37. Kebenaran Elina

10.1K 1K 26
                                    

Isak tangis Eleana terhenti kala mendengar suara tawa menggema. Ia menyeka sudut matanya dan melongokkan kepala, melihat Elina dan Eirion yang saling bergandengan. Kedua orang itu berjalan ke arahnya. Mau tak mau, ia pun memunculkan diri yang sejak tadi bersembunyi.

"Gimana akting gue, Bang? Berhasil jadi antagonis abadi nggak gue?" tanya Elina disela tawa.

Eirion menyunggingkan sudut bibirnya. "Terlalu totalitas kamu, Lin."

Eleana mengerutkan kening mendengar pembicaraan mereka yang sulit dimengerti. Tubuhnya tersentak saat seseorang merangkul pundaknya. Dia adalah Elina. Wanita yang menggiringnya duduk di ruang tamu.

"Nih minum dulu, masih utuh," ucap Elina menyodorkan sirup jeruk yang menjadi bagian suaminya.

Dengan rasa ragu, Eleana meminum sirup jeruk tersebut. Pandangannya tak luput dari Elina yang tengah mengotak-atik ponsel di tangannya. Tak lama, Erland dan Eiman muncul, serta Elia yang berada di gendongan sang ayah.

"Ayo cepat, Mas! Udah nangis bombay nih anaknya." Elina menarik tangan suaminya agar segera mendudukkan diri di sofa.

Erland mengambil duduk di sebelah sang istri. Ia mengusap jejak air mata Eleana yang tersisa menggunakan ibu jarinya. Melihat kepedulian mantan duda beranak lima, membuat Elina tersenyum-senyum sendiri. Wanita itu mendapat inspirasi untuk mengambil adegan tersebut ke dalam ceritanya.

"Ada apa sih? Jangan buat penasaran kayak gini," protes Eleana merasa geram sendiri.

Elina menatap tiga pria itu bergantian. Setelah mendapat anggukan dari mereka, ia pun berpindah duduk di samping adiknya. Kemudian ia menggenggam tangan Eleana yang langsung menarik tangannya.

"Sini, sini, gue jelasin semuanya." Elina merangkul bahu sang adik. Eleana yang semakin bingung dibuatnya hanya bisa menurut.

Di sebuah taman, seorang gadis menunggu kedatangan sahabatnya. Hampir selama satu jam lamanya, ia menunggu. Namun, tak kunjung menemukan batang hidung sahabatnya itu. Di saat dirinya hendak pergi, seseorang menepuk pundaknya.

"Maaf ya, Lin, aku ngaret," ucap wanita yang tiba bersama putra kembarnya.

Elina mengangguk maklum. Ia mengambil alih salah satu putra sahabatnya dan didudukkan di atas pangkuan. Sejenak, mereka terhanyut dalam perbincangan. Hingga suasana hening pun menyapa. Elina yang merasa aura berbeda dari wanita di sebelahnya pun menoleh. Ia terkesiap melihat dua anak sungai mengalir dari pelupuk matanya.

"Ei, kamu kenapa? Erland nggak nyakitin kamu, 'kan?" tanya Elina khawatir.

Eira menggeleng pelan. "Nggak Lin, justru dia itu sayang banget sama aku. Aku yang merasa nggak pantas jadi istrinya." Tangan Eira terulur mengusap jejak air matanya sendiri. "Apa aku boleh minta bantuan kamu, Lin?"

Tatapan penuh harap tertuju pada Elina yang menelan ludah dengan susah payah. Terpaksa, ia pun mengangguk. Dalam hatinya, ia berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran buruk yang selalu menggandrunginya sejak pertemuan keluarga kecil Eira dengan sang adik.

"Aku cuma punya satu kesempatan lagi. Kalo anak kelima kami laki-laki, aku akan menyerah, Lin. Mami Elisa kepengen punya cucu perempuan, tapi nggak ada satu pun dari anak dan menantunya yang ngelahirin bayi perempuan." Eira menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Menahan rasa sesak yang memenuhi dadanya. "Aku ngerasa Eleana cocok untuk jadi penggantiku sebagai istri Erland dan ibu anak-anak kami. Jika aku tak berumur panjang, aku mohon padamu untuk menyatukan Eleana dan Erland."

"Jangan ngomong kayak gitu, Ei! Aku nggak suka! Kalaupun, nanti kamu hamil dan ngelahirin bayi laki-laki, kamu dan Erland masih bisa mencobanya. Jangan menginginkan Elea sebagai penggantimu. Eleana itu masih belum memiliki pikiran dewasa, Ei!" bentak Elina yang tak mungkin mengabulkan keinginan tak masuk akal itu.

Mendadak Jadi Mommy 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang