Kakak Ipar

25 18 20
                                    

Di sinilah mereka berdua, duduk di lantai balkon dalam diam sambil mengawasi keadaan. Harap-harap cemas dengan rencana penangkapan maling. Ditambah canggung akibat kejadian tak mengenakan beberapa puluh menit yang lalu. Sungguh Pasya tidak memiliki niat sengaja dan ia memang bersalah karena langsung masuk tanpa izin. Jika diingat, ia merasa bahwa dirinya sangat bodoh.

"Yuri," panggilnya gugup. "Itu, yang tadi aku nggak sengaja."

"Memangnya kamu liat apa aja tadi?"

"Semua."

"APA MAKSUDMU DENGAN SEMUA?"

Bodoh bagian dua, kenapa Pasya malah menjawab 'semua'? "Bu-bukan begitu, ma-maksudku ... aku hanya melihatmu. Ah, bodoh sekali diriku. Tidak-tidak, aku hanya melihat kamu pakai handuk."

Yuri mendekat pada Pasya, semakin mendekat hingga wajah mereka hanya terpisahkan beberapa senti saja. Tiba-tiba tawa kecil lolos dari bibir wanita itu, tubuhnya juga ditarik menjauh lagi. "Coba lihat, muka kamu merah banget kaya tomat, hahaha." Sontak pria itu memegangi kedua pipinya yang memang terasa menghangat. Ini sangat-sangat memalukan, Pasya sampai memejamkan mata beberapa detik saking kesalnya terhadap diri sendiri.

"Sudahlah lupakan, aku tau kamu tidak sengaja. Atau, sekarang kamu memikirkan hal lain?"

"Hal lain? Seperti apa?"

Seru sekali menggoda pria dewasa yang polos ini, Yuri mengedipkan sebelah matanya nakal. "Seperti melihatku lagi, dengan lebih jelas." Wanita itu mulai menatap Pasya, membuat pandangan pria di hadapannya terkunci padanya. "Katakan, apa kamu mau?"

Tiba-tiba ponsel Pasya berdering, tetapi pandangannya masih tak teralihkan dari tatapan Yuri. "Katakan, Pasya, kamu mau nggak?"

"Mau." Dalam sepersekian detik Pasya sadar, kemudian ia memukul sisi wajahnya pelan. "Bukan, bukan, maksudnya aku mau angkat telfon."

Lagi-lagi Yuri menertawakan kepolosan Pasya. Pria dewasa ini ternyata sangat tidak berpengalaman. Ia melihat wajah tampan pria itu dengan saksama, benar-benar sempurna. Rahangnya tegas, matanya hitam, surainya sedikit berantakan, dan alisnya seperti ulat bulu. Kalau tersenyum benar-benar membiusnya, tetapi kali ini tidak ada senyuman, justru ekspresinya berubah menjadi keterkejutan.

"Ada apa? tanya Yuri."

"Malingnya melakukan aksi di apartemenku, tapi dia bisa lolos dan kabur. Kemungkinan ke arah jalan menuju ke sini. Aku akan turun untuk mengawasi."

"Kenapa malah jadi seperti ini? Aku ikut kamu turun."

"Jangan, kamu tetap di sini dulu. Akan kupanggil jika aku butuh bantuanmu."

Yuri mengangguk setuju, sedangkan Pasya beranjak keluar dari apartemen dan turun ke jalanan. Pasya mengingat setiap detil yang dikatakan oleh adiknya, pakaian serba hitam, termasuk masker dan topi yang dikenakan oleh si maling. Dan sialnya, kenapa malah celana dalam miliknya yang dicuri.

Sebuah gerobak sampah menyebrang di jalanan tersebut, didorong oleh seorang pria tua yang melemparkan senyum. Pasya yang celingukan di pinggir jalan membalas senyuman pria tua itu. ia membalikkan badan untuk menjelajahi sekitar dengan matanya yang tajam.

Gubrak ....

Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakang. Gerobak sampah itu sudah terguling dengan isinya yang berceceran ke mana-mana, rupanya ditabrak oleh seseorang yang sedang berlari. Orang itu memakai pakaian serba hitam. Pasya menggelengkan kepalanya melihat ulah orang-orang yang selalu tidak fokus dengan sekitar. Baik penabrak maupun pria pendorong gerobak itu sama-sama terjatuh di tanah dan terlihat kesakitan.

