09: "Kegantengan Lo?"

347 71 0
                                    

Haris memasuki rumahnya dengan seragam yang masih melekat di tubuh tingginya. Baru empat langkah dari pintu, ia sudah bisa mencium aroma makanan.

Saat kakinya sampai di ruang tengah, ia menemukan saudari kembarnya tengah duduk di sofa dengan memangku bantal sofa. Sedangkan di tangannya memegang semangkuk Bakwan Malang yang dilapisi dengan piring.

"Wihh enak nih," ujar Haris. Lantas tangannya melempar tas sekolahnya ke sembarang arah.

Haris mendadak menyerobot Eliza-kembarannya-hingga gadis itu panik takut bakwannya akan tumpah.

"IHH APAAN SIH? NANTI BAKWAN GUE TUMPAH."

"BAGI DIKIT, EL!"

"GAK MAUU, LO KALO MINTA TUH NGABISIN SEPARUHNYA," balas Eliza yak mau kalah.

"CK, PELIT BANGET." Haris masih tak menyerah untuk meraih mangkuk yang Eliza jauhkan darinya.

Bahkan kini semangkuk bakwan itu sudah diamankan di meja sebelah sofa tempat anak kembar itu ribut.

"Ya ampun, kalian ini bisa gak sih sehari aja gak rebutan sesuatu?" tukas mama dari si kembar yang tengah berkacak pinggang di samping tangga.

"Anak mama nih, pelit banget," adu Haris sambil duduk ke sofa di seberang Eliza.

"Iya gue anak mama, lo anak pungut."

"Husttt masih aja diterusin! Kamu juga, Ris. Jangan gangguin El terus dong," nasihat sang Mama.

"Haris doang nih yang kena marah? Ah, gak seru. Mana gak ada papa lagi."

Iya, biasanya pertengkaran antar anak kembar itu akan menyebabkan dua kubu, kubu Eliza yang dibela sang mama dan kubu Haris yang dibela sang papa.

Sayangnya, jam segini papanya itu masih bekerja.

"Mama udah jatah bakwan buat kamu, ambil aja di dapur sana."

Mendengar hal itu membuat senyum Haris melebar.

Sementara Haris ke dapur, ibu sosialita yang masih terlihat muda itu berpamitan pada anak gadisnya untuk pergi menemui temannya.

"Ketemu siapa sih, Ma?"

"Tante Cantika," jawab sang Mama seadanya.

"Ohhh."

"Ya udah Mama berangkat ya," pamit sang Mama lagi.

"Hmmm have fun, Mama!"

Bersamaan pintu yang tertutup setelah kepergian sang Mama, ponsel yang sedari tadi menganggur di meja kini berdering menampilkan nama kekasih Eliza di sana.

Saat panggilan video itu sudah terhubung, Eliza dapat melihat Jeje-kekasihnya-tengah rebahan di kamarnya.

"Lama banget, yang. Kamu ke mana sih?"

"Orang tuh kalo telepon minimal halo dulu kek," tegur Eliza sambil menyenderkan ponselnya di kotak tisu.

"Wihh bakwan."

"Mau?"

Jeje di seberang sana mengangguk ribut.

"Next time ya, Mang Udinnya udah pergi."

"Kamu mah."

"TELEPONAN TERUS," sahut Haris masih dari dapur.

"JOMBLO JANGAN BANYAK PROTES," balas Eliza tak mau kalah lagi.

"Si Haris, ya?" tanya Jeje yang diangguki langsung oleh Eliza.

"Emang kembaran kamu tuh gak jelas, yang. Kamu inget 'kan? Bulan lalu dia bilang udah move on dari Bella. Taunya kemarin pas liat Bella sama adek kelas, eh dia marah-marah sendiri."

"Adek kelas?"

"Iya, junior aku di basket."

"Terus Haris tau dong?"

"Ya tau, makanya dia marah-marah. Terus dia samperin itu adek kelas sambil diomongin nyelekit gitu dah."

"Nyelekit gimana?"

"Masa katanya dia mau balikan sama Bella."

Eliza hampir menyemburkan kuah bakwannya. Namun karena ia menahannya dan membuat hidungnya seketika perih dan panas.

"Kayak Bellanya mau aja diajak balikan," kata Eliza setelah ia meredakan perih di hidungnya.

"Kamu gapapa, yang?" tanya Jeje yang justru salah fokus.

"Terus aja terus, gibahin gue terus. Anggep aja gue gak ada," hardik Haris yang kini kembali ke ruang tengah dengan semangkuk bakwan juga.

"Lah emang elu tadi gak ada 'kan?" balas Jeje di seberang sana.

Ya gak salah sih.

"Ganti topik aja, yang. Ada orangnya," tambah Jeje lagi.

Eliza menelan gorengan yang menjadi isian favoritnya di bakwan Mang Udin. "Oh iya, aku sekarang temenan sama Viona loh."

"Viona siapa?" tanya Haris dan Jeje bersamaan.

"Jomblo nyamber aja," tukas Eliza. Ia lalu beralih pada layar yang memperlihatkan kekasihnya. "Ya Viona Jane, temen sekelas kamu."

"Kok bisa?"

"Kamu inget Raina temen sebangku aku? Yang mukanya Jepang banget."

Jeje mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, inget."

"Nah, Raina itu ternyata temennya Viona. Jadilah aku dikenalin ke Viona lewat dia."

Haris yang menikmati bakwannya sambil menguping itupun reflek mengambil ponsel Eliza. Ditutupnya telefon yang tersambung antara Eliza dan Jeje.

"LO APA-APAAN SIH? RESE BANGET," sungut Eliza.

"El, ceritain soal Viona dong!"

"Hah?"

Eliza masih berusaha mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh kembarannya itu.

"Kenapa?"

"Apa?"

"Ya elo ngapain kepo soal Viona. Suka?" tanya Eliza random.

Anggukan sekilas dari kepala Haris itu lantas membuat laki-laki itu dihadiahi lemparan bantal sofa dari Eliza.

"RIS!"

"APA?"

"Gue baru aja denger dari mulut Jeje kalo lo mau balikan sama Bella?"

"Kata lo belum tentu Bella-nya mau?" balas Haris dengan santainya kemudian menyeruput kuah bakwan.

"Udah gila kembaran gue nih."

Eliza beranjak lalu merebut ponselnya yang berada di tangan Haris.

"Lo mikir dulu pake otak lo yang gak waras itu, mau Bella atau Viona. Jangan dua-duanya lo embat. Kegantengan lo?"

Setelahnya Eliza pergi membawa mangkuk kosongnya.


-to be continued-

sepi ya...
btw aku rencana mau bikin few tweets si kembar ini di twitter. nanti kalo jadi aku kabarin deh

PUTIH ABU-ABU [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang