CHAPTER 9

68 8 6
                                    

Setelah makan malamnya, malam itu Zea sudah kembali menempati kamar miliknya, bersama kedua temannya. Setelah pertemuannya dengan sang dokter tadi siang, Zea dinyatakan sudah tidak perlu menggunakan kursi rodanya lagi. Namun ia masih harus menggunakan alat bantu, untuknya berjalan yang berupa tongkat. Alat yang di sarankan oleh sang dokter. Karena hal tersebut membuat Zea dapat kembali ke dalam kamar miliknya. Ia pun sudah mampuh menaiki anak tangga menuju kekamarnya itu sendiri, tanpa ada bantuan dari orang lain. Walau jalannya masih tertatih-tatih ketika menaki anak tangga. Namun itu sudah cukup membuat Zea senang, karena kondisi kakinya itu sudah membaik.

Malam belum terlihat larut benar. Namun keadaan dari panti asuhan sudah didekap kesunyian. Waktu sudah menunjukan pukul sembilan, diluar panti asuhan ditingkahi gerimis malam yang kembali turun didaerah itu, dan waktu terus bergulir tak tertahan.

Pelan, tetapi pasti. Menghanyutkan setiap penghuni panti asuhan ke dalam lelapnya mimpi. Kecuali mereka, ketiga penghuni di salah satu kamar panti asuhan, yang masih membuka matanya dengan pikiran dan rasa gelisah yang dirasakan oleh salah satu gadis di dalam kamar tersebut. Yaitu Zea, setelah usai makan malamnya dan selesai shalat isya tadi. Zea dan kedua temannya kini sedang mengobrol di atas ranjang milik Zea. Dengan rasa gelisah yang dirasakan oleh Zea.

Anna yang menyadari kegelisahan dari Zea, ia hanya menatapnya tanpa menanyai keadaan temannya itu. walau di dalam hatinya ada rasa penasaran, akan apa yang sedang dirasakan oleh Zea. Namun ia hanya mampuh terdiam, karena ia tahu akan sifat dari temannya itu dan sebelum Zea sendiri yang akan menceritakan semuanya. Sedangkan disisi lain, Lia pun menyadari akan sikap gelisah dari Zea.

"Kamu kenapa Zea, dari tadi wajah kamu terlihat sangat gelisah. Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Lia.

"Ehh, aku tidak apa-apa ko Lia" jawab Zea yang sedikit kaget oleh pertanyaan dari Lia. Setelahnya ia hanya meberikan senyuman untuk menyakinkan Lia.

"Yasudah jika tidak ada apa-apa. Lebih baik kita segera istirahat saja yah" ucap Anna, yang mengerti akan sikap Zea. Anna tahu jika Zea enggan menceritakan apa yang sedang dirasanya. Ia pun menyarankan untuk segera beristirahat malam itu, agar Lia tidak menanyakan lebih lanjut kepada Zea.

"Yasudah yuk, aku juga sudah mengantuk" balas Lia, seketika ia terlihat melupakan pertanyaannya tadi. Lalu Lia dan Anna pun mulai turun dari ranjang milik Zea. Untuk kembali keranjang milik mereka masing-masing. Sedangkan Zea pun begitu, ia merasa berterima kasih atas pengertian dari Anna. karena berkatnya Lia tidak menanyakan pertanyaan lagi kepadanya. Ia pun segera merebahkan tubuhnya setelah kedua temannya sudah kembali ke ranjang milik mereka.

"Selamat tidur Zea, Anna" ucap Lia setelah ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan setelahnya mulai mematikan lampu tidur di sebelah ranjangnnya.

"Selamat tidur juga Lia" balas Zea dan Anna, hanya berbeda persekian detik saja. Setelahnya mereka pun mulai mematikan lampu tidur mereka masing-masing.

Selang beberpa menit, terlihat Lia sudah terlelap di dalam tidurnya. Begitu juga dengan Anna, walau Anna masih merasa penasaran atas sikap gelisahnya Zea. Namun malam itu ia lebih memilih untuk segera beristirahat. Berbeda dengan Zea, kedua bola matanya masih terjaga malam itu. Ia belum bisa tertidur. Karena rasa takutnya masih menyelimuti perasaan dan pikiran miliknya. Namun saat itu, rasa kantuknya pun sudah menghampiri tubuhnya. Membuat semuanya terasa menyatu seketika.

Zea terlihat sangat bingung, antara ia ingin tidur atau tetap terjaga. Karena ia berpikir, jika ia tertidur nanti akan bertemu dengan sosok hantu menyerampakan itu lagi. Zea sungguh tidak ingin hal itu terjadi. Namun terlebih rasa kantuknya kini semakin terasa dikedua bola matanya, dan sangat berat untuknya mempertahankan kelopak matanya agar tetap terjaga.

THE LOST (HIATUS)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora