Chapter 23

9.2K 589 16
                                    

27 Mei 2023

•••

Setelah mendengar cerita ayahnya, Yayang mengerti kenapa Pika sebegitu takutnya dengan dunia luar, dunia luar yang menyiksa batin dan berimbas pada fisiknya. Lalu siapa sangka, dia anak salah satu kepercayaan ayahnya. Yayang kaget, tentu saja.

"Terus, apa yang bakalan kita lakukan kepada mereka?" tanya Yayang, ada emosi campur aduk di sana.

"Kamu mau melakukan apa?" Sang ayah bertanya balik, ada senyuman yang entah apa maksudnya di sana.

Yayang terdiam, di satu sisi itu kolega ayahnya dan tak pernah bermasalah, di sisi lain mereka ... pertanyaan ayahnya pasti menginginkan Yayang mengambil keputusan sendiri.

"Kalau Daddy jadi kamu, Daddy akan menyerahkan itu semua langsung pada kekasih kamu. Pada Mommy." Ayahnya tersenyum lebih aneh lagi. "Karena ini ... soal mereka."

Benar.

"Daddy ada jadwal, pikirkanlah baik-baik." Sang ayah menepuk bahu Yayang yang terdiam, sebelum akhirnya berjalan pergi meninggalkan sang putra, masih hanyut dengan isi kepalanya.

Yayang akan mengatakan itu, nanti, setelah Pika siap. Saat Pika siap, maka otomatis dia siap, tak boleh gegabah melakukan sesuatu.

Dan sekarang, tugas Yayang hanyalah satu, melindungi Pika. Mendengar segala yang diutarakan sang ayah ini pun semakin membuat Yayang lebih ingin menjadikan tubuhnya tameng agar Pika tak lagi disakiti.

Pria itu berjalan pelan, menuju kamar kekasihnya yang masih terlelap, pasti sangat kelelahan. Pria itu menarik kursi yang tersedia di sana, tepat di samping Pika, duduk, dan memandangi gadisnya. Yayang pula menarik lembut selimut agar tubuh sang kekasih tetap dalam keadaan hangat.

"Selamat tidur, ya, Pika." Mengusap puncak kepala Pika, Yayang pun melipat tangan di depan dada, bersandar di kursi dengan nyaman kemudian memejamkan mata.

Tertidur bersama kekasihnya.

Pagi tiba ....

Pika melenguh pelan, perlahan ia membuka mata, dan mulai tampak objek di depannya. Apa itu papan? Atau mobil Yayang kah? Tapi warnanya terang. Saat pandangan lebih jernih, Pika sadar ... dia berada di sebuah kamar!

Pika spontan membuka mata agar lebih jernih sembari mengumpulkan nyawanya yang bertebaran ke sana kemari. Sebelum akhirnya, menaikkan tubuh agar terduduk. Dia memang di sebuah kamar, tetapi kamar yang asing, dan siapa sangka ada Yayang di sana yang tidur dalam posisi duduk.

"Yaya--" Pika diam, tak melanjutkan kalimat, Yayang kelihatan sangat tenang tertidur meski dalam posisi duduk.

Namun, Pika sadar, memang nyaman tidur begitu? Harusnya dia di kasur saja, Pika tak masalah, ini kasur yang luas dan Pika tak punya pikiran negatif soal kekasih terhangatnya itu.

Omong-omong, ini di mana ya? Apa ini ... rumah orang tua Yayang? Astaga! Sudah pagi juga, terlihat dari jendela yang tersedia di sana. Kenapa Yayang tak membangunkannya? Mereka sudah sampai kan ini? Astaga ....

"Pika." Pika menoleh, tampak ternyata Yayang sudah bangun, pria itu agak menguap dan meregangkan badan kemudian menatap hangat sang kekasih. "Kamu sudah bangun, gimana tidurnya?"

"Yayang ... kita ...." Pika menatap sekitaran. Ada kesenduan di wajahnya. "Kita di rumah orang tua kamu?"

"Iya, di rumah orang tuaku." Yayang menjawab seadanya.

"Yayang, kenapa kamu enggak bangunin aku, aku ... aku jadi malu, masa datang ke sini dan aku gak nyapa orang tua kamu," kata Pika, seperti mau menangis.

"Tenanglah, Pika. Orang tuaku gak masalah, kok. Mereka tau kamu lelah, aku juga lelah, mereka pun juga capek kita baru sampai tengah malam." Dengan hangat, calon suaminya itu menjelaskan, dan Pika sedikit melega.

Benar juga.

"Aku gak ganggu, kan?"

"Enggak, kok." Yayang tertawa, menyisir anak rambut Pika ke belakang lehernya.

"Terus, aku ... bisa ke sini?"

"Aku gendong."

"Uh, maaf nyusahin kamu, aku berat ...." Pika lumayan berisi meski tak seperti dulu.

"Enggak, kok." Yayang tersenyum manis, pun mengusap puncak kepala Pika. "Ayo kita bersihin diri dulu, abis ini kita sarapan bareng Dad sama Mom."

"Sarapan ...." Pika sedikit gugup.

"Iya, kamu gak papa, kan?"

"Aku gak papa, aku pasti bisa!" Pika menyemangati dirinya sendiri.

"Benar, kamu pasti bisa. Nanti pembantuku bakalan datang membawakan perlengkapan mandinya, itu kamar mandi." Yayang menunjuk pintu di ruangan itu. "Aku ada di ruang seberang, panggil aku kalau ada apa-apa."

Pika mengangguk, Yayang pun berdiri dan beranjak meninggalkannya, meski demikian Yayang sesekali menoleh guna memastikan kekasihnya baik-baik saja. Benar, ini rumahnya, aman damai tak akan diganggu siapa pun.

Pika terlihat nyaman.

Saat Yayang hilang dari pandangan Pika, Pika berusaha mengumpulkan keberaniannya yang terbang ke mana-mana. Rasanya amat gugup, tetapi ia harus kuat, orang tua Yayang menyukainya kan? Jadi diri sendiri dan tak malu-maluin.

Sip!

"Halo, kamu sudah bangun?" Sebuah suara terdengar di ambang pintu, Pika menoleh dan melihat sosok yang ada di sana segera berdiri dan hormat.

Jelas, karena bukan pembantu yang datang, melainkan Nyonya Ramayang, ibunda Yayang, yang ia jelas lihat di foto. Mirip, dan lebih cantik dari gambar.

Wanita itu setengah abad, tetapi tetap segar bugar dengan kulit kencang, ia melangkah mendekati Pika bersama perlengkapan mandi di tangannya.

Perlengkapan mandi?!

"Mm ha-halo, Tante--"

"Mommy, memang Yayang tak mengajari kamu manggil calon mertua Mommy? Masa Tante, sih. Mommy sedih tau." Siapa sangka, nada suara ibunda Yayang penuh manja dan sayang. Pika terkejut karenanya sekaligus takut.

"Ma-maaf, Ta--Mo-Mommy." Nyaris kelepasan.

"Huh ... Yayang pasti gak banyak ngajarin kamu, ya, Pika Sayang. Tapi, gak masalah, nanti kamu terbiasa dengan keluarga ini." Oh ibunda Yayang memang serba tahu tentangnya. "Ini, perlengkapan mandi kamu, plus pakaian kamu, Mom yakin kamu akan terlihat semakin cantik dengan pakaian itu." Ia menangkup kedua pipi Pika dengan gemas. "Dah, Sayang. Don't make Mommy wait too long. Love you."

Setelah menyerahkan itu semua ke tangan Pika, ibunda Yayang segera pergi dari hadapan. Pika terdiam di tempat, membeku, setelah akhirnya menangis.

Tangisan bahagia.

Tak pernah dia merasakan kasih sayang dari orang tua, sehangat itu.

Apa orang tua Yayang akan menyayanginya ... sesayang itu?

Oh, dia harus bergegas, tak mau membuat orang tua Yayang menunggu, Pika segera mandi, membersihkan diri, kemudian memakai pakaian yang diberikan calon mertuanya. Melihat dirinya sendiri di depan cermin, Pika seakan lupa apakah benar ini dia? Pakaian yang dipakainya kelihatan elegan, natural, dan indah.

"Nah, udah Mommy tebak kan? Tinggal sedikit polesan ke wajah, sini Mommy bantu." Pika nyaris terlonjak karena siapa sangka ibunda Yayang ada di depan pintu lagi.

"Mommy ...."

"Yes, Dear. Ayo kita kejutkan calon suami kamu." Ibunda Yayang tertawa hangat dan Pika seketika kehilangan rasa gugupnya, gadis itu tersenyum bahagia.

Dia membiarkan sang calon mertua memoles wajahnya, sambil melihat proses di depan cermin.

Oh, ini sungguhan dia?!

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

ISTRI NOLEP [B.U. Series - Y]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang