4️⃣ Sarapan Pahit

4.8K 535 73
                                    

"Mama, tadi Bian di rumah bunda Lusi kasih makan ikan."

"Oh ya? Ada ikan apa saja?"

"Banyak. Satu kolam."

Alisya tertawa mendengarnya.

"Mama tadi kenapa jemput Bian lama?"

"Maaf ya. Mama harus menyelesaikan pekerjaan."

"Kalau tidak selesai, dimarahi sama pak bos yang di luar?"

Ingin sekali Alisya menjawab dengan lantang agar pria yang sedang berada di luar kamarnya itu mendengar. Tidak tau sudah tidur atau belum, Alisya tidak peduli. Alisya sudah sangat capek sehingga tak ingin mendebat lagi ketika bosnya memaksa untuk menginap di rumah sempitnya.

Berulang kali menjelaskan di rumah itu hanya ada satu kamar dan tidak ada barang lain yang bisa dipakainya tidur. Tapi Renan tak bersuara sedikitpun, namun tak juga pergi dari rumah itu. Sehingga Alisya memilih kembali mengabaikannya. Terserah, mau tidur sambil berdiri, sambil kayang juga terserah. Yang penting dirinya sendiri segera bisa tidur.

"Bian Tidur ya? Sudah hampir jam dua belas." pintanya, dia sungguh merasa lelah dan ngantuk. Tapi Bryan masih ingin terus bercerita. Mungkin karena dia sudah sempat tidur di rumah Diah jadi seperti kembali full energy.

Sementara Alisya mulai terlelap di tengah ocehan Brian, di luar kamar itu Renan duduk di sebuah karpet kecil bergambar kartun. Hanya ada itu yang bisa ia gunakan untuk duduk. Alisya jujur soal dia tidak punya ruang tamu.

Suara Bryan yang terus mengoceh tanpa balasan dari Alisya berhasil menahannya untuk tetap diam di tempat duduknya. Berisik, tapi membuatnya tak keberatan sama sekali untuk mendengarkannya.

"Mama, Bian mau pipis."

"Mama!!"

Renan mulai terusik karena Bryan berulang kali merengek namun tak ada balasan apapun dari Alisya. Hingga beberapa menit kemudian terdengar bunyi pintu yang coba dibuka dari dalam namun tidak bisa.

"Mama, kuncinya dua. Bian tidak bisa buka." Terdengar kembali rengekan bocah kecil itu, dan lagi-lagi ibunya tidak menyahut. Sepertinya benar-benar sudah terlelap.

"Mama, mau pipis!"

Kembali Bryan memanggil Alisya, membuat Renan terpaksa beranjak dari tempatnya. Dia teramat ragu untuk memegang handle pintunya. Akan tetapi, ketika terdengar lagi suara rengekan Bryan, mau tidak mau Renan mencobanya membuka dari luar.

"Bryan?" panggilnya, namun bocah itu tidak menyahut.

"Kamu mau apa?" tanyanya lagi.

"Pipis." terdengar jawaban pelan, namun masih cukup bisa ditangkap telinganya.

"Bisa buka kuncinya?"

"Sudah, Pak Bos.  Ada satu lagi, Bian tidak bisa."

Alisya memang mengunci ganda pintu kamarnya. Selain dengan anak kunci, masih ditambah dengan kunci slot sehingga Bryan tak bisa meraihnya.

Renan berdecak kesal. Bisa-bisanya Alisya tertidur lelap di saat anaknya terus merengek ingin ke kamar mandi.

"Pak Bos, Bian mau pipis." Suaranya tidak sepelan tadi bahkan lebih terdengar keras karena dia tidak bisa lebih lama lagi menahan kencing.

"Bryan menjauh dari pintu sebentar!"

Di dalam kamar, Bryan tidak tau apa yang akan dilakukan bos mamanya itu. Namun dia tetap menuruti perintahnya lalu duduk lagi ke tempat tidur.

"Sudah." ucapnya lagi kemudian tak lama dari itu terdengar bunyi dobrakan.

Renan menggunakan kekuatan tubuhnya untuk membuka pintu itu. Hanya dengan empat kali percobaan, kunci slot itu bisa terlepas dan pintu terbuka.

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang