Bab 14: Lesha Tak Lagi Kesepian

446 34 40
                                    

Haloooo, kembali lagi dengan Laeli Minu di sini. Terima kasih sudah terus mengikuti kisah ini.

Selamat Membaca.

***

Sudah lebih dari seminggu setelah Lesha bertemu Zami. Ia tidak menyangka pertemuan pertamanya dengan sang kakak kelas akan berlangsung seru. Dia kira hanya akan menyerahkan pesanan, basa-basi sejenak lalu pulang. Ternyata bablas sampai terdengar suara azan Zuhur.

Hubungan Lesha dengan sang suami juga mulai kembali seperti biasa. Ia tak lagi bersikap diam, tapi juga tidak lagi manja. Semua yang dia lakukan atas dasar kewajibannya sebagai seorang istri.

Sekali pun Kale masih pulang malam, Lesha tidak lagi merasa kesepian. Sebab ...

Ting

Pesan masuk dari Zami yang menemani hari-hari Lesha yang sepi. Laki-laki itu tidak bosan mengirimkan istri Kale pesan. Kata-kata manis atau godaan seperti ketika mereka pertama bertemu di kedai kopi kemaren juga selalu dia sisipkan. Entah sadar atau tidak, ia melakukan itu semua terhadap istri orang lain.

Pada awalnya, Lesha hanya menanggapi pesan-pesan yang dikirim Zami sekadarnya mengingat statusnya yang masih istri orang. Ia hanya membalas apa bila mendapat ucapan salam atau ditanya kabar, selebihnya kebanyakan ia balas dengan reaksi emotikon. Namun, beberapa hari terakhir, istri Kale ini mulai menanggapi hampir semua pesan masuk dengan kata-kata lebih banyak. Tak jarang juga ungkapan yang kakak kelasnya itu lontarkan membuahkan senyum di bibir Lesha.

Seperti hari ini.

[Coba aja ke luar pakai seragam SMA lengkap, pasti orang yang liat percaya.]

Tentu saja Lesha tidak terima dibilang seperti masih anak SMA. Ia merasa sudah dewasa, bukan lagi remaja labil. Tapi, semakin disanggah, Zami justru semakin gencar menggoda dirinya. Tanpa sadar, senyumnya terum mengembang dalam penantiannya menunggu suami pulang kerja.

"Adek, kenapa senyum-senyum sendiri? Asyik banget kayaknya sampai suami pulang gak dengar." Tahu-tahu Kale sudah berdiri di ujung sofa yang Lesha duduki.

"Eh, Mas? Waalaikumsalam. " Lesha benar-benar tidak menyadari kedatangan suaminya. Segera ia bangkit dari duduknya untuk mencium tangan sang suami.

Kale kembali menanyakan kenapa istrinya itu senyum-senyum seorang diri. "Gapapa, Mas. Ini teman Adek ada yang lucu," jelas Lesha.

"Temen yang mana? Nayla?" Kale ingin tahu tentu saja.

"Emang teman Adek cuma Nayla? Ada yang lainlah." Lesha tidak terima dikira hanya memiliki Nayla sebagai temannya. Padahal kawan sekolah yang masih bertukar kabar dengannya lumayan banyak, hanya saja jarang bertemu langsung. "Makanya, Mas, jangan pulang malem terus, jadi bisa dengerin cerita Adek setiap harinya ngapain aja." Ia menatap mata sang suami sambil menyilangkan tangan di depan dada dengan bibir mengerucut.

Kale yang tadinya hanya ingin mencari tahu alasan istrinya terlihat bahagia dengan ponselnya justru mendapat serangan balik. Lesha mulai berani memprotes dirinya yang sering pulang malam. Padahal ia pulang malam juga untuk bekerja. Ketika dirinya akan menyanggah argumen tersebut, sang istri bangkit lalu masuk ke kamar.

"Huhh!" Menghela napas sejenak sebelum Kale juga menyusul sang istri.

***
Pada satu siang hari yang cerah, Lesha kembali memiliki janji temu dengan Zami. Kakak kelasnya itu memesan kue kering dengan ukuran kecil, tapi jumlahnya banyak. Zami hanya mengatakan kue tersebut akan di bawa ke suatu tempat, tapi tidak dijelaskan lokasi pastinya. Lesha harus untuk ikut, salah satu pesan yang Zami berikan.

Awalnya Zami akan menjemput Lesha ke rumah, tapi di tolak. Istri Kale ini meminta untuk bertemu di luar saja karena tidak enak jika di lihat tetangga. Seorang istri masuk ke mobil laki-laki tidak dikenal padahal suaminya sedang bekerja. Pasti ada saja yang akan berkomentar demikian.

Lesha menyanggupi ketika Zami mengatakan untuk bertemu di alun-alun kota. Perempuan rasa akan lebih aman seperti itu. Lagi pula mereka bertemu di tempat ramai.

Kali Lesha pergi dengan persiapan yang baik. Pakaiannya sudah ia siapkan sebelumnya. Dirinya mengenakan maxi dress di atas mata kaki yang dilapisi pallazo. Ia tidak mau nantinya di sebut seperti anak SMA oleh Zami jika berpakaian seperti sebelumnya.

Begitu tiba di lokasi, di deretan bangku taman, Lesha bisa sudah bisa melihat keberadaan Zami. Begitu ia mendekat, jelas terlihat kakak kelasnya itu mengenakan celana jin, kaos, dan kemeja yang tidak dikancing. Namun, ternyata Zami tidak sendiri. Ada seorang perempuan berhijab lebar di sampingnya. Apa itu istrinya? tanya batin Lesha.

"Assalamualaikum." Salam yang Lesha ucapkan membuat dua orang tadi tadi terlihat tengah berbincang menoleh dan menjawab uluk salamnya. "Kak Zami udah nunggu lama? Maaf, ya, aku telat." Lesha tidak enak lagi-lagi dirinya yang ditunggu.

"Gak, kok. Emang aku yang datang cepat." Zami menjelaskan. "Kenalin, ini sepupuku, Liliana." Kemudian mengenalkan orang di sampingnya hanya dengan lirikkan mata.

"Halo, Kak. Kenalin, aku adik sepupunya Kak Zami, Liliana. Masih mahasiswa tahun pertama." Perempuan di samping Zami menjelaskan dengan semangat. "Seneng, deh bisa ketemu Kak Lesha langsung. Kak Zami sering cerita soal Kakak tau."

Lesha bingung menanggapi Liliana yang tampak sangat aktif itu. Ia hanya bisa menyebutkan namanya sebagai tanda perkenalan tanpa menanggapi kalimat yang lain. Ketika dia melirik Zami, kakak kelasnya itu hanya balas menatapnya.

Setelah berbasa-basi sejenak, Zami menginstruksikan kedua perempuan di sekitarnya supaya membagikan kue kering yang Lesha bawa. Ternyata laki-laki itu memesan dalam jumlah banyak untuk berbagi. Jika Lesha tau dari awal, pasti akan ia tambah sebagai bagian sedekahnya.

Tiga orang itu segera berpencar menghampiri orang-orang berseragam warna orange, petugas kebersihan kota atau lebih dikenal tukang sapu jalanan. Lesha benar-benar tidak menyangka Zami memiliki ide seperti ini. Ia salut dengan kebaikan hati sang kakak kelas.

"Kak Zami emang sering begini, Li?" Begitu ada kesempatan menghampiri Liliana, Lesha segera mengutarakan pertanyaan itu.

"Iya, Kak. Sejak tinggal di ibu kota Kak Zami sering bagi-bagi makanan. Paling enggak sebulan sekali. Kalau gak sibuk bisa tiap minggu." Liliana menjelaskan.

"Wahhh! Hebat, ya. Pas SMA gak pernah liat dia kaya gitu." Decal kagum Lesha lontarkan kembali.

Setelahnya, mereka lanjut kegiatan bagi-bagi tersebut. Ternyata Zami juga sudah menyiapkan beberapa barang lain yang sudah dikelas dalam tas kertas. Kalau tidak salah lihat, Lesha juga melihat ada amplop putih di dalamnya.

"Titip Kak Zami, ya, Kak? Aku percaya kakak orang baik." Tib-tiba Liliana berkata demikian ketika berada di dekat Lesha. Belum sempat Lesha menanggapi, sepupu Zami itu sudah bergerak menghampiri salah satu orang berseragam oren. Akhirnya, ia juga melakukan hal yang sama.

Liliana sudah selesai membagikan bingkisan yang ada ditangannya kemudian berencana mengambil lagi di mobil Zami. Namun, ia justru melihat kakak sepupunya berhenti bergerak tidak jauh dari tempat terparkir. Dirinya segera berlari menghampiri kakak sepupunya itu.

"Kak, are you, oke? Kesemutan lagi, ya?" Liliana tentu khawatir dengan keadaan kakak sepupunya itu. Tapi yang namanya Zami, kalau sudah berkeinginan sangat susah dicegah.

"Gak, lanjutin aja." Zami menggerakkan dagu ke arah Lesha, beberapa meter di depan mereka.

Bersambung...

***

Terima kasih sudah membaca.

Bagaimana cerita kali ini?

Adakah yang ingin didiskusikan (digosipkan atau dighibahkan)? 😁

Btw, cerita ini udah tamat di KaryaKarsa, loh 😍
Kalau kamu mau cepetan tahu ending cerita ini, langsung gas aja ke sana.
No gantung-gantung Klub dan gak ada gangguan iklan 🤤🤤🤤

Cari aja aku Laeli Minu di aplikasi/web KaryaKarsa atau klik link yang ada di bio, 👌

Terima kasih 🙏😊🤗

Jangan lupa tinggalkan jejak, ya 😁

Satu Raga Dua Rasa (Tamat)Where stories live. Discover now