Tidak Sengaja

20 19 12
                                    

Pagi ini, alarm tidak menjerit-jerit untuk membangunkan pria pemalas yang biasanya masih lengket dengan kasur. Ditemani suara kicau burung yang masih bersedia terbang ke sana ke mari untuk menghirup udara pagi yang bersih, Ardi membantu Pasya membuat bom asap. Keduanya tampak fokus, meski yang berkontribusi paling banyak tetaplah Pasya, Ardi hanya banyak bertanya dan menunda pekerjaan mereka.

"Wah, Bang Pasya memang keren banget. Aku baru tahu kalau bahan-bahan rumah tangga kayak gini bisa jadi bom asap. Cocok untuk melawan KDRT," terang Ardi kagum yang malah mendapat lirikan aneh dari Abangnya.

"Kamu mau aku KDRT apa gimana?"

"Cuma contoh, Bang. Contoh."

Burung-burung yang menghiasi langit biru perlahan menghilang seiring asap-asap kendaraan bermotor memenuhi oksigen. Keramaian mulai hilir mudik ke telinga dan cahaya matahari kian menyengat panasnya. Racikan bom asap yang terbuat dari gula pasir dan kalium nitrat sudah siap dieksekusi, Pasya menyerahkan pekerjaan itu pada adiknya, sedangkan ia akan mengurus sisanya.

"Bang, biar aku aja yang ke rumah Yuri, ya ... jujurly agak takut buat nyalai bom asapnya. Ntar kalo gagal gimana?"

"Di, kamu meragukan racikanku? Kubakar aja kamu pakai asap ini!"

"Ish, Bang Pasya dari pagi marah-marah mulu."

"Ya udah, nurut aja kalau gitu. Biar aku yang nangkap malingnya. Biar warga juga tau kalau aku tidak di rumah, mereka akan berpikir kamu kesulitan menangani api sendirian, warga akan membuat kehebohan di apartemen kita. Ini bisa menggiring pencurinya ke rumah Yuri."

Ardi mengentak-entakkan kakinya seperti anak kecil yang merajuk. Ia merasa selalu dibodohi oleh Abangnya. Namun, analisis yang baru saja diberikan juga sangat masuk akal. Menangkap maling itu tidak menutup kemungkinan terjadinya pertengkaran, adu pukul, dan baku hantam. Ardi lebih tidak bisa menangani hal itu daripada asap atau api sekalipun. Lagi-lagi, ia menyetujui saran yang lebih terdengar seperti perintah.

"Aku akan ke rumah Yuri setelah ini, tunggu pesan dariku lalu bakar racikan yang udah kita buat. Pastikan warga berdatangan dan membuat keramaian di sini, bertingkahlah panik atau apapun untuk menambah kekacauan."

"Yang bener aja, Bang."

"Ya itu udah bener, Ardi!"

"Iya iya, beres deh pokoknya." Kini Ardi berjalan menuju kamarnya, berada di dalam sana selama beberapa menit, kemudian keluar sambil memanggil nama Abangnya.

Pasya berbalik badan dan langsung mendapati adiknya melemparkan selembar kain kecil padanya. Yang benar saja, Ardi melemparkan dalaman kepadanya. Namun, gerakan reflek membuatnya menangkap benda tersebut. Mukanya yang garang kini berubah menjadi kesal setengah jijik. Segera ia pegang dalaman tersebut dengan ujung jarinya, seakan sesuatu akan mengontaminasi jika disentuh terlalu banyak.

"Nggak ada kantong apa gitu? Bisa dikira aku malingnya kalo bawa benda ini di sepanjang jalan tanpa kantong," gerutu Pasya yang menanyakan kantong, padahal dirinya sendiri juga yang mencarinya. Sampailah ia menemukan tas kertas kecil, memasukkan benda itu ke dalamnya. Diletakkan tas tersebut di atas meja, lalu ia masuk ke kamar untuk mengganti baju kerja.

Sebenarnya hari ini Pasya sudah meminta izin ke atasan untuk tidak berangkat ke kantor dengan alasan Ardi bermasalah dan harus pergi ke kampus untuk mengurusnya. Namun, rencana ini akan lebih lancar jika ia berpura-pura berangkat kerja, sehingga tetangganya akan mengira hanya ada Ardi di rumah yang akan kesulitan menangani kebakaran sendirian. Berakhirlah ia menuju rumah Yuri untuk memasang umpan si maling.

Beberapa kali Pasya mengetuk pintu apartemen Yuri, tapi tidak ada pergerakan sama sekali. Tidak mungkin wanita itu pergi tanpa kabar sedangkan mereka tengah merencanakan sesuatu. Ia ketuk lagi pintunya, lalu mencoba memutar kenop pintu yang ternyata tidak dikunci. Terpaksa Pasya masuk untuk mencari keberadaan Yuri.

"Yuri, kamu di rumah? Kenapa tidak mengunci pintu? Kamu di mana, Yuri?"

Masih tidak ada jawaban, kaki Pasya melangkah lebih jauh. Langkah demi langah membuatnya semakin dekat dengan sebuah pintu. Dalam waktu sepersekian detik yang tidak disadari, pintu itu terbuka hingga membuat Pasya kaku tak bisa berkutik. Sosok wanita muncul dari baliknya, memakai handuk kimono yang talinya melonggar. Ya Tuhan, sungguh Pasya tidak sengaja melihat dadanya. Rupanya wanita itu juga tidak menyadari keberadaan Pasya karena fokus mengeringkan rambut dengan handuk yang berukuran lebih kecil.

Di detik berikutnya dua orang itu sama-sama sadar, mata mereka bertemu beberapa saat. Yuri berteriak lalu merapatkan kimononya sambil berbalik badan. Begitu juga dengan Pasya yang langsung memejamkan mata dan membalik badannya.

"Aku ... aku akan keluar dulu."

Yuri menyela cepat, tapi setengah mati ia menahan gugup dan malu. Dengan nada tinggi ia berkata lantang, "Siapa yang menyuruhmu keluar?"

🔥🔥🔥

Bersambung ...

hayolohhh pasyaaaa, bersoda sekaliiii ....

btw, malam ini harus ngebuttttt, harus selesai pokonyaa

WARNING: Api dan PencurianKde žijí příběhy. Začni objevovat