Aksi Menangkap Maling

20 18 9
                                    

Dentingan terdengar dari ponsel milik Ardi, sebuah pesan dari Pasya menyembul di layar, mengatakan bahwa umpan telah dipasang dan sekarang saatnya untuk membakar bom asap. Lima buah bom asap berbentuk lingkaran berdiameter 4 sentimeter mulai dibakar oleh ardi satu persatu. Asapnya perlahan memenuhi ruangan dengan percikan-percikan api berwarna ungu yang terkesan indah jika saja ini bukan sebuah bom rakitan. Ardi mengira benda ini akan menimbulkan bahaya, ternyata hanya kabut abu-abu pekat dan tebal yang menutupi pandangan dan membuat napasnya sesak karena menghirup terlalu banyak. Bom asap ini sedikit mirip dengan asap warna-warni yang digunakan sebagai estetika pengambilan foto atau video.

Bom asap terakhir belum berhasil dinyalakan oleh Ardi, tetapi dirinya sudah tidak kuat dengan asap tebalnya. Untung saja seluruh ventilasi sudah terbuka, tekanan bagi paru-parunya tidak begitu tinggi. Meski begitu, Ardi tetap harus segera turun, menyelamatkan saluran pernapasannya dan berpura-pura minta tolong pada warga sekitar.

Tidak seperti biasanya, hari ini kompleks apartemennya cukup sepi. Ardi mulai berteriak, tapi sepertinya tak ada yang mendengar. "Aku harus heboh seperti apa?" kata Ardi frustrasi. Ia berjalan ke sekitaran untuk mencari beberapa orang sambil terus berteriak. "Tolong, rumahku‒"

Belum selesai Ardi merampungkan kalimat yang diteriakkannya, ia mendapati seorang pria berpakaian hitam-hitam, mengenakan masker dan topi yang senada sedang berdiri di hadapannya dengan aktivitas yang tidak normal. Pria itu membawa sebuah ketapel, melontarkan kerikil kecil hingga mengenai selembar kain yang dijemur di balkon. Benar, itu balkon kamar Pasya. Ardi langsung merutuki Abangnya yang sangat bodoh karena telah menjemur pakaian dalam di balkon. Sedangkan pria itu tentu saja malingnya, sudah memungut dalaman Pasya dan hendak menghilang dari sana.

Ardi memandangi ponsel yang digenggamnya sejenak, bingung antara langsung mengejar malingnya atau harus mengabari situasi yang sudah berbalik ini pada Pasya. Sedangkan warga mulai berkerumun, salah langkah sedikit, bisa-bisa maling itu hilang dari pandangannya. Ah, persetan, kejar aja dulu, batin Ardi.

Setelah memasukkan ponsel, Ardi berlari tanpa ada suara sehingga ia langsung bisa menangkap maling itu. Tentu tidak mudah karena Ardi menerima perlawanan yang cukup kuat. Ia menduga bahwa maling ini sudah sering berkelahi daripada dirinya yang hanya banyak rebahan sambil bermain gim. Ardi berusaha membuat maling itu tersungkur ke tanah dengan cara mendorongnya, tetapi tenaganya tak cukup kuat. Maka, diinjaknya kaki maling itu keras-keras hingga ia mengerang kesakitan. Inilah kesempatan untuk menjatuhkan maling tersebut. Setelahnya, Ardi sudah berada di atas tubuh si maling. Masih menimbang apakah ia harus memukul malingnya?

Terlambat, Ardi sudah kena pukul pinggangnya dan si maling sudah berhasil keluar dari jeratan. Kejar. Itu satu-satunya cara yang terpikirkan setelah melihat malingnya mulai menjauh. "Maling! Berhenti, Bajingan!"

Maling itu sangat gesit masuk ke gang-gang sempit, terus berlari untuk memperpanjang jaraknya dengan Ardi yang mulai kewalahan mengejarnya. Tanpa diduga, ada seorang bocah yang melintas di depannya. Sontak Ardi berusaha berhenti sebelum menabrak bocah itu dengan tubuhnya. Naas, ia tak bisa menyeimbangkan diri dan terjatuh tepat di hadapan si bocah.

Dengan polosnya bocah itu berkata, "Makanya jangan lari-lari, Kak, jadi jatuh, kan!" Kemudian meninggalkan Ardi sendirian.

Pria itu bertambah frustrasi dengan mengacak-acak rambutnya. Napasnya yang tersengal-sengal masih ia paksakan untuk meneriaki orang-orang. Rencana ini tidak boleh gagal. "Siapa pun, bantu tangkap dia. Orang itu maling celana dalam. Tangkap cepat!"

Keadaan Ardi tak cukup baik, ia merasakan nyeri di kakinya. Merasa bahwa waktu tidak boleh terbuang sia-sia, ia segera menelfon Pasya untuk memberi kabar. Berharap keadaan ini bisa terkendali seperti yang telah mereka harapkan sebelumnya.

🔥🔥🔥

Bersambung ...

satu bab lagi, terakhiiirrrr ....

WARNING: Api dan PencurianWhere stories live. Discover now