Tunggu, orang berpakaian serba hitam? Itu malingnya.

"Maling bodoh!" tukas Pasya. Ia segera menjerat maling itu di bawah tubuhnya, ia duduki maling itu dan memberikan satu bogem. Dirabanya beberapa saku si maling dan mendapatkan selembar kain‒celana dalam miliknya.

Saat Pasya lengah, maling itu memanfaatkan kesempatan untuk membalikkan tubuh lawannya. Kini Pasya berada di bawah tubuh si maling. Sial, kini ia mendapat lebih dari satu pukulan.

"Memangnya kenapa? Kenapa mencuri pakaian dalam bisa dianggap bodoh? Aku mendapat kesenangan dari semua ini."

"Dasar sosiopat! Gila!"

Bugh ....

Satu pukulan mendarat lagi di wajah Pasya, darah mengalir dari sudut pipinya. Kepalanya juga terbentur dengan aspal yang membuatnya merasa sangat pusing. Pandangannya mulai kabur disertai efek kunang-kunang yang melingkupi. Telinganya bisa menangkap adanya keramaian yang mulai bertambah, dan ia kesulitan untuk melawan lagi.

Sebilah benda mengkilat mendarat di bahu si maling, hampir menempel di lehernya. "Hentikan aksimu atau ucapkan selamat tinggal pada kepalamu, Bung!"

Yuri muncul dengan dua pedang di tangannya, satu ditodongkan pada maling tersebut. Tentu hal ini membuatnya takut, bisa saja itu benar-benar pedang yang bisa menebas lehernya di detik yang tidak pernah disadari. "Angkat tanganmu, polisi akan datang sebentar lagi! Jika kamu berusaha kabur atau memberontak, aku nggak akan segan untuk memotong lehermu seperti hewan kurban."

🔥

"Terima kasih karena telah membantu kami dalam menangkap pencuri pakaian dalam itu dan menghentikan teror kebakaran yang disebabkan olehnya," tutur seorang polisi.

Yuri yang duduk di samping brangkar segera berdiri dan menanggapi, "Terima kasih kembali, Pak. Kami percayakan pada kepolisian untuk membereskan sisanya."

Polisi itu mengangguk. "Oh iya, pedang itu ...."

Tertawa kecil, Yuri kembali menjawab, "Itu hanya properti cosplay, Pak. Bukan senjata tajam, jadi tidak perlu khawatir."

"Baiklah, kami tidak akan mengganggu pasien lagi. Semoga Anda bisa cepat pulih, Pak Pasya. Kami undur diri."

Keduanya tersenyum saat dua polisi tersebut meninggalkan ruang tempat Pasya dirawat. Mendadak Ardi muncul tempat setelahnya dengan wajah panik dan langsung mececar Pasya dengan seribu pertanyaan.

"Maaf, Bang. Aku nggak bisa datang lebih cepet buat bantu. Malah Bang Pasya berakhir kaya gini."

"Tenang, semua sudah teratasi. Untungnya aku dibantu oleh Yuri beserta dua pedang saktinya," terang Pasya sambil tersenyum.

"Wah, Yuri memang yang paling terbaik. Terima kasih sudah menyelamatkan Abangku."

"Kamu panggil aku apa? Yuri? Panggil aku kakak ipar!" pungkas Yuri ketus sembari berjalan cepat keluar dari ruangan.

Sementara Ardi berusaha mencerna perkataan Yuri, ia mengalihkan pandangan pada Pasya. "Apa-apaan ini? Kenapa jadi berubah romansa? Jelasin, Bang!"

Pasya hanya tersenyum, meringis, memamerkan deretan giginya yang putih rapi. Ekspresinya menyiratkan bahwa, aku dan Yuri memang selayaknya bersama.

🔥🔥🔥

akhirnyaaaa....

selesai sudahhhh kisah Pasya, Ardi, dan Yuri

huaaa, mau menangiiissss. post bab ini di dua menit terakhir yang menegangkan.

thanks to all member of RAWS community yang sudah support dan mampir ke cerita ini untuk menyapa. maaf banget karena belum bisa mampir ke semua lapan kalian.

tetap semangat yaa, love. semoga event ini jadi langkah awal produktivitas kita.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WARNING: Api dan PencurianWhere stories live. Discover now