• Ayah

1.2K 177 27
                                    

Jangan lupa vote dulu sebelum scroll yaaa..


.....


Ceklek!

Suara pintu tertutup membuat laki-laki yang tengah tidur terusik. Ia menggeliat pelan lalu membuka sedikit matanya yang berat untuk mengecek sebelahnya.

Sudah kosong.

Yang keluar barusan adalah sang ayah. Mata Sagara masih terlalu berat untuk terbuka, mungkin efek baru bisa tidur hampir jam 3.

Sagara duduk di tepi tempat tidur, menumpu sikunya di kedua paha kemudian menutup wajahnya. Ia benar-benar masih ngantuk, tapi sensasi dingin yang berasa dari AC membuatnya bergidik.

Dengan mata yang setengah terbuka Ia mencari-cari keberadaan remot AC, benda itu tergeletak di buffet dekat jendela.

Dengan malas Sagara menghampiri buffet dan mematikan AC tersebut. Ia akan melanjutkan tidur lagi setelah membuka gorden beserta jendela agar angin dan cahaya dari luar bisa masuk.

Dari atas sinilah Sagara bisa melihat rumah-rumah besar dan juga jalanan yang masih sepi pagi ini.

Pria berambut acak-acakan khas bangun tidur itu melihat siluet seseorang yang naik motor di jalan sana. Itu Marvin. Ia tersenyum seraya mengamati sang adik yang menerima helm dari orang yang ia yakin supir ojek online.

"Adek gue udah gede, ya. Dulu Marvin kalo mau ke mana-mana selalu minta anter. Sekarang pergi ke luar kota aja udah berani sendiri." Ia bernostalgia tentang masa lalunya.

Bayangan Marvin kecil sangat lucu di mata mereka. Dulu Sagara sering sekali menggendong Marvin biarpun tubuh adik bungsunya itu terbilang berat.

Baru saja ingin kembali ke tempat tidurnya, suara benturan yang amat keras membuat Sagara reflek menutup telinga. Matanya membelalak sempurna begitu melihat tubuh sang adik terpental hingga terbanting ke aspal.

Jantungnya berdetak tidak karuan. Nafasnya mendadak sesak. "M-Marvin..."

ᴛʰᵉ ᴀᶜʰⁱˡˡᵉˢ

Entah Tuhan sedang menghukum keluarganya atau bagaimana Sebasta tidak tahu. Pria empat anak itu menangisi nasibnya yang begitu buruk belakangan ini.

Perusahaan mengalami kerugian. Dan kini belum ada satu minggu, Marvin mengalami kecelakaan hebat yang membuat putranya kritis karena tengkoraknya mengalami keretakan dan hematoma. Kondisi yang sangat parah untuk korban tabrak lari.

Dokter yang menangani Marvin tidak bisa memprediksi kapan laki-laki itu akan bangun mengingat kecelakaan fatal yang dialaminya. Untuk hidup saja Marvin di bantu oleh alat-alat mengerikan yang dimasukkan ke anggota tubuhnya.

Basta sampai tidak sanggup melihat keadaan putranya yang mengenaskan seperti itu.

Kini Sebasta menarik diri dari keramaian termasuk dari keluarganya. Basta duduk bersandar di depan toilet laki-laki. Tempat yang sepi dan pas untuk ia menumpahkan segala tangisnya. Ia memeluk kakinya yang terlipat di depan dada.

Suara tangis hebat yang ia keluarkan untuk kedua kalinya setelah pemakaman Bunda selesai beberapa tahun yang lalu. Basta benar-benar hancur. Stres pun tidak bisa di tolong.

Dengan wajah yang memerah, ia mendongakkan kepalanya dan menghantup-hantupkan belakang kepalanya ke dinding yang menjadi sandarannya saat ini. Tak peduli dengan rasa sakitnya, justru ia melakukan itu agar penat di kepalanya segera hilang.

"Basta!" Seseorang berpakaian formal berlari dari ujung koridor dan bersimpuh di samping Basta, tangannya menahan kepala belakang Basta agar tidak melakukan tindakan bodoh itu lagi.

The Achilles •Local VerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang