Bab 6

0 0 0
                                    

Kamis sore...

Sepulang kerja, aku sudah berencana untuk datang ke kosan tetehku untuk bersilaturahmi seperti biasa. Tetehku ini adalah kakak tingkat satu jurusan semasa kuliah. Hubungan kami sangat dekat sejak aku kuliah di tahun pertama. Bahkan sampai hari ini aku sudah bekerja pun kami masih sering berjumpa, membuat projek bersama, bertukar pikiran, berdiskusi, sampai membicarakan tentang calon pasangan hidup.

Usia tetehku ini tiga tahun di atas ku. Namanya Aca. Sudah banyak laki-laki yang mendekat kepadanya, namun belum ada satupun yang Allah takdirkan menjadi suaminya. Terkadang akupun mencoba menjodohkannya, namun belum ada yang berhasil. Hehe.. aku yakin Tuhan punya rencana terbaik untuk hidupnya.

"Beres Ser?" tanya Tama dari kursi kerjanya yang melihatku bersiap untuk pulang.

"Alhamdulillah beres dong.." jawabku sambil membenahi letak tas gendong yang sudah bertengger di punggungku.

"Langsung pulang?" tanya Tama lagi.

"Em.. engga sih. Rencananya mau mampir ke kosan teh Aca dulu,"

"Ooh.. salam yah buat teh Aca," ujar Tama yang juga kenal dengan teh Aca.

"Oke," jawabku sambil mengacungkan jempol kananku lalu bergegas menuruni tangga untuk meninggalkan Tama serta beberapa rekan kerja yang masih bertugas di lantai 3 seperti biasa.

"Hati-hati Ser!" kata Tama.

"Siaaap.. makasih. Duluan semuanya..." ujarku berpamitan.

***

Sesampainya di kosan teh Aca, akupun langsung membuka pembicaraan dengan menyampaikan salam Tama yang tadi dititipkan saat di tempat kerja.

"Teh, ada salam dari Tama," kataku sambil membuka jaket dan meletakkanya di kursi yang aku duduki.

"Wa'alaikumsalam," sahut teh Aca yang tengah berjalan membawa minuman dan duduk di depanku.

"Ini diminum dulu!" kata teh Aca lagi sambil menyodorkan minuman yang dibuatnya ke arahku. Kusambut gelas itu dari tanganya dan kuletakkan di atas meja di depanku.

"Makasih teh.."

"Iya.. sama-sama. Oh ya.. kemarin kayaknya teteh lihat status instagram Tama, besok dia jadi pembicara di seminar gitu ya Ser?"

"Oh iya bener teh.. kemarin kata pak Manager di tempat kerja, yang luang waktunya diminta dateng ke sana teh. Seri libur sih.. tapi gak mau dateng sendiri. Em.. teteh mau nemenin gak? Hehe"

"Em... Besok sore yah.. kayaknya jadwal teteh kosong sih.. em.. boleh deh ayok! Nanti jemput teteh yah di kosan..!"

"Oke siap tetehku," kataku bersemangat. "Eh teh, gimana kalau aku jodohin teteh sama Tama, teteh mau gak? Dia sekarang pemahaman agamnya udah lebih baik loh teh.. bisa kali.. hahahaha," tanyaku dengan nada setengah bergurau setengah serius.

"Eeeeh.. kenapa jadi kesitu?"

"Iya teh.. ikhtiar aja dulu gitu.. siapa tahu berjodoh ya kan.. kalau bukan jodoh, berarti ikhtar cari yang lain hihi,"

"Yah terserah Seri aja lah teteh mah.."

"Ya udah nanti Seri coba usahakan ya teh.. tenang aja.. marwah teteh sebagai perempuan tetap Seri jaga kok insya Allah. Ya.. belajar dikit-dikit seperti perjodohannya Siti Khadijah dan Nabi Muhammad he.."

"Bener yah.. eeeh tapi teteh gak mau ah, masa Tama??"

"Gak apa apa atuh teh.. kriterima pertama ceklis nih, laki-laki seiman yang sedang belajar memahami agamanya,"

"Ah tau ah," ucap teh Aca sambil bersiap-siap. Kami berduapun keluar dari kosan teh Aca dan pergi menggunakan motorku menuju mall Bandung Indah Plaza atau BIP.

Kami berdua memang sering menghabiskan waktu bersama untuk berbagai urusan. Saat sedang bersama seperti saat ini, ada banyak cerita kehidupan yang saling dibagikan. Terkadang, ada rencana hidup di masa depan yang kita bicarakan, termasuk soal jodoh dan kriteria suami yang diinginkan.

Aku sedikit banyak tahu tentang kriteria suami yang diinginkan oleh teh Aca. Waktu itu, dia pernah mendeskrisikannya kepadaku.

"Kalau kriteria teteh sih, yang pasti agamanya baik seperti yang disarankan Rosul, terus gak ngerokok kayak bapak teteh, berjiwa leadership, kulitnya hitam manis," tutur teh Aca suatu hari saat membahas soal kriteria suami yang diinginkannya.

Kalau menyesuaikan kriteria itu, memang tidak sesuai dengan diri Tama sih.. Tama perokok dan berkulit putih. Tapi hal-hal seperti itu masih bisa kami pertimbangan jika agamanya baik. Sebab kami meyakini bahwa sebaik baik calon suami, calon imam, calom pemimpin adalah dia yang baik agamanya.

Sebelumnya, aku sudah pernah coba menjodohkan teh Aca dengan laki-laki yang membuatnya tertarik. Namun ternyata, takdir Allah berkata lain, laki-laki yang teh Aca maksud sudah memiliki calon istri. Akhirnya, perjodohan itu pun tak ku lanjutkan.

Dan masih ada kisah perjodohan lainnya yang aku usahakan untuk teh Aca, agar ia bisa segera menemukan jodohnya dan bisa menyempurnakan setengah agamanya dengan menunaikan ibadah menikah. Lagi-lagi semuanya belum berhasil. Tapi aku yakin.. Allah sudah menyiapkan pasangan terbaik untuk memimpin dan menemani hidup teh Aca, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

"Ser.. mau parkir dimana?" ujar teh Aca memecah pikiranku.

"Oh di belakang BIP aja ya teh.." jawabku.

Ku arahkan motorku ke tempat parkir motor  yang terletak di belakang mall. Setelah mendapatkan lahan parkir yang masih kosong, segera kuparkirkan motorku dengan baik di sana.

"Turun dulu teh!" pintaku pada teh Aca.

"Oke."

Setelah motor dan helm terpakir dengan rapi, kami pun bergegas masuk ke dalam mall dan melanjutkan perbincangan tentang banyak hal. Satu hal yang kami yakini, perkara jodoh selalu menjadi misteri. Hanya Allah yang Maha Tahu. Kita manusia tinggal konsisten untuk berprasangka baik pada Allah dan berprasangka baik atas segala rencana Allah untuk hidup kita, yang tak pernah kita tahu.

Bersambung..

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Apakah Dia Jodohku? (Part 1)Where stories live. Discover now