Bab2. Leo dan mimpinya

126 73 71
                                    

APA KABARR???

HARI INI MELELAHKAN? TENANG, BESOK LEBIH LELAH, WKWK.
.

HAPPY READING BUBB❤️❤️

"Leo.. papa tidak setuju"

Robekan kertas tersebar di lantai kamar Leo. Robekan-robekan kecil itu juga mematahkan hatinya. Suara kertas yang disobek oleh Ryan memenuhi gendang telinganya. Ryan mengacak-acak seluruh alat lukis yang Leo miliki.

"Papa mau kamu belajar buat jadi ilmuwan! Bukan jadi pelukis gak berguna begini!"

"Leo gak mau pah!"tolak Leo.

Tamparan keras yang selalu Leo dapatkan setiap harinya cukup membuatnya mati rasa, mati rasa akan rasa sakit.

Leo mematung, menatap punggung Ryan yang kini telah hilang tertelan jarak. Tangan yang bergetar sebisa mungkin mengatur kembali kekacauan yang ada di kamar ini.

"Kaluna aja yang jadi ilmuwan pah kalau mas Leo gak mau. Biar mas Leo jadi pelukis"

Gadis kecil itu membuat hati Leo perih, gadis yang membelanya setiap Ryan melayangkan beberapa tamparan. Kali ini, terdengar lagi pembelaan gadis itu.

Decitan pintu kamar terdengar, bersama masuknya seorang gadis cilik berusia 14 tahun itu. "Mas Leo.. gak papa?"

Leo menggeleng, dia hanya tersenyum dan merentangkan tangannya, memberi ruang untuk adik kecil itu memeluknya.

Aroma vanilla menyapa halus penciuman Leo, aroma yang selalu Leo kenal. Aroma yang selalu menenangkan Leo.

"Mas Leo, nangis aja gak papa"

"Guru Luna bilang, Laki-laki boleh kok nangis, kita harus ngasih ruang juga buat kesedihan. Wajar kok nangis itu."Kaluna berucap.

"Gak usah sok tegar"

Tamparan kecil Kaluna berikan pada orang di depannya.

Leo membalasnya dengan sebuah jitakan kecil di kepala Kaluna "Gak usah sok bijak"

"Emang gue bijak"balas Kaluna.

"Gue lebih lama hidup ketimbang lo"Leo menimpali.

Kaluna menggeleng cepat "Bukan masalah berapa lama hidup, tapi masalah pola pikir"Imbuh Kaluna lagi.

"Pengalaman gue lebih banyak, Lun"Leo menghela nafas panjang "Gue lebih bisa mikir tindakan apa yang bakal gue ambil

"Bodoh"

"Pengalaman hidup lo dibanding pola pikir gue, jelas menang gue, mas"

Pikirannya mengawang, mengingat apa yang diperdebatkan oleh ia dan Leo saat itu. "Lo aja gak mikir tindakan apa yang lo ambil"

Angin menyibak rambut cokelat milik Kaluna, matanya menatap benci ke arah pantai di mana Leo ditemukan tewas. "Lo yang bodoh, atau Lia yang manipulatif?"gumamnya.

Sejak malam itu, Kaluna benar-benar membenci pantai. Membenci pasang surut. Membenci suara ombak yang berisik. Angin yang mengganggu. Dan banyak nya orang di sana. 

Sore ini, Pantai itu terlihat sepi. Kaluna duduk jauh dari genangan air yang luas itu. Memandangnya benci. Segalanya di sudut pantai, ia membenci itu. Serta gadis yang memeluk erat tubuh Leo di malam itu.

"Kalau Lia bener-bener sayang sama lo, kenapa Lia tega?"

Pikirannya berawan, ia tidak menemukan titik cerah sedikitpun. Tentang apa yang baru saja ia temukan- tentang sebuah buku, tentang Lia, di setiap halamannya. Kaluna sempat tersentak beberapa menit setelah menatap kenyataan yang ia temukan di kamar Leo.

CELENGAN RASA (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang