1️⃣6️⃣ Siapa Setannya?

4.2K 514 115
                                    

Perlahan namun terasa berarti. Itu yang Alisya rasakan. Ketenangan hidup yang ia inginkan perlahan mulai terasa. Di sini, jauh dari orang-orang yang ia kenal selama ini membuat hidupnya benar-benar terasa nyaman. Meskipun masih ada ganjalan yang hingga saat ini belum juga hilang.

Tentang Bryan.

Jika ada yang mengatakan hati seorang anak kecil itu sangat peka, mungkin Alisya akan setuju. Dia merasakan sendiri betapa Bryan bisa sepeka itu terhadap Renan. Mungkin memang ikatan darah di antara mereka tidak bisa dihilangkan karena hanya dalam waktu sebentar Bryan sudah sangat dekat dengan Renan.

Sejujurnya Alisya sedih karena terpaksa harus membuat Bryan tumbuh tanpa ayahnya. Tapi demi ketenangan hidup mereka, Alisya memilih jalan itu. Ia yakin, lambat laun Bryan akan terbiasa tanpa Renan, seperti sebelum pria itu kembali.

"Mama, kok om Panji tidak ke sini lagi?"

Alisya yang sedang sibuk memotong kain bakal baju langsung berhenti. Pandangannya berpindah ke Bryan. "Kenapa memang? Biasanya kalau om Panji ke sini, kamu nggak mau ketemu."

Bryan tidak menjawab lagi karena fokusnya kini kembali ke video tyrex yang terputar lewat aplikasi di ponsel Alisya.

Sementara itu, Alisya kembali melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, hanya itu yang menjadi sumber penghasilannya. Membantu ibu pemilik kontrakan yang mempunyai rumah jahit. Kebetulan Alisya pernah mengikuti kursus singkat, sehingga masih lumayan mengingat caranya jika hanya sekedar memotong pola. Belum ada pekerjaan yang cocok. Lowongan yang waktu itu Panji infokan tidak memenuhi syarat. Salah satunya harus single. Dia bingung, masuk kategori single atau tidak. Jadi lebih baik mundur saja.

Sejujurnya, ia sudah mulai berpikir. Sisa uang yang ia miliki semakin terkikis. Bryan sampai belum dicarikan sekolah baru. Harapan satu-satunya untuk menyambung hidup adalah menunggu uang penjualan tanah itu dilunasi.

Memikirkan tentang penjualan tanah, dan ditambah pertanyaan dari Bryan, Alisya langsung terpikirkan Panji. Benar juga, pria itu sudah hampir dua minggu tidak datang sejak kedatangannya yang terakhir untuk mengambil sertifikat tanah. Pesan atau teleponnya juga tidak pernah masuk lagi ke nomor Alisya.

"Mama pinjam hp nya sebentar ya?" Alisya menghampiri Bryan untuk meminta ponselnya agar bisa menghubungi Panji. Namun sudah tiga kali panggilan, tidak ada yang tersambung.

Pikirannya langsung dipenuhi rasa khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan Panji. Dan tidak tahu kenapa, muncul prasangka buruk tentang Renan. Pria itu pernah menunjukkan rasa tidak sukanya ketika Panji menemui Bryan. Entahlah, rasanya susah bagi Alisya untuk tidak curiga pada Renan.

Sejenak dia berpikir, sampai akhirnya muncul rencana dadakan.

"Bian, kita naik kereta lagi!"

Tentu kabar yang segera disambut riang oleh Bryan. "Ke rumah om Renan?"

Alisya mendesah pelan. Rasanya sakit sekali ketika melihat Bryan seantusias itu jika mengenai Renan. Padahal Alisya tidak akan pernah lagi menemui pria itu.

"Tidak. Kita ke rumah om Panji." jawab Alisya yang sukses membuat semangat Bryan lenyap.

Segera Alisya menyelesaikan pekerjaan. Mengabaikan Bryan yang kini berwajah murung dan memilih segera mencari jadwal tiket terdekat.

Nasib baik, dia masih mendapat tiket untuk keberangkatan tiga jam lagi. Segera ia bersiap dan sebelum menuju stasiun, ia antarkan dulu pekerjaannya ke rumah ibu pemilik kontrakan. Berharap bisa mendapat tambahan uang.

"Bu, kok sebanyak ini?"

Harapan Alisya memang bisa mendapatkan tambahan uang untuk isi dompetnya menuju rumah Panji. Tapi dirinya malah dibuat terkejut dengan upah yang diberikan ibu pemilik kontrakan bernama Karim.

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang