Bab 3

2 0 0
                                    

Sudah 5 hari ini sejak perbincanganku dan Tama tempo lalu, tak terdengar lagi suara Tama yang biasa berseliweran di ruang kerja. Beberapa hari yang seharusnya aku berpartner dengan Tama dalam bekerja pun, digantikan oleh rekan kerja yang lain. Entahlah.. kemana Tama menghilang hingga batang hidungnya tak lagi terlihat di kantor beberapa hari kebelakang.

Hari ini pun, seharusnya Tama yang berada di samping meja kerjaku. Tapi yang ada di sana justru bukan Tama, tapi Kang Dena.

"Hai Seri! Apa kabar?" sapa Kang Dena saat duduk di meja yang menjadi wilayah kerjanya hari ini.

"Eh.. Kang Dena, alhamdulillah baik Kang, sawangsulna?" jawabku membalas sapanya.

"Alhamdulillah..." jawab Kang Dena lagi.

Kami pun melanjutkan pekerjaan yang harus kami selesaikan bersama siang itu. Ruang kerja kami yang berada di lantai 3, lantai paling atas gedung kantor ini terasa lebih panas dari biasanya. Ku lirik AC yang terpajang di dinding atas, pantas saja.. AC nya tak dinyalakan.

"Asa hareudang nya.." celetuk Kang Dena sambil membuka jaket yang dikenakannya. Ternyata Kang Dena juga merasakan gerah yang sama dengan yang aku rasakan sejak tadi.

Aku yang masih tanggung mengerjakan pekerjaanku hanya merespon celetukan Kang Dena dengan anggukan kepala saja.

"Euh.. pantesan panas, AC nya belum nyala," kata Kang Dena yang sejak tadi celingukan mencari sumber gerah di lantai 3.

KLIK. Tit-tit-tit-tit.

Terdengar suara AC menyala diikuti hembusan angin yang cukup sejuk memenuhi ruang kerja kami. Ku lihat suhu AC yang diatur oleh Kang Dena, 20° Celcius. Cukup memberikan kesegaran udara di tengah panasnya Kota Bandung di luar sana.

Tak-tak-tak.

Tak lama setelah Kang Dena mengatur suhu AC, terdengar suara sepatu mengarah ke lantai 3. Ku sempatkan melirik ke belakang kursi kerja yang ku duduki , di sanalah letak tangga yang menghubungkan lantai 2 dan lantai 3. Ku lihat, Pak manager tampak sedang menaiki satu persatu anak tangga dengan pakaian khasnya. Kaos hitam dipadu kemaja merah kotak-kotak yang tak pernah dikancingkan. Membiarkan kaos hitam dengan perut agak besarnya tetap nampak.

"Teman-teman.. hari ini Tama gak masuk kerja dulu yah, dia masih sakit. Jadi tugas Tama hari ini di back up Dena dulu, ok!" Seru Pak manager saat sampai di lantai 3 pada semua karyawan yang ada di ruang kerja, termasuk aku.

'Oh Tama sakit. Sakit apa yah dia?' tanyaku dalam hati.

Setelah memberikan informasi soal Tama, Pak manager memanggil Kang Dena dan mengajaknya berbincang di pantry. Kini aku pun kembali sendiri dan kembali menatap layar komputer di depan ku.

Belum sempat ku letakan jari-jariku di atas keyboard, rasa penasaran mendorongku untuk menanyakan langsung kabar Tama  sebelum melanjutkan pekerjaan. Aku dan Tama sudah saling mengenal sejak lama. Jauh sebelum kami ditakdirkan Tuhan bertemu kembali di perusahaan tempat kami bekerja saat ini. Tepatnya, awal kami berjumpa itu di bangku kuliah. Yah, Tama adalah teman kuliahku. Bahkan kami satu kelas.

Tama sendiri sudah lebih lama bekerja di perusahaan ini. Lebih tepatnya, 4 tahun lalu sebelum kemudian aku menyusul bergabung. Jadi, bisa dibilang, kami adalah teman kuliah sebelum akhirnya menjadi rekan kerja.

Ku rogoh Handphone yang tadi sempat ku simpan di dalam laci meja. Ku cari nama Tama di list riwayat chat Whats App. Nah, ketemu.

25 Juni 2020

Seri
Kata Pak manager, Tama sakit.. semoga cepet sehat lagi ya Tam.. Pantesan aja terkahir ketemu keliatan lemes

Tama
Doain aja biar cepet sembuh Ser..

Apakah Dia Jodohku? (Part 1)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant