Bertadarus dan Berpidato

1 0 0
                                    

Di setiap malam selesai shalat maghrib bersama di masjid dan sehabis shalat subuh berjamaah, kebiasaan kami membaca al-Quran secara kelompok. Bagi mereka yang belum lancar maka wajib hukumnya di bimbing oleh seniornya yang sudah lancar hingga menjadi lancar, sementara mereka yang sudah lancar maka mereka dibolehkan bertadarus al-Quran secara mandiri.

______________________________________________________________

Kalau boleh penulis ilustrasikan, andaikan saja ada seorang sutradara yang piawai mampu mengabadikan suatu pemandangan unik ini... saat senja menghampiri dan matahari di ufuk timur perlahan tenggelam, para kaum remaja berumur belasan tahun, yang lelaki mengenakan sarung, baju kemeja koko, dan tutup kepala yang sering disebut dengan peci. Sementara mereka kaum remaja wanitanya menggunakan kain sarung di bawahnya dan mukena hingga menutup bagian kepalanya hingga menutupi separoh lebih dari badannya. Masing-masing dari mereka memeluk mushaf al-Quran dan seringkali satu dua buku mata pelajaran lainnya dari kamarnya yang harus di hafal. Wajah-wajah polos itu mulai menempati barisan shaf-shaf yang ada di dalam masjid, hingga tiba suara kumandang azan maghrib bergema secara serempak dan bersahut-sahutan... hingga dua salam ke kanan dan ke kiri sebagai penutup shalat, dilanjutkan dengan bacaan-bacaan do'a-dzikir menjadi pelengkap ibadah jelang malam tersebut.

Begitu alunan ayat-ayat suci al-Quran menggema, sesungguhnya sangat bergemuruh sekalipun mereka sendiri yang ikut serta di dalamnya, terasa sekali suara gemuruhnya. Seandainya saja ada suatu kamera satelit di luar angkasa sana dapat mengabadikan momentum itu ... akan menjadi suatu adegan visual yang fenomenal ... bukan gemuruh dari suara sebangsa lebah, kelelawar, atau jenis binatang manapun. Namun suara gemuruh itu keluar dari mulut sekian ratus santriwan dan santriwati, yang berbeda ayat, beda surat, beda halaman, dan berbeda juz ... yang saling berucap lafadz dan ayat satu dengan yang lainnya, seakan gemuruh itu mnyelubung dan mengarah ke ruang angkasa atap langit yang Maha luas itu, melewati rimbunan pepohonan pesantren yang lebat dan bangunan asrama, serta kelas santri yang menjadi sunyi karena penghuninya semua berada di masjid.

Sementara suasana di asrama dan di kamar-kamar sangat terasa sunyi dan hening, seakan ruang-ruangan tersebut memberikan pesan kepada kami, " anak-anak kami para penghuni kamar-kamar dan asrama sedang menunaikan kewajiban mereka guna menjadi bekal kelak nanti di masyarakat masing-masing" Tembok-tembok itu sepertinya berujar kepada alam sekitar ; " Biarkan mereka ... para santri itu habiskan waktu petang maghribnya bercengkerama dengan ayat-ayat Nya ...sebentar lagi juga kami pun akan menyambutnya dan kami akan bersama lagi untuk bersantap malam, lalu akan dilanjutkan lagi untuk menunaikan shalat 'Isya berjamaah ..." seakan terdengar pesan ungkapan dinding-dinding kamar dan asrama itu, walaupun secara perlahan di telinga ini, namun masih terdengar di hati dan jiwa yang bersih ini ... sambil berujar hampir tidak terdengar sekalipun dengan hati kecil ini, masih ada anak santri yang "nakal" bersembunyi di balik dinding-dinding ini, namun kami tak kuasa untuk menegurnya atau memperlihatkan mereka apalagi menjewernya ... karena kami bukanlah siapa-siapa layaknya makhluk hidup seperti layaknya manusia ... kami hanya sekedar tembok-dinding yang bisu.

Mulut dan lidah manusia itu layaknya anggota tubuh manusia lainnya, jika jarang digerakkan dan jarang dipergunakkan fungsinya, maka akan mengalami disfungsi dan lama kelamaan akan mengalami ketidakmampuan.

Seorang jika tidak suka mempraktekkan mulut dan lidahnya melafadzkan huruf-huruf hijaiyah yang ada dalam al-Quran, maka ia juga akan mengalami kegagalan atau setidaknya ketidaklancaran dalam baca al-Quran.

Dengan rutin membaca al-Qur'an seseorang akan mendapatkan pahala, organ-organ bagian kepala dan seisinya bergerak, karena memang harus dilafazkan atau diucapkan dengan mengeluarkan makhraj berupa huruf dan sambungan dari huruf-huruf yang tersambung menjadi suatu ayat, kemudian menjadi surah, lalu juz.

Hikayat Cinta Seorang SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang