Bab 4

3 0 0
                                    

Seminggu kemudian.

"Teman-teman.. hari Jumat sore nanti, salah satu Supervisor dari perusahaan kita akan menjadi pembicara dalam seminar kewirausahaan di daerah Cihampelas. Buat yang senggang, boleh hadir yah untuk mendukung rekan kita," seru pak Manager kepada semua orang yang sedang bekerja di lantai 3.

"Siapa pak?" tanya Kang Dena singkat yang memalingkan wajahnya dari hadapan komputer ke arah pak Manager. Aku yang tengah duduk istirahat di sofa pun turut menghadapkan wajahku ke arah pak Manager.

"Tama," jawab Pak Manager.

'Alhamdulillah Tama udah sehat lagi,' gumanku dalam hati.

Saat itu, pikirku tiba-tiba memunculkan memori-memori saat aku berdialog dengan Tama, baik secara langsung ataupun melalui chat di aplikasi WhatsApp. Aku merasa, baru kali ini dalam seumur hidupku, ada seorang laki-laki yang berhasil mempengaruhi pikiranku. Tidak hanya soal urusan pekerjaan saja, tapi juga tentang sudut pandang hidup sebagai hamba Allah.

Ya, Tama yang aku kenal dulu adalah seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja, tidak banyak bicara soal Allah dan Islam. Tapi Tama yang ku kenal sekarang adalah Tama yang lebih baik dari yang aku kenal dulu.

"Aku belajar untuk lebih baik seperti kalian berdua," ujar Tama beberapa waktu lalu padaku dan Hifni di sebuah cafe dekat tempatnya bekerja. Percakapan tersebut terjadi sebelum aku bekerja di perusahaan tempat Tama bekerja.

Tama mengenalku dan Hifni sejak kami satu kelas di bangku kuliah. Aku dan Hifni dikenal orang sebagai alumni pesantren yang sudah lebih banyak memiliki ilmu dan pemahaman tentang agama Islam. Sedangkan Tama, ia merupakan lulusan SMA pada umumnya. Padahal, aku sendiri merasa ilmu agamaku masih sangat sedikit dan jauh dari kata baik.

"Apa yang membuat kamu memutuskan untuk berubah menjadi seperti sekarang Tam?" tanya Hifni pada Tama sambil sesekali mengocek-ngocek minuman ice coffelate yang ada dihadapannya.

"Yah.. ada suatu peristiwa yang Allah terjadikan dalam hidupku. Peristiwa itulah yang menjadi titik balik untuk aku memerbaiki kehidupanku,"

"Tapi.. kenapa ya Hif, saat aku sudah berusaha untuk meninggalkan circle pertemananku yang menurutku kurang baik, Allah seperti mendekatkan mereka lagi ke dalam hidupku?" tanya Tama sambil mengerutkan kening.

Kami berdua pun terdiam, seolah pertanyaan itu terlontar dari mulut Tama tanpa memerlukan jawaban.

Kejadian sore itu bersama Tama dan Hifni, ku kira akan menjadi pertemua terakhir kami di tahun itu. Sebab, setelah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja, kami sudah jarang berkabar karena berbeda urusan.

Ternyata, berselang dua bulan dari pertemuan kami sore itu, aku diterima kerja di tempat Tama bekerja, tanpa pernah ku rencanakan sebelumnya. Semuanya seolah sudah diatur dengan cermat, tanpa perlu menunggu persetujuanku. Ada kuasa diluar kuasa diri. Ada kehendak diluar kehendak diri.

Sejak saat itulah, aku kembali bertemu dengan Tama. Sebuah pertemuan yang semakin intens, hampir setiap hari, dalam satu pekerjaan yang sama.

Semakin sering bertemu, semakin sering bertukar pikiran, semakin sering ada di kondisi berdua saat bekerja dalam satu ruangan yang sama, semakin akrab, tak terasa, rasa kagum pada diri Tama muncul di dalam hatiku. Kagum dengan perubahan dirinya yang lebih baik, Allah minded, rosul minded, dan jiwa leadership dalam dirinya.

Untukku, dengan karakter perempuan yang rusuh, keras kepala, tak mau kalah, caranya menasehatiku dengan perangai yang santai, kalem, sedikit banyak membuatku bisa menerima nasehatnya. Dan baru kali ini aku bertemu dengan karakter laki-laki yang nasehatnya bisa kuterima.

Ditambah lagi, di sela-sela kami bekerja, terkadang Tama mengajakku berdiskusi soal pemahaman suatu hal dalam Islam. Seperti misalnya, saat ia membahas tentang jual beli paling menguntungkan adalah melakukan jual beli dengan Allah.

Siang itu, situasi ruang kerja di lantai 3 tengah ramai. Semua kursi terisi oleh para pekerja yang sibuk dengan pekerjaanya, termasuk aku dan Tama. Saat itu kami duduk agak berjauhan, terpisah dua kursi rekan kerja kami.

"Aduuuh rugi nih kalau jual barang beli satu gratis satu. Harusnya gak usah dikasih gratis satu biar untung kita lebih banya," ujar Yopi memulai pembicaraan.

"Yaaa.. itukan salah satu strategi marketing bro biar produk kita cepet habis juga walaupun untungnya gak terlalu banyak," saut yang lain menimpali.

"Jual beli untuk urusan dunia memang akan selalu ada untung dan rugi. Gak mungkin untung teruus bro! Cuma jual beli sama Allah aja yang gak bakal rugi," komentar Tama sambil terus mengetikan jari-jarinya di atas keyboard komputer. "Ya kan Ser?" tanya Tama tiba-tiba sambil memalingkan wajahnya ke arahku.

Aku yang tetap menatap komputer di depanku sambil mendengar perbincangan mereka merasa terpanggil secara mendadak.

Butuh waktu berpikir untuk merespon pertanyaan Tama. Karena aku tidak terlalu mendengarkan apa yang Tama katakan.

"Ya, gimana Pak Tama?" tanyaku balik menatap ke arahnya.

"Transaksi paling menguntungkan itu adalah melakukan transaksi dengan Allah, melakukan jual beli dengan Allah. Ya kan?" tanyanya lagi.

Akupun terdiam sejenak. Tak menyangka, Tama bisa memiliki pemahaman seperti itu.

"Oh ya.. betul," jawabku singkat.

"Ada di Al Quran surat apa ayat berapa ya Ser, lupa aku?" tanya Tama lagi.

'Aduh.. aku juga lupa... lagi. Udah lama aku mendengar penjelasan guru ngaji soal ayat itu, astagfirullah..' gumamku dalam hati.

"Hehe aku lupa juga Tam," jawabku sambil berusaha mengingat-ngingat.

Setelah itu, tak ada lagi pembicaraan di ruangan itu, semua kembali sibuk bekerja. Sebenarnya, akupun tidak terlalu banyak membahas soal agama saat bekerja, karena khawatir ada sebagian orang yang kurang nyaman dengan obrolan tersebut. Tapi saat Tama, sebagai atasan kami yang memulai terlebih dahulu, akupun siap menanggapi dengan keilmuanku yang dangkal ini.

Saat kejadian hari itu, setelah pulang ke rumah, akupun bergegas mencari ayat yang sempat ditanyakan Tama soal transaki jual beli yang paling menguntungkan yaitu transaksi jual beli antara manusia dengan Allah. Ternyata ada di surat as-Shaf ayat 10 dan 11.

Pada ayat 10 disebutkan, "Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?"

Kemudian ayat 11, "(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui."

Bersambung...

Apakah Dia Jodohku? (Part 1)Where stories live. Discover now