Tujuh Hal

7 1 0
                                    

Yang mulia raja memenuhi permintaanku, ia mengirimkan surat ke menara penyihir. Sejenis undangan agar pemimpin menara penyihir dapat datang kemari dengan alasan undangan makan malam. Beliau berpikir mungkin mengundang menara penyihir bisa menyembuhkan mataku karena ia pikir aku dan menara penyihir cukup dekat. Ia pastinya akan membantu. Namun, aku sendiri tidak yakin. Nyatanya ini karena memang aku baru berkenalan dengannya saat pesta ulang tahunku. Ia datang tiba tiba seperti itu--tidak pernah kukenal sebelumnya--lalu langsung main kutuk.

Agak menyebalkan, dan dia penuh berkelit kelit. Mengataiku omongan menyakitkan. Seperti yang ia ungkapkan saat ini.

"Wah lihat, ada putri bermata satu seperti cyclops di sini. Hahahaha."

Tidak ada yang mengetahui pembicaraan kami karena aku melakukannya di taman dan berjarak 100 jengkal kaki orang dewasa dengan para Pelayan yang menemaniku.

"Kau yang membuatku putus asa seperti ini."

Aku memberengut menatapnya serius. Namun, ia masih menatapku seolah jenaka sampai pada akhirnya ia mengatakan sesuatu yang sebenarnya agak kubutuhkan atau sangat sangat dibutuhkan oleh Yang Mulia Raja.

"Aku tidak bisa menyembuhkan matamu, karena bagian matamu, air mata, dan hatimu terikat kontrak dengan sihir kuno raja spirit. Kau tahu kan siapa raja spirit?"

Aku mengangguk, dalam pendidikan dasar yang kuterima saat aku berusia 15 tahun nanti, dasar dari sihir dunia ini adalah iblis atau dunia kegelapan. Meski demikian karena sihir itu sangat luas, ada entitas bukan manusia tetapi juga bukan iblis yang hampir menyaingi kekuatan sesuatu seperti sihir dan itu adalah spirit. Meski sihirnya masih terbentuk dari sesuatu yang sama yakni sihir iblis tetapi karena jangkauan iblis pada entitas seperti spirit sudah sangat jauh jadi sihir spirit terasa sedikit berbeda dengan sihir yang kebanyakan orang gunakan. Manusia sangat sedikit yang berhasil menguasai sihir spirit karena kebanyakan adalah spirit itu sendiri yang bisa melakukannya, seperti peri, duyung, atau bahkan seperti kurcaci. Mereka bisa menggunakan sihir spirit. Terkadang sihir mereka mirip dengan kekuatan suci tapi nyatanya itu berbeda jauh dan lebih mirip dengan sihir yang seperti semua orang kebanyakan punya yakni iblis.
Meski mereka tidak memiliki sesuatu seperti harga yang harus dibayar milik sihir pada umumnya.

"Kau bukan manusia?" tanyaku karena tahu betul sihir spirit tidak bisa digunakan oleh manusia mengingat manusia lebih identik dengan sihir yang berasal dari iblis dan memiliki hukum kausalitas.

"Aku manusia, bahkan beberapa saat yang lalu juga hanya seorang budak di menara penyihir. Yah, walau saat ini karena hanya aku yang tersisa, jadi aku yang memimpin dan raja spirit tiba-tiba mendatangiku, merengek atas nama perjanjian dengan menara penyihir yang menyulitkan."

"Ra-raja spirit merengek pada manusia?"

Aku tidak percaya, bahkan baru tahu saat ini. Di kehidupanku sampai usia 17 tahun pun selama ini tidak pernah terdengar atau mengetahui secara dekat mengenai spirit, itu karena mereka memiliki harga diri yang sangat tinggi. Hal itu membuat dunia spirit dan dunia manusia berjarak, sekaligus lokasi kerajaannya tidak bisa diganggu gugat. Seperti suatu wilayah yang jauh dari daratan manusia ini.

"Panjang ceritanya, tetapi yang jelas kau tahu sendiri sihir kutukan yang ada padamu bukan karenaku. Tapi permintaan raja Spirit."

Aku terdiam. Kutukan untuk tidak bisa menangis ini adalah karena Raja Spirit. Namun, mengapa diberikan secara tiba-tiba?

"Aku hanya menduga ya, karena sebenarnya ketika kau mengulang waktumu, aku tidak ingat. Namun, karena aku diberi permintaan itu, aku jadi ingat kejadian kemarin saat kau mengulang waktumu. Kemungkinan besar spirit tidak terpengaruh perulangan waktumu, tetapi karena terlalu sering itu menyebalkan bagi mereka."

