Bab 10: Lesha Berniat Pergi?

506 38 39
                                    

Haloooo, kembali lagi dengan Laeli Minu di sini. Terima kasih sudah terus mengikuti kisah ini.

Selamat Membaca.

***

Kemaren Adek kan sudah dandan cantik, tapi kenapa mas Kale gak tertarik, ya?

Lesha masih bertanya-tanya apa kekurangannya hingga sang suami menolak. Ia tidak pernah berpenampilan buruk ketika bersama Kale. Dirinya juga selalu patuh terhadap perkataan suaminya.

Lesha selalu berusaha bangun pagi. Ia menyiapkan sarapan. Memastikan rumah tidak berantakan. Dirinya juga tidak pernah meminta barang mahal. Tidak pula menuntut untuk selalu di sampingnya ataupun mengabari seluruh kegiatan yang Kale lakukan. Apakah semua itu masih kurang? 

Untuk membuktikan bahwa dirinya tidak memiliki kekurangan, Lesha bertanya pada Nayla. Adakah dari penampilannya yang membosankan?

"Nay, emang aku gak menarik, yah?" Sembari menjemur pakaian, lesha sekalian curhat masa sahabatnya itu.

"Maksudnya?" Wajar, dong, kalau Nayla bingung, tanpa tedeng aling aling ditanya seperti itu.

"Semalem Mas Kale nolak aku!" Nada bicaranya meningkat, Lesha juga melempar kaos Kale yang akan ia jemur dengan kasar ke tali jemuran.

"Woy, pelan-pelan ceritanya. Jangan ngegas gitulah," Protes Nayla.

Beberapa kali Lesha mengambil napas panjang lalu menghembuskannya kembali. Bibirnya juga mengencang dengan tangan menyilang di depan dada. “ Ya udah deh aku cerita pelan-pelan kalau gitu” katanya.

Beberapa lama tak ada mendengar sahutan, Lesha kembali memanggil Nayla. "Eh, ceritanya nanti aja gimana? Udah siang, nih, aku harus ke kampus."

"Yah, kok, gitu? Enggak asik, ah." Wajah Lesha sudah memerah, entah karena kekesalannya terhadap sang suamj yang belum disalurkan, Nayla yang tidak jadi mendengarkan ceritanya, atau karena terik mentari yang kian meninggi.

Nayla menjelaskan bahwa dirinya hari ini harus ke kampus untuk melanjutkan bimbingan skripsinya. Sahabat Lesha ini menjanjikan akan kembali mendengarkan curahan hati Lesha nanti sore. Jika diperlukan bahkan Nayla mau datang ke rumah istri Kale tersebut.Mau tak mau Lesha mengiyakan.

Segera Lesha selesaikan menjemur pakaian yang ada. Setelahnya ia duduk di teras. Pandangannya mengedar. Dirinya hanya melihat beberapa rerumputan selain tiang jemuran. Dia juga tidak mendengar suara apapun selain semilir angin yang terkadang menyapu kulit.

Sendirian seperti ini membuat pikiran Lesha mengawang. Dirinya kembali teringat perkataan Nayla sebelumnya yang mengasumsikan bahwa berbagai perubahan yang terjadi pada suaminya dikarenakan perselingkuhan. Ia terus saja menyangkal hal tersebut. Adek harus percaya Mas Kale tidak mungkin seperti itu, kata batinnya.

Sebanyak apapun bukti yang coba Nayla sampaikan untuk membuktikan jika Kale benar-benar berkhianat, Lesha tidak akan semudah itu percaya. 
 

*** 

Selepas asar, Nayla membuktikan janjinya untuk datang ke rumah Lesha. Lesha menjelaskan bagaimana senangnya ketika sang suami pulang tepat waktu. Seperti apa penampilannya hingga keinginannya pasal sunah rasul pasal malam jumat yang ditolak. Sahabatnya itu mendengarkan dengan seksama sembari menikmati suguhan yang sudah disiapkan.

"Kan udah kubilang, Kale itu selingkuh. Masih aja kamu gak percaya, padahal bukti-bukti udah keliatan jelas." Nayla menjawab sambil meramaikan bola mata, jengkel karena Lesha masih juga menyangkal.

"Ya, udah, anggap aja emqng, gitu." Lesha mengehembuskan napas kasar. "Tapi alasannya apa, dong! Aku perlu tahu alasannya!"

"Jadi, kamu terus-terusan nyangka cuma tahu alasan doang?" Nayla tidak percaya Lesha bisa seperti itu. Ia menganggap pemikiran sahabatnya itu konyol. Jika dirinya yang mendapati pasangannya selingkuh, tanpa pikir panjang akan langsung ia putuskan, tidak peduli apapun penjelasannya.

Satu Raga Dua Rasa (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora