4. SIKAP KETUA YANG SEHARUSNYA

4.1K 364 53
                                    

Jangan lupa vote duluuu, biar nggak lupa, hehe.

Selamat membaca❤️

4. SIKAP KETUA YANG SEHARUSNYA

Harusnya, kita dulu menahan erat talinya, supaya tidak terputus dan berakhir terpisahkan.

***


Di lapangan utama SMA Mandala penyerangan benar-benar terjadi, puluhan siswa saling berkelahi membela wilayahnya, beberapa menggunakan tangan kosong dan juga senjata tajam. Ketua geng besar di sekolah itu memimpin paling depan melindungi teman-temannya, mengorbankan diri sebagai rasa tanggung jawab atas sikapnya yang belakangan ini kurang perhatian.

Tidak ada yang tahu siapa penggerak di kubu musuh, mereka datang dengan sikap sombong, menuntut hak yang mereka anggap telah direnggut. Namun, maksud dari perkataan mereka sulit dipahami oleh anggota Calveraz karena perbedaan latar belakang dan pemahaman. Keadaan semakin memanas ketika Bumi Pertiwi melemparkan batu ke kaca kelas, memicu reaksi emosional Alvarez yang kemudian mengarah pada pertumpahan darah di lapangan utama.

Ironisnya, dalam tiga tahun terakhir, Mandala tak pernah beruntung, salah satu siswanya pasti ada yang gugur. Kejadian sekarang seolah menekan ingatan mereka tentang bagaimana penyerangan 6 bulan lalu. Kala itu, Gibran menjadi korban penyerangan dan berakhir kritis di rumah sakit.

Alvarez mengeram marah, ia memberikan pukulan bertubi-tubi pada lawannya dan tidak memberi ampun. Saat semua orang saling sibuk mengalahkan, tak ada yang menyadari ketika seseorang berdiri di belakang Alvarez bersiap memukul laki-laki itu menggunakan balok kayu.

"ALVAREZ!" teriak Ghazi, ia langsung berhenti, kemudian sang lawan memanfaatkan waktu meninju rahang laki-laki itu.

Ghazi menerima pukulan keras, yang mengakibatkannya hilang fokus beberapa saat, tapi ia segera bangkit dengan kemarahan yang tak tertahankan. Ghazi membabi-buta siapa saja orang yang ada di hadapannya, dan bergerak melawannya.

"BANTUIN ALVAREZ!" perintahnya pada yang lain.

"1 LAWAN SATU, ANJING!" amuk Cakra tak terima.

Alvarez berada di tengah lingkaran amukkan musuh. Ia berusaha melindungi Jeno yang berada di sampingnya, ia merelakan tubuh dipukuli menggunakan balok kayu dan tongkat bisbol.

Jeno menggeleng sedih. "Rez."

"Tutup mata lo," ucapnya sambil merintih.

"Minggir, gue mau ngehabisin bajingan seperti mereka!"

"Gue-"

"Jangan sok kuat," potong Jeno, dia segera menggulingkan tubuh Alvarez ke samping.

"Brengsek, lo semua nyakitin sahabat gue!" geramnya. Saat melihat Alvarez bernafas tidak beraturan, Jeno dengan sigap menendang kaki salah satu dari mereka lalu mengambil alih balok kayu.

Jeno berteriak keras tepat saat Cakra, Revan dan Ghazi datang membantu. Sekarang lawannya seimbang, mereka tersisa 4 orang terkuat dan masing-masing melawan petinggi Calveraz. Cukup lama melumpuhkan orang-orang itu karena sepertinya, mereka menguasai ilmu beladiri. Ghazi mulai curiga ketika tak sengaja melihat
seragam ke 4 orang itu yang tidak terdapat lambang dan logo SMA Bumi Pertiwi. Kemudian, Ghazi melempar bahasa kode ke arah Cakra lalu keduanya menyimpulkan.

IndeterminableWhere stories live. Discover now