"Lalu kenapa mereka tidak menghentikanku sendiri? kenapa melewatimu yang jelas jelas kamu adalah pengikut raja iblis, sihir yang tidak disukai kaum spirit."

"Yah, meski asal sihirku dari raja iblis tetapi aku bukan pengikutnya. Aku tidak sekuat para penyihir di menara sihir yang kebanyakan pengikut. Namun, karena suatu hal, mereka tewas dan hanya tersisa para budak sihir yang saling membunuh dan ya... Aku baru diangkat beberapa waktu ini dan spirit memang tidak bisa memiliki konektivitas dengan manusia karena suatu pernjanjian. Hanya pemimpin menara penyihir yang bisa." Dia mengatakan dengan mudah seolah jalan hidupnya memang semudah itu. Namun, aku masih tidak percaya, jadi waktu yang kuulang ini mengganggu raja Spirit?

Jikalau mengganggu, mengapa tidak membantuku menyelesaikan masalah dan tidak hanya dengan melakukan hal seperti ini.

Rasanya aku ingin menangis, tetapi meski sesakit apapun hatiku, air mata tidak akan keluar dari sana.

Kami berdua hanya termenung diam sembari Kael menyeruput tehnya dengan tenang.

"Tapi tetap saja, aku membencimu."

"Yah, aku tidak masalah. Lagipula kau siapaku, sampai harus kupedulikan bila kau membenciku," kata Kael enteng yang membuatku langsung naik pitam dengan memukul meja.

"Mungkin Anda bisa segera mempersiapkan diri pergi ke ruang makan dan makan malam bersama," kataku sembari beranjak pergi yang kemudian diikuti pelayanku yang berlari lalu mengikutiku berjalan di belakang.

Aku menyampaikan pesan ke Sofia kalau aku tidak akan ikut kegiatan makan malam menyambut pemimpin menara penyihir tersebut. Alasan yang kubuat adalah mataku masih terasa nyeri yang padahal nyatanya terasa buta rasa akibat dosis obat pereda sakit yang kuminta tinggikan.

Malamnya aku tidak bisa tidur. Bukan karena tidak terbiasa dengan lingkungan mataku yang tidak nyaman. Namun karena aku merasa ada hal yang kulewatkan dalam buku catatanku.

Aku harus mulai menulis dan mengingat apa saja yang terjadi serta sebisa mungkin untuk mencari tahu, mencegah dan mengatasi masalah yang terjadi di masa depan. Aku tidak punya titik penyelamatan hidupku lagi. Atau, apakah aku harus menyerah saja?

"Minnie, kau belum menceritakan apa-apa padaku," kata kak Willy yang pagi-pagi mendatangiku dan berwajah memelas.

Sepertinya aku tidak bisa menyerah saat ini. Aku tidak bisa membiarkan satu-satunya orang yang mengorbankan nyawanya menyelamatkanku untuk kembali ke masa lalu. Ke hari-hari bahagiaku.

Aku menyuruhnya masuk ke kamar dan memeluknya. Ia berwajah sangat kusut pagi ini, sepertinya karena seharian kemarin ia tertahan dengan pendidikan pangeran sehingga tidak bisa menemuiku lalu saat malam pun aku juga sudah tidur duluan.

Ibuku sendiri sempat mengunjungiku semalam, ia tidak bisa mendatangiku langsung saat mendengar kabar aku sudah bangun dari pingsan akibat mataku terluka itu.

Ia berada di luar istana, dan datang kepadaku sembari membawa salep agar tidak ada luka membekas di kulitku. Meski tanpa berkata apapun, sepertinya ibuku tahu juga kalau mataku akan seperti ini selamanya.

Termasuk Willy saat ini. Ia sangat tahu.

"Aku agak memaksa, adikku. Apa yang terjadi sampai kau seperti ini. Apakah pesta ulang tahunnya kurang meriah? Atau apa?"

Aku sedikit marah ketika ia bisa-bisanya menduga aku seperti itu. Namun kalau mengingat ingat aku yang biasanya, hal itu bisa saja terjadi. Aku marah dan merengek pada hal yang konyol seperti itu.

Beberapa kali perulangan membuatku sadar kalau hal yang biasa kurengekkan, dan hal yang biasa kutangisi itu begitu konyol.

Dan kupikir pikir aku tidak mau mati konyol dengan tidak melakukan apa-apa.

"Pertama-tama tolong pasang sihir ruangan ini kedap suara."

Aku menatap mata biru kak Willy yang serupa denganku dan ia mengangguk mengerti.

~
1112 kata
210423

btw selamat hari kartini dan minal aidzin wal faidzin bagi yang merayakan yaa

Don't Cry, WilhelminaWhere stories live. Discover now