Part 13 | Hafalan

808 42 5
                                    

Assalamualaikum

Sebelum membaca ada baiknya tinggalkan jejak kalian dengan vote dan komen!!

Jangan jadi readers Silent nulis susah guys!!

Happy Reading!

****

Di kediaman rumah Hafidzah. Kini pasutri itu sedang duduk di ruang tamu bersama dengan keluarga Hafidzah. Suasana cukup hening karena tidak ada ucapan yang keluar dari bibir mereka.

Zaid meneguk ludah sendiri sangking gugupnya dirinya. Zaid merasakan hawa yang tidak enak kala Elano sang Ayah mertua menatapnya terus menerus tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ih, kok diem-dieman gini sih?" celetuk Hafidzah kala merasa dirinya tidak nyaman dengan suasana hening ini.

"Khm, Zaid ikut Ayah ada yang mau dibicarain!" ucap Elano beranjak dari duduknya.

Zaid menghela nafas sejenak lantaran sangat gugup, ia pun berdiri dan berjalan mengikuti langkah Elano.

"Apasih yang mau di bicarain? Main rahasia-rahasia an aja, emang penting ya?" julid Hafidzah.

Arsyila menepuk pelan lengan sang putri yang asal bicara. "Heh, nggak boleh gitu," tegurnya.

"Dih, Kakak ini ck ck ck," julid Ibra sang adik.

"Apa lo?" Hafidzah menatap tajam kearah Ibra namun hal itu bukan membuatnya nampak seram tapi lucu.

"Apasih sinis amat." Ibra pergi meninggalkan ruang tamu tersebut menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Kini Zaid berada di ruang tengah bersama dengan Elano. Zaid duduk di hadapan Elano, ia menunduk tak berani menatap sang mertua.

"Ada apa Ayah?" tanya Zaid gugup.

Elano menghela nafas sejenak sebelum berkata. Melihat hal tersebut Zaid semakin gugup, sepertinya pembicaraan ini penting hingga berbicara secara empat mata.

"Zaid, Hafidzah kan masih kelas satu SMA, Ayah pengen Zaid jangan dulu buat Hafidzah hamil ya. Bukan ayah egois dan melarang tapi ini demi kebaikan Hafidzah. Hafidzah masih terlalu muda untuk menjadi ibu, Ayah ingin kamu bimbing dia dulu sebelum menjadi seorang ibu. Jadikanlah pemikirannya dewasa hingga ia benar-benar berhasil mempunyai sosok seorang ibu."

"Maafin Ayah ya, walaupun sekarang Hafidzah bukan lagi tanggung jawab Ayah, tapi dia masih menjadi putri kecil kesayangan Ayah. Sampaikan kapanpun Hafidzah tetap jadi putri kecil Ayah walaupun nanti dia sudah menjadi seorang ibu. Jagalah dia seperti saya menjaganya dari masih janin, jangan menyakitinya. Saya tidak akan pernah rela jika seorang menyakitinya."

"Insya Allah, Ayah," ucap Zaid menunduk.

"Ayah percaya padamu Zaid." Elano menepuk pundak Zaid pelan seraya tersenyum.

Setelah kedua orang itu berbincang secara empat mata, kini mereka berdua kembali ke ruang tamu dimana semua orang berkumpul disana.

"Nak kamu disini nginap atau pulang?" tanya Arsyila kepada Zaid yang baru saja duduk di hadapannya.

"Tidak Bunda, Zaid dan Hafidzah nanti pulang sore," jawab Zaid.

"Baiklah."

Setelah menghabiskan waktu bersama dengan keluarga Hafidzah, tak terasa sore hari pun datang. Seusai sholat ashar, Zaid dan Hafidzah bersiap-siap untuk pulang.

Kini Zaid dan Hafidzah tengah berpamitan kepada Elano dan Arsyila. Zaid menyalami punggung tangan Arsyila setelah berpamitan kepada Elano.

"Kapan-kapan kesini lagi ya, sekalian menginap disini!" Arsyila menepuk pundak Zaid pelan seraya tersenyum.

Z A I D (ON GOING)Where stories live. Discover now