Bagaimana jika Hendrick lebih banyak menghabiskan waktu dengan istri barunya, dan melupakan keberadaannya? Ketakutan-ketakutan itu selalu menghantui Karina sejak dua minggu yang lalu.

Saat Karina sibuk dengan berbagai prasangka buruk yang memenuhi kepalanya, tiba-tiba terdengar suara dering telepon. Asalnya dari ponsel yang tadi Karina banting ke atas lantai dengan sekuat tenaga.

Karina mengabaikan deringan itu. Namun rupanya si penelepon tidak menyerah meski panggilannya Karina abaikan. Pada panggilan ke-lima akhirnya Karina menyerah dan memilih mengangkat panggilan.

"Iya?" Jawab Karina dengan ketus, tanpa melihat lebih dulu nama kontak yang sedang meneleponnya.

"Karina! Akhirnya..."

Karina mendengus setelah mendengar suara dari seberang sana. Tanpa perlu memastikan pun Karina sudah sangat yakin bahwa yang meneleponnya saat ini adalah Dita—mantan manajernya.

"Kenapa ponsel lo susah banget sih dihubungi? Lo tahu nggak betapa khawatirnya gue? Lo dimana, Riinnn? Dua minggu kemarin lo di mana?"

Sejak hubungannya dengan Hendrick menjadi konsumsi publik, Karina sudah tidak lagi menjadi model. Berbagai brand besar yang telah merekrutnya menjadi brand ambassador produk mereka memutus kerja sama secara sepihak karena skandalnya. Jadwalnya yang dipadati dengan pemotretan dan syuting TVC (television commercial atau iklan televisi) mendadak dibatalkan. Belum lagi agency yang selama ini menaunginya ikut memutus kontrak kerja dengan Karina.

Berhentinya Karina dari dunia model seharusnya sudah cukup menjadi alasan bagi Dita untuk tidak lagi mengganggu ketenangan hidupnya. Karina tidak mengerti kenapa mantan manajernya itu masih saja mengganggu ketenangannya. Namun Karina tidak penasaran dan tidak berniat menanyakan alasan kenapa Dita masih saja mengganggunya dengan berbagai pertanyaan itu.

"Lo mau ngomong apa, Dit?"

"Lo di mana sekarang? Share lokasi lo saat ini, gue susulin lo sekarang juga!"

"Lo nggak perlu—"

"Sekarang, Rin! Sekarang!"

Lalu sambungan telepon diputus begitu saja. Karina menatap sebal ke layar ponselnya yang sudah menggelap. Seharusnya Karina yang memutus sambungan telepon lebih dulu. Itu adalah bagiannya. Sejak kapan Dita berani memutus sambungan telepon lebih dulu? Apa sejak berstatus mantan, gadis itu jadi mendapatkan keberanian untuk memutus sambungan teleponnya?

Karina meletakkan ponselnya ke atas lantai dengan kasar. Gadis itu kembali meringkuk, duduk bersandar ke sisi ranjang sambil menenggelamkan kepalanya ke lipatan kedua kakinya. Kembali merenungi kejadian demi kejadian yang menimpanya belakangan ini.

Karina telah kehilangan segalanya. Karir yang selama ini menjadi kebanggaannya hancur dalam sekejap. Teman-temannya menjauh. Pria yang dia perjuangkan dengan darah dan air mata pun ikut mengabaikannya.

1001 Jalan Menuju BahagiaWhere stories live. Discover now