I'm Oke

179 43 16
                                    

Hai, aku kembali membawa part yang panjang. So, sebelum baca, cari dulu tempat ternyaman menurut kalian, asal jangan pelukan suami orang. Pelan-pelan aja bacanya. Gak bosan aku buat ngingetin kalian selalu vote dulu sebelum baca.
Aku saranin bacanya sambil dengerin lagu ini.

Aku saranin bacanya sambil dengerin lagu ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oke, happy reading ya.

"Kamu ... pulang ke sini?" Najma terlonjak kaget karena mendengar suara yang mirip 'dia yang sangat tidak ingin Najma temui untuk saat ini.

"Kenapa dia ada di sini," batin Najma.

Saat derap langkah 'dia menghampiri. Najma memilih menutup mata. Najma tidak ingin melihat wajah 'dia yang menyebalkan saat ini. Dia tidak ingin mempermalukan diri sendiri di depan keluarga Ibunya.

"Najma, muka kamu pucat? Kamu gak papa kan?"

"Kak Erik!?" Setengah tak percaya Najma melihat pemandangan di depannya.

Sosok laki-laki tinggi dengan setelan denim dan topi di kepala. Bagaimana Najma bisa membandingkan Kak Erik dengan 'dia. Najma merutuki kebodohan dalam hati. Bodohnya Najma. Tidak mengenali suara Kak Erik dan malah menyangka itu suara 'dia. Mereka memang bersaudara tapi mereka beda.

"Kenapa berdiri di luar terus, ayo masuk."

Najma baru menyadari ketidakhadiran Ayah tirinya yang tadi berdiri di depannya saat Kak Erik menarik masuk ke dalam rumah.

Mungkin Om masuk pas aku ngobrol sama Kak Erik. Pikir Najma.

Kak Erik terus mengoceh. Bertanya ini-itu sama Najma. Sampai mereka berpisah ke tujuan kamar masing-masing. Karena arah kamar mereka berbeda.

Di rumah Ayah, Najma punya kamar. Di rumah Ibu juga Najma punya kamar. Tapi kamar-kamar itu tidak bisa memberikan kehangatan pada hati Najma. Tidak jauh beda hanya seperti ruang sempit yang terus menghimpit rasa sakit Najma. Di ruang itu juga Najma sering menahan sesak yang menyeruk. Meskipun tidak ada definisi fungsi kamar seperti pada umumnya, tapi Najma juga berterimakasih karena ruangan itu yang membantu menyembunyikan luka.

Saat masuk kamar Najma dapat merasakan betapa dingin kamar ini. Kamar yang mungkin tidak disentuh selama Najma tidak ke sini. Kamar yang merindukan pemiliknya. Apa benar kamar ini miliknya?

Najma merebahkan tubuh di ranjang. Dia menatap langit-langit. Gak ada yang istimewa di sana hanya ada lampu yang menggantung dan plapon berwarna putih pucat. Kamar itu seperti sedang mendeskripsikan penghuninya, sepi juga tidak berwarna.

Beginilah rasanya punya dua kamar dengan atap yang berpisah. Tidak ada yang nyaman. Lebih baik aku hanya punya satu kamar di satu rumah dengan pemiliknya yang tak berpisah.


Raga Najma mungkin di sini, di kamar. Tapi fokusnya sedang ada di tempat lain. Dia sedang mengingat sosok Kak Erik.

Kalau untuk mendeskripsikan. Jujur saja Najma bingung Kak Erik itu orang yang seperti apa. Kak Erik usianya sekitar 25 tahun, gatau juga umur pastinya soalnya Najma juga tidak terlalu dekat. Nama lengkapnya Erik Dirgantara. Saat ini dia sedang menempuh pendidikan d3 di universitas yang cukup terkenal. Dia orangnya baik, ramah, dan yang pasti dia tidak seperti seseorang.

